Kisah Nabi Musa As | Nabi Harun As - Julukan nabi Musa as adalah Kalim Allah (كليم الله, Kalimullah) yang artinya orang yang diajak bicara oleh Allah. Nabi Musa as diutus untuk memimpin kaum Israel ke jalan yang benar. Allah menurunkan kitab Taurat kepada nabi Musa as.
Nabi Harun As adalah kakak kandung dari nabi Musa as. Nabi Harun as
dilahirkan tiga tahun sebelum nabi Musa as dan memiliki kemampuan fasih
dalam berbicara serta mempunyai pendirian tetap. Sering kali
mendampingi nabi Musa as dalam menyampaikan dakwah kepada Firaun, Hamman
dan Qarun.
Yakub atau Israil tinggal di Mesir sejak ia datang untuk bertemu dengan
anaknya, Yusuf. Ketika beliau wafat mereka menguburnya di tempat di mana
ia dilahirkan di Palestina. Anak-anak Israil lebih memilih untuk hidup
di Mesir di sisi Yusuf. Keadaan Mesir, kebaikannya yang banyak,
kelayakan tanahnya, dan keharmonisan iklimnya merupakan daya tarik
tersendiri bagi mereka untuk tinggal di dalamnya. Anak-anak Israil
tinggal di Mesir dalam tempo yang lumayan. Mereka menikah sehingga
jumlah mereka bertambah banyak. Berlalulah tahun demi tahun dan kemudian
Nabi Yusuf meninggal.
Nabi Yusuf
telah mengubah Islam saat beliau memegang tampuk kekuasaan. Nabi Yusuf
memperjuangkan Islam dan setiap nabi yang diutus oleh Allah SWT pasti
memperjuangkan agama Islam sejak Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad saw.
Pengertian Islam di sini ialah, mengesakan Allah SWT dan hanya
semata-mata menyembah-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, dan berdoa
kepada-Nya. Islam juga berarti menyerahkan niat dan amal hanya
semata-mata kepada Allah SWT.
Demikianlah yang kita pahami atau yang kita maksud dari kata al-Islam,
bukan sistem sosial yang dibawa oleh Nabi yang terakhir, yaitu Nabi
Muhammad saw. Sistem ini merupakan kepanjangan dari sistem-sistem sosial
yang dibawa para nabi. Jadi, esensi akidah satu dan tidak berbeda dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw.
Ketika Nabi Yusuf menjadi penguasa di Mesir dan ketua para menteri agama
di Mesir berubah menjadi agama tauhid atau Islam. Nabi Yusuf as menyeru
manusia untuk memeluk Islam saat beliau ada di dalam penjara ketika
beliau mengatakan:
"Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa (QS.Yusuf: 39)
Dan beliau berdoa pada suatu hari ketika mimpinya terwujud:
"Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh. " (QS. Yusuf: 101)
Dan ketika Nabi Yusuf meninggal, Mesir mengubah sistem tauhid ke sistem
multi tuhan untuk kedua kalinya. Menurut dugaan kuat bahwa hal ini
terwujud dengan adanya campur tangan kelompok-kelompok elit yang
berkuasa.
Kelompok-kelompok elit ini —ketika di bawah agama tauhid— mereka tidak
mendapatkan suatu perlakukan istimewa atau dibedakan dengan masyarakat
umum, sehingga karenanya mereka mempunyai kepentingan untuk
mengembalikan sistem penyembahan multi tuhan.
Kemudian masyarakat mengikuti sistem penyembahan Fir'aun. Dan akhirnya,
Mesir dipimpin keluarga-keluarga Fir'aun dan mereka mengklaim bahwa
mereka adalah tuhan atau wakil-wakil tuhan atau orang-orang yang
berbicara atas nama tuhan.
Pada dasarnya, masyarakat Mesir adalah masyarakat yang beradab. Mereka
disibukkan dengan pembangunan peradaban. Mereka memiliki kecenderungan
keagamaan yang kuat. Dan barangkali kelompok-kelompok dari masyarakat
Mesir meyakini bahwa Fir'aun bukan tuhan namun karena mereka mendapat
tantangan keras dari Fir'aun dan Fir'aun tidak ingin dari kaumnya
kecuali agar mereka menaatinya sehingga mereka pun terpaksa
menyembunyikan keimanan dalam diri mereka.
Jadi, tuhan-tuhan berhala banyak sekali di Mesir. Hal yang bisa dipahami
adalah, bahwa Fir'aun menguasai semua macam tuhan dan ia mengisyaratkan
dengannya dan berbicara atas namanya. Yang demikian ini adalah sangat
jelas di Mesir. Ketika terdapat sistem multi tuhan di Mesir —meskipun
masyarakatnya meyakini tuhan utama, yaitu Fir'aun— kelompok elit yang
berkuasa membatasi untuk hanya menyembah Fir'aun dan melaksanakan
perintah-perintahnya serta membenarkan tindakan semena-menanya.
Kita akan mengetahui dan kita akan membuka lembaran-lembaran Nabi Musa As
bagaimana masyarakat Mesir hidup di zamannya. Mayoritas masyarakat saat
itu mendapatkan kehinaan yang luar biasa dan diperlakukan secara lalim.
Mereka harus taat sepenuhnya kepada Fir'aun. Mereka selalu diancam oleh
algojo-algojo Fir'aun dan para tentaranya.
Allah SWT menceritakan Fir'aun yang hidup di zaman Nabi Musa As dalam firman-Nya:
"Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil
kaumnya (seraya berkata): 'Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.'" (QS.
an-Nazi'at: 23-24)
Manusia saat itu benar-benar tunduk terhadap pernyataan orang-orang
kafir. Mereka menaati—barangkali itu karena terpak-sa—perkataan Fir'aun.
Mesir kembali menggunakan sistem multi tuhan setelah sebelumnya
disinari oleh tauhid yang disuarakan oleh Nabi Yusuf.
Sementara itu, anak-anak Yakub atau anak-anak Israil mereka telah
menyimpang dari tauhid. Mereka mengikuti orang-orang Mesir. Sedikit
sekali dari keluarga mereka yang masih mempertahankan agama tauhid
secara tersembunyi.
Datanglah suatu masa atas Bani Israil di mana mereka semakin banyak dan
semakin menyebar. Mereka mengerjakan berbagai macam pekerjaan, dan
mereka memenuhi pasar-pasar Mesir. Berlalulah hari demi hari. Mesir
diperintah oleh seorang raja yang bengis di mana orang-orang Mesir
menyembahnya.
Raja yang jahat ini melihat Bani Israil semakin banyak dan semakin
berkembang serta mengambil posisi-posisi penting. Raja mendengar
pembicaraan Bani Israil tentang berita yang samar di mana dalam berita
itu dikatakan bahwa salah seorang anak Bani Israil akan menjatuhkan
Fir'aun Mesir dari singgasananya.
Barangkali berita itu berasal dari suatu mimpi dari mimipi-mimpi hidup
atau mimpi nyata yang mengelilingi hati kelompok minoritas yang
tertindas, dan mungkin itu merupakan berita gembira yang tersebut dalam
kitab-kitab mereka. Apa pun halnya, berita ini telah sampai di telinga
Fir'aun.
Kemudian Fir'aun mengeluarkan perintah yang aneh, yaitu jangan sampai
seorang pun dari Bani Israil yang melahirkan anak. Maksud dari perintah
ini adalah, hendaklah setiap anak yang lahir dari jenis laki-laki
dibunuh. Aturan ini mulai diterapkan.
Tapi para pakar ekonomi berkata kepada Fir'aun: Orang-orang tua dari
Bani Israil akan mati sesuai dengan ajal mereka, sedangkan anak-anak
kecilnya disembelih maka ini akan berakhir pada hancurnya dan binasanya
Bani Israil namun Fir'aun akan kehilangan kekayaan dan aset manusia yang
dapat bekerja untuknya atau menjadi budak-budaknya dan wanita-wanita
tidak dapat lagi dimilikinya.
Maka yang terbaik adalah, hendaklah dilakukan suatu proses sebagai
berikut: Anak laki-laki disembelih pada tahun yang pertama dan hendaklah
mereka dibiarkan pada tahun berikutnya. Fir'aun sependapat dengan
pikiran ini karena itu dianggap lebih menguntungkan dari sisi ekonomi.
Ibu Musa mengandung Harun pada tahun di mana anak-anak kecil tidak
dibunuh maka ia melahirkannya secara terang-terangan. Ketika datang
tahun yang ditetapkan di dalamnya bahwa anak-anak kecil harus dibunuh,
ia melahirkan Musa. Saat melahirkan Musa, sang ibu merasakan ketakutan
yang luar biasa. la mencemaskan bahwa jangan-jangan anaknya akan
dibunuh. Maka si ibu menyusuinya secara sembunyi-sembunyi.
Kemudian datanglah suatu malam yang penuh berkah di mana Allah SWT mewahyukan kepadanya:
"Dam Kami ilhamkan kepada ibu Musa: 'Susuilah dia dan apabila
khawatir terhadapnya maka jatuhkalah ia ke dalam sungai (Nil). Dan
janganlah kamu khawatir danjanganlah (pula) bersedih hati, karena
sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya
(salah seorang) dari para rasul.'" (QS. al-Qashash: 7)
Mendengar wahyu Allah SWT itu dan mendengar panggilan yang penuh kasih
sayang dan suci ini, ibu Musa langsung menaatinya. Ia diperintahkan
untuk membuat peti kecil bagi Musa. Setelah menyusuinya, ia
meletakkannya di peti itu.
Kemudian ia pergi ke tepi sungai Nil dan membuangnya di atas air. Hati
sang ibu adalah hati yang paling pengasih di dunia. Hatinya dipenuhi
penderitaan saat ia melemparkan anaknya di sungai Nil, tetapi ia
menyadari bahwa Allah SWT lebih Pengasih terhadap Musa dibandingkan
dengan dirinya. Allah SWT lebih mencintainya dibandingkan dengan
dirinya. Allah SWT adalah Tuhannya dan Tuhan sungai Nil.
Belum lama peti itu menyentuh sungai Nil sehingga sang Pencipta
mengeluarkan perintah kepada arus sungai agar menjadi tenang dan
bersikap lembut terhadap bayi yang dibawanya yang pada suatu hari akan
menjadi Nabi. Sebagaimana Allah SWT memerintahkan kepada api agar
menjadi dingin dan membawa keselamatan bagi Nabi Ibrahim,
begitu juga Allah SWT memerintahkan kepada sungai Nil agar membawa Musa
dengan tenang dan penuh kelembutan sehingga menyerahkannya ke istana
Fir'aun.
Air sungai nil membawa peti yang mulia ini ke istana Fir'aun. Di sana
ombak menyerahkannya kepada tepi pantai kemudian ia mewasiatkan kepada
tepi pantai itu. Dan angin berkata kepada rumput yang tidur di sisi
peti: Jangan engkau banyak bergerak karena Musa sedang tidur. Rumput itu
pun menaati perintah angin dan Musa tetap tidur.
Pada hari itu, matahari menyinari istana Fir'aun. Istri Fir'aun keluar
berjalanjalan di kebun istana sebagaimana biasanya. Kita tidak
mengetahui apa gerangan yang menjadikannya berjalan-jalan dan menempuh
jarak yang lebih jauh dari yang biasa di tempuhnya.
Istri Fir'aun berbeda sekali dengan Fir'aun. Fir'aun adalah seorang
kafir sementara istrinya adalah seorang yang beriman. Fir'aun adalah
seorang yang keras kepala sementara istrinya adalah seorang yang
penyayang. Fir'aun adalah seorang penjahat sementara istrinya adalah
seorang yang lembut dan penuh cinta.
Di samping itu, istrinya merasakan kesedihan yang dalam karena ia belum
mampu melahirkan anak. Ia merindukan untuk mendapatkan anak. Istri
Fir'aun berhenti di sisi kebun kemudian bau harum yang datang dari pohon
itu menyebarkan perasaan sedih akan rasa kesendirian. Pada saat yang
sama, wanita-wanita yang membantunya sudah memenuhi tempat-tempat air
yang diambil dari sungai.
Tiba-tiba mereka mendapati peti di sisi kaki mereka. Mereka membawa peti
itu seperti semula ke istri Fir'aun. Ia memerintahkan untuk membukanya
lalu mereka pun membukanya. Betapa terkejutnya istri Fir'aun ketika
melihat Musa di dalamnya. Maka ia pun merasakan bahwa ia mencintainya
seperti anaknya sendiri. Allah SWT menaruh dalam hatinya rasa cinta
kepada Musa sehingga air matanya berlinang.
Kemudian ia membawa peti mati itu. Istri Fir'aun membolak-balikkan Musa
sambil menangis. Musa terbangun dan ia pun menangis. Musa tampak lapar
ia membutuhkan air susu pagi dan tetap menangis. Fir'aun duduk di atas
meja makan. Ia menantikan istrinya namun yang ditunggu belum hadir.
Fir'aun mulai marah dan mencarinya. Tiba-tiba ia dikagetkan dengan
kedatangan istrinya dengan membawa Musa.
Istri Fir'aun tampak sangat menyayanginya. Ia terus menciuminya dan air
matanya berlinangan. Fir'aun bertanya, "dari mana datangnya anak kecil
ini?" Kemudian mereka menceritakan kepadanya bahwa mereka menemukannya
di sebuah peti di tepi sungai.
Fir'aun berkata: "Ini adalah salah satu anak Bani Israil. Sesuai dengan
peraturan, anak-anak yang lahir tahun ini harus dibunuh." Mendengar
keputusan Fir'aun itu, istri Fir'aun berteriak dan ia mendekap Musa
lebih keras:
"Dan berkatalah istri Fir'aun: '(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku
dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat
hepada kita atau kita ambil iajadi anak.'" (QS. al-Qashash: 9)
Fir'aun tampak keheranan sekali melihat aksi istrinya yang mendekap anak
kecil yang mereka temukan di tepi sungai. Fir'aun tampak tercengang
karena istrinya menangis dengan gembira di mana Fir'aun tidak pernah
mendapati istrinya menangis karena gembira seperti ini. Fir'aun mulai
mengetahui bahwa istrinya menyayangi anak ini seperti anaknya sendiri.
Fir'aun berkata dalam dirinya: Barangkali ia ingat bahwa ia tidak mampu
melahirkan anak dan menginginkan anak ini. Akhirnya, Fir'aun sepakat
atas apa yang dikatakan oleh istrinya. Fir'aun memenuhi keinginannya dan
menyetujuinya untuk mendidik anak ini di istananya.
Ketika mendengar persetujuan Fir'aun, tampaklah keceriaan yang luar
biasa pada wajah istrinya. Fir'aun belum pernah menyaksikan keceriaan
seperti ini. Fir'aun telah menghadirkan berbagai macam hadiah kepadanya,
juga perhiasan dan budak tetapi ia belum pernah tersenyum meskipun
sekali.
Fir'aun menyangka bahwa istrinya tidak mengerti arti sebuah senyuman.
Dan sekarang, Fir'aun melihat sendiri wajahnya dipenuhi dengan senyum
keceriaan.
Sementara itu, Musa mulai menangis karena lapar. Istri Fir'aun mengetahui bahwa Musa sedang lapar.
Ia berkata kepada Fir'aun: "Anakku yang kecil sedang lapar." Fir'aun
berkata: "Datangkanlah kepadanya para wanita yang menyusui." Kemudian
didatangkanlah kepadanya seorang wanita yang menyusui dari istana.
Wanita itu mencoba untuk menyusui Musa tetapi apa yang terjadi? Musa
menolaknya. Lalu didatangkan wanita yang kedua sampai ketiga dan sampai
kesepuluh tetapi Musa tetap menangis dan tidak ingin menyusu kepada
seorang pun di antara mereka.
Melihat kenyataan itu, istri Fir'aun menangis karena tidak tahan melihat
penderitaan anak kecil itu. Ia tidak mengetahui apa yang harus
dilakukannya.
Bukan hanya istri Fir'aun satu-satunya yang merasa sedih dan menangis,
ibu Musa adalah wanita lain yang merasa sedih dan menangis. Ketika ia
melemparkan Musa ke sungai Nil, ia merasa bahwa ia sedang melemparkan
buah hatinya di sungai. Lalu peti yang dilemparkan itu hilang dibawa
oleh air sungai dan beritanya pun tersembunyi. Dan ketika datang waktu
pagi, ibu Musa merasakan kesedihan yang selalu menghantuinya.
Hampir saja ia pergi ke istana Fir'aun untuk mendapatkan berita tentang
anaknya kalau bukan karena Allah SWT menaruh kedamaian dalam hatinya
sehingga ia menyerahkan urusan anaknya kepada Allah SWT.
Alhasil, ia berkata kepada saudara perempuan Musa: "Pergilah dengan
tenang ke istana Fir'aun dan berusahalah untuk mendapatkan berita
tentang Musa dan hendaklah engkau hati-hati agar jangan sampai mereka
mengetahuimu."
Kemudian saudara perempuan Musa pergi dengan tenang. Akhirnya, ia
mendengarkan kisah tentang Musa secara sempurna. Ia melihat Musa dari
kejauhan dan mendengarkan suara tangisannya. Ia melihat mereka dalam
keadaan kebingungan di mana mereka tidak mengetahui bagaimana
menyusuinya. Ia mendengar bahwa Musa menolak setiap wanita yang mencoba
menyusuinya.
Saudara perempuan Musa berkata kepada para pengawal Fir'aun: "Apakah
kalian mau aku tunjukkan suatu keluarga yang dapat menyusuinya dan dapat
mengasuhnya."
Istri Fir'aun menjawab: "Seandainya engkau dapat membawa kepada kami
wanita yang dapat menyusuinya dan dapat mengasuhnya niscaya kami akan
memberimu hadiah yang besar. Yakni sesuatu yang engkau inginkan akan
kami penuhi."
Lalu saudara perempuan Musa itu kembali dan menghadirkan ibunya. Si ibu
menyusuinya dan Musa pun menyusu dengan tenang. Melihat hal itu, istri
Fir'aun sangat gembira dan berkata: "Bawalah dia sehingga masa
penyusuannya selesai, lalu kembalikanlah dia kepada kami dan kami akan
memberimu suatu balasan yang besar atas penyusuan dan pendidikan yang
engkau berikan."
Demikianlah Allah SWT mengembalikan Musa kepada ibunya agar ia merasa
gembira dan hatinya menjadi tenang dan tidak bersedih serta agar ia
mengetahui bahwa janji Allah SWT benar dan bahwa perintah-Nya dan
ketentuan-Nya pasti terlaksana meskipun banyak rintangan dan tantangan.
Allah SWT berfirman:
"Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia
menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya,
supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah). Dan
berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: 'Ikutilah dia.'
Maka helihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak
mengetahuinya, dam Kami cegah Musa dari menyusu kepada
perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu; maka berkatalah
saudara Musa: 'Maukah kamu ahu tunjukkan kepadamu ahlubait yang akan
memeliharanya untukmu dan mereha dapat berlaku baik kepadanya?'. Maka
Kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak
berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah
benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya." (QS. al-Qashash:
10-13)
Ibu Musa menyempurnakan penyusuan lalu menyerahkannya ke rumah Fir'aun.
Saat itu Musa disenangi dan disukai semua orang. Allah SWT berfirman:
Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku;
dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku." (QS.Thaha: 39)
Tiada seorang pun yang melihat Musa kecuali ia akan mencintainya. Musa
dididik di istana terbesar di bawah bimbingan dan penjagaan Allah SWT.
Pendidikan Musa dimulai di rumah Fir'aun di mana di dalamnya terdapat
ahli pendidikan dan para pengajar.
Mesir saat itu merupakan negara yang besar di dunia dan Fir'aun sebagai
raja yang paling kuat. Karena itu, secara sederhana Fir'aun mampu
mengumpulkan para pakar pendidikan dan para cendekiawan.
Demikianlah hikmah Allah SWT berkehendak agar Musa terdidik di bawah
pendidikan yang besar dan ditangani pakar-pakar pendidikan yang
terlatih. Ironisnya, hal ini terjadi di rumah musuhnya yang pada suatu
hari nanti akan hancur di tangannya, sebagai bentuk pelaksanaan dari
perintah Allah SWT.
Musa tumbuh di rumah Fir'aun. Beliau mempelajari ilmu hisab, ilmu
bangunan, ilmu kimia, dan bahasa. Beliau tidur di bawah bimbingan agama.
Oleh karena itu, Musa tidak mendengar omongan kosong yang dikatakan
oleh pendidik tentang ketuhanan Fir'aun.
Jarang sekali ia mendengar bahwa Fir'aun adalah tuhan. Beliau pun
menepis pernyataan dan anggapan ini. Beliau tinggal bersama Fir'aun di
satu rumah. Beliau mengetahui lebih daripada orang lain bahwa Fir'aun
hanya sekadar manusia biasa tetapi ia orang yang lalim.
Musa mengetahui bahwa ia bukanlah anak dari Fir'aun. Beliau adalah salah
seorang dari Bani Israil. Beliau menyaksikan bagaimana
pengawal-pengawal Fir'aun dan para pengikutnya menindas Bani Israil.
Akhirnya, Musa tumbuh besar dan mencapai kekuatannya.
Ketika para pengawal lalai darinya, Musa memasuki kota. Musa
berjalan-jalan di sekitar kota. Kemudian Musa mendapati seorang lelaki
dari pengikut Fir'aun yang sedang berkelahi dengan seseorang dari Bani
Israil. Lalu seseorang yang lemah dari kedua orang itu meminta tolong
kepadanya.
Musa pun turut campur dalam urusan itu. Musa mendorong dengan tangannya
seorang lelaki yang berbuat aniaya itu. Ternyata Musa membunuhnya. Saat
itu Musa memang terkenal sebagai orang yang kuat sampai pada batas di
mana dengan sekali pukul saja untuk melerai musuhnya, ia justru
membunuhnya. Tentu Musa tidak sengaja untuk membunuh orang laki-laki
itu.
Tetapi apa yang terjadi? Lelaki itu tersungkur dan kemudian mati. Musa
berkata kepada dirinya: Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya ia
adalah musuh yang menyesatkan dan nyata.
Kemudian Musa berdoa kepada Tuhannya dan berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku maka ampunilah aku."
Allah SWT pun mengampuninya. Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Allah SWT berfirman:
"Dan setelah Musa sudah cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan
kepadanya hikmah kenabian dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan Musa masuk ke kota
(Memphis) ketika penduduknya sedang lemah, maka didapatinya di dalam
kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari
golongannya (Bani Israil) dan seorang lagi dari musuhnya (kaum Fir'aun).
Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan darinya, untuk
mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah
musuhnya itu. Musa berkata: 'Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya
setan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya). Musa
berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri
karena itu ampunilah aku.' Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Dialah
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Musa berkata: 'Ya Tuhanku,
demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali
tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa.'" (QS.
al-Qashash: 14-17)
Kemudian Nabi Musa As menjadi takut di tengah-tengah kota dan merasa terancam.
Dalam ayat itu digambarkan bagaimana Nabi Musa As
merasakan ketakutan di mana ia mengkhawatirkan kejahatan akan datang
padanya pada setiap langkahnya, dan ia begitu sensitif melihat
gerak-gerik di sekitarnya. Nabi Musa As saat itu menampakkan kegoncangan jiwa yang dahsyat.
Sebenarnya Nabi Musa As hanya ingin mempertahankan dirinya saat menolong seseorang dari Bani Israil. Ketika itu Nabi Musa As mendorong dengan tangannya dan bertujuan memisahkan orang Mesir dari orang Israil tetapi ia justru membunuhnya.
Dalam undang-undang positif dinyatakan bahwa pembunuhan semacam ini
dianggap sebagai pembunuhan karena keteledoran atau karena kesalahan
bukan karena faktor kesengajaan sehingga karenanya yang bersangkutan
tidak akan mendapatkan suatu hukuman yang berat.
Biasanya orang yang melakukan pembunuhan tanpa sengaja akan mendapatkan
keputusan yang meringankannya karena ia membunuh tanpa kesengajaan.
Tentu kejadian semacam ini tidak dapat dianggap sebagai pembunuhan
dengan sengaja karena yang bersangkutan tidak ingin mencelakakan orang
lain.
Nabi Musa As tidak memukul orang itu. Yang ia lakukan hanya mendorongnya. Atau dengan kata lain, Nabi Musa As hanya sekadar menyingkirkan orang tersebut.
Kita akan mengetahui bahwa Nabi Musa As adalah cermin
lain dari Nabi Ibrahim. Kedua-duanya dari kalangan ulul azmi, tetapi
Nabi Ibrahim adalah cermin kesabaran dan kelembutan sementara Nabi Musa As adalah cermin dari kekuatan dan keperkasaan.
Musa menjadi takut dan terancam di tengah-tengah kota. Beliau berjanji
di kemudian hari bahwa beliau tidak akan lagi menjadi sahabat
orang-orang yang berbuat jahat. Beliau tidak akan lagi terlibat dalam
pertengkaran dan permusuhan antara sesama penjahat.
Di tengah-tengah perjalanannya, Musa dikagetkan ketika melihat orang
yang ditolongnya kemarin saat ini lagi-lagi memanggilnya dan minta
tolong padanya. Lagi-lagi orang itu terlibat permusuhan dan pertengkaran
dengan seorang Mesir.
Musa mengetahui bahwa orang Israil ini berbuat aniaya. Musa mengetahui
bahwa ia termasuk salah seorang preman di situ. Akhirnya, Musa berteriak
di depan wajah orang Israil itu sambil berkata: "Sungguh ternyata
engkau adalah orang yang jahat."
Musa mengatakan demikian sambil mendorong keduanya dan ia melerai
pertengkaran itu. Orang Israil itu mengira bahwa Musa akan
mencelakakannya maka ia diliputi rasa takut.
Sambil meminta kasih sayang kepada Musa, ia berkata: "Wahai Musa apakah
engkau akan membunuhku sebagaimana engkau membunuh orang yang kemarin.
Apakah engkau ingin menjadi seorang penguasa di muka bumi dan tidak
ingin menjadi orang yang memperbaiki bumi."
Ketika mendengar orang Israil yang mengatakan demikian, Musa berhenti
dan amarahnya mereda. Musa mengingat apa yang dilakukannya kemarin dan
bagaimana ia meminta ampun dan bertaubat serta berjanji untuk tidak
menjadi pembantu orang-orang yang berbuat jahat. Musa kemudian kembali
dan meminta ampun kepada Tuhannya.
Orang Mesir yang berkelahi dengan orang Israil itu mengetahui bahwa Musa
adalah pembunuh orang Mesir yang mayatnya mereka temukan kemarin.
Petugas keamanan Mesir tidak berhasil menyingkap kasus pembunuhan itu.
Akhirnya, rahasia Musa tersingkap lalu seorang lelaki Mesir yang beriman
datang dari penjuru kota. Ia membisikkan kepada Musa bahwa ada suatu
rencana untuk membunuhnya. Ia menasehati Musa agar meninggalkan Mesir
secepatnya.
Allah SWT berfirman:
"Karena itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu
dengan khawatir (akibat perbuatannya), maka tiba-tiba orang yang meminta
pertolongan kemarin berteriak meminta pertolongan kepadanya. Musa
berkata kepadanya: 'Sesungguhnya kamu benar-benar orang yang sesat yang
nyata (kesesatannya). Maka tat-kala Musa memegang dengan keras orang
yang menjadi musuh keduanya, musuhnya berkata: 'Hai Musa apakah kamu
bermaksud untuk membunuhku, sebagaimana kamu kemarin telah membunuh
seorang manusia? Kamu tida bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang
berbuat sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah kamu hendak
menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian.' Dan
datanglah seorang laki-laki dari ujung kota tergesa-gesa seraya berkata:
'Hai Musa, sesungguhnya pembesar sedang berunding tentang kamu.
Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu.'"
(QS. al-Qashash: 18-20)
Tak disebutkan kepada kita nama laki-laki yang datang mengingatkan Musa
itu. Tetapi menurut hemat kami, ia adalah seorang lelaki Mesir yang
tentu memiliki jabatan penting.
Sesuai dengan ayat tersebut, ia mengetahui adanya persengkongkolan untuk
menyingkirkan Musa dari kedudukan yang tinggi. Seandainya ia orang yang
biasa-biasa saja maka orang itu tidak mengenalnya. Orang itu mengetahui
bahwa Musa tidak berhak untuk mendapatkan hukum bunuh atas dosanya.
Musa membunuh karena faktor kesalahan, bukan karena faktor kesengajaan.
Kesalahan semacam itu menurut undang-undang Mesir yang dahulu dihukum
dengan penjara.
Lalu, mengapa timbul keinginan untuk membunuh Musa? Kalau kita
memperhatikan nasihat orang Mesir itu ter-hadap Musa maka kita akan
menemukan jawabannya. Yaitu perkataannya: "Para pembesar merencanakan
persekongkolan untuk menyingkirkanmu."
Al-Mala' adalah para penguasa atau para pembesar yang bertanggung jawab
pada keamanan. Mereka menyiapkan persekongkolan untuk menyingkirkan
Musa. Apa yang dilakukan oleh Musa —kalau memang dianggap sebagai suatu
kesalahan— adalah kejahatan biasa yang hanya dituntut dengan hukuman
penjara.
Lalu siapakah yang membuat rencana yang demikian, dan siapakah yang
mendorong untuk melakukan persekongkolan untuk membunuhnya? Kami kira
bahwa kepala keamanan Mesir tidak menyukai Musa.
Ia mengetahui bahwa Musa adalah anggota Bani Israil. Ia mengetahui bahwa
sampainya peti di istana Fir'aun merupakan suatu rekayasa yang
dirancang oleh musuh-musuhnya yang menginginkan kedudukannya. Ini
berarti karena keteledorannya anak-anak buahnya.
Berapa kali orang itu menasihati dan menganjurkan agar Musa dibunuh
tetapi Fir'aun justru menampik pikiran itu. Dan ketika datang saat yang
ditentukan untuk membunuh Musa, Fir'aun justru tunduk terhadap istrinya
yang sangat mencintai Musa.
Akhirnya, kesempatan emas ada di depannya. Para pembantunya mengatakan
kepadanya bahwa Musalah yang membunuh orang Mesir yang mereka temukan
jasadnya kemarin. Selesailah urusan ini.
Kemudian datanglah perintah dan kesempatan untuk membunuh Musa.
Orang-orang yang membenci Musa mulai mendapatkan angin kegembiraan di
mana mereka akan melihat Musa terbunuh, tetapi Allah SWT mengirim
seorang Mesir yang baik untuk mengingatkan Musa agar berlari dari
kejaran orang-orang yang lalim.
Allah SWT berfirman:
"Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu
dengan khawatir, dia berdoa: 'Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari
orang-orang yang lalim itu.'" (QS. al-Qashash: 21)
Musa meninggalkan kota dan menjadi orang yang terusir. Musa segera
keluar dalam keadaan takut dan sambil waspada Musa selalu berdoa dalam
hatinya: "Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang lalim."
Kaum itu memang benar-benar orang-orang yang lalim. Mereka ingin
menerapkan hukuman bagi pembunuh dengan sengaja atas Musa, padahal Musa
tidak melakukan selain berusaha memisahkan orang yang berkelahi tetapi
dengan tidak sengaja ia membunuhnya.
Musa segera keluar dari Mesir. Beliau tidak lagi pergi ke istana Fir'aun
dan tidak mengganti pakaiannya, dan beliau tidak membawa makanan untuk
perjalanan. Beliau tidak membawa binatang tunggangan yang dapat
mengantarkannya. Beliau tidak pergi bersama suatu kafilah. Beliau
langsung pergi ketika mendapatkan kabar dari seorang mukmin yang
mengingatkannya dari ancaman Fir'aun.
Musa melalui jalan yang tidak lazim dilalui orang biasa. Musa memasuki
gurun dan ia menuju ke suatu tempat yang di situ Allah SWT
membimbingnya.
Ini adalah pertama kalinya beliau keluar dan mengarungi gurun pasir sendirian.
Kemudian sampailah Musa di suatu tempat yang bernama Madyan. Musa
istirahat dan duduk-duduk di dekat sumur yang besar di mana di situ
orang-orang mengambil air untuk memberi minum kepada binatang-binatang
tunggangan mereka dan binatang-binatang gembalaan mereka.
Musa tidak membawa makanan selain daun-daun pohon. Musa minum dari
sumur-sumur yang ditemukannya di tengah jalan. Sepanjang perjalanan Musa
merasakan ketakutan; jangan-jangan Fir'aun mengirim orang untuk
menangkapnya.
Ketika Musa sampai di kota Madyan Musa berbaring di sisi pohon dan
istirahat. Musa merasa lapar dan keletihan. Sandal yang dipakainya
tampak mulai rusak. Beliau tidak mempunyai uang yang cukup untuk membeli
sandal baru, dan beliau juga tidak mempunyai uang yang cukup untuk
membeli makanan dan minuman.
Nabi Musa As memperhatikan kumpulan pengembala yang
sedang mengambil air untuk kambing-kambing mereka. Musa ingat bahwa ia
sedang lapar dan haus. Ia berkata dalam dirinya: Aku tidak dapat
memenuhi perutku dengan air selama aku tidak memiliki uang yang cukup
untuk membeli makanan.
Musa berjalan menuju tempat air. Sebelum sampai, ia mendapati dua orang
perempuan yang sedang menyendirikan kambing-kambingnya agar jangan
sampai tercampur dengan kambing orang lain.
Melalui ilham, Musa merasa bahwa kedua wanita itu membutuhkan
pertolongan. Musa lupa terhadap rasa hausnya, lalu beliau menuju ke arah
mereka dan bertanya, apakah ia dapat membantu mereka?
Lalu seorang gadis yang paling tua berkata: "Kami menunggu sampai
selesainya para gembala itu mengambil air untuk binatang gembalaan
mereka."
Musa bertanya: "Mengapa kalian tidak mengambil air sekarang?"
Gadis yang paling kecil berkata: "Kami tidak mampu untuk berdesak-desakan dengan kaum pria."
Nabi Musa As keheranan karena mengetahui kedua gadis
itu menggembala kambing. Seharusnya yang mengembala kambing adalah kaum
pria. Ini adalah tugas yang berat dan sangat melelahkan.
Musa bertanya: "Mengapa kalian mengembala kambing?"
Masih kata gadis yang paling kecil: "Orang tua kami sudah tua di mana
kesehatannya tidak dapat membantunya untuk keluar dari rumah dan
mengembala kambing setiap hari."
Musa berkata: "Kalau begitu, aku akan membantu kalian untuk mengambil air tersebut."
Musa berjalan menuju tempat air. Musa mengetahui bahwa para pengembala
meletakkan di atas bibir air suatu batu besar yang tidak bisa digerakkan
kecuali oleh sepuluh orang.
Musa merangkul dan mengangkatnya dari bibir sumur. Otot-otot Musa tampak
menonjol saat memindahkan batu itu. Musa adalah seorang lelaki yang
kuat.
Akhirnya, Musa berhasil mengambilkan air bagi remaja putri itu, dan
kemudian ia mengembalikan batu itu ke tempatnya. Musa kembali duduk di
bawah naungan pohon. Saat itu Musa lupa untuk minum. Perut Musa menempel
ke punggungnnya karena saking laparnya. Musa mengingat Allah SWT dan
memanggil-Nya dalam hatinya:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku." (QS. al-Qashash: 24)
"Dan tatkala ia menghadap ke jurusan negeri Madyan ia berdoa (lagi):
'Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar.' Dan tatkala ia
sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang
yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang
banyak itu, dua orang wanita yang sedang menambat (ternaknya) Musa
berkata: 'Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?' Kedua wanita itu
menjawab: 'Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum
pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami
adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.' Maka Musa memberi minum
ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat
yang teduh lalu berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan
suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.'" (QS. al-Qashash: 22-24)
Marilah kita tinggakan sejenak Nabi Musa As yang sedang
duduk di bawah naungan pohon untuk kemudian kita melihat apa yang
terjadi pada kedua gadis itu. Kedua gadis itu kembali ke rumah ayahnya.
Si ayah bertanya: "Hari ini kalian kembali lebih cepat dari biasanya?"
Gadis yang paling tua berkata: "Sungguh hari ini kami sangat beruntung.
Wahai ayah, kami bertemu dengan seorang lelaki yang mulia yang
mengambilkan air bagi hewan kami sebelum orang-orang lain mengambilnya."
Si ayah berkata: "Alhamdulilah."
Gadis yang paling kecil berkata: "Saya kira wahai ayahku dia datang dari
tempat yang jauh dan tampak ia sedang lapar. Saya melihat dia dalam
keadaan kecapaian meskipun ia seorang lelaki yang kuat."
Si ayah berkata kepada anak perempuannya: Pergilah engkau padanya dan
katakan, sesungguhnya ayahku memanggilmu untuk memberimu upah atas
jasamu mengambilkan air untukku.
Kemudian anak perempuan itu pergi menemui Musa dalam keadaan hatinya
berdebar-debar. Perempuan itu berdiri di depan Musa dan menyampaikan
surat dari ayahnya.
Musa bangkit dari tempat duduknya dan pandangannya tertuju ke bawah.
Musa tidak bermaksud mengambilkan air untuk mereka dengan tujuan
mengharapkan upah dari mereka. Beliau membantu mereka hanya semata-mata
karena Allah SWT. Beliau merasakan dalam dirinya bahwa Allah SWT-lah
yang mengarahkan beliau untuk membantu mereka.
Gadis itu berjalan di depan Musa kemudian bertiuplah angin dan menyentuh
pakaiannya sehingga Musa menundukkan pandangan matanya karena merasa
malu.
Musa berkata kepadanya: "Saya akan berjalan di depanmu dan tunjukkanlah jalan kepadaku."
Mereka pun sampai di kediaman si ayah. Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa si ayah ini adalah Nabi Syu'aib.
Beliau memperoleh usia yang panjang setelah kematian kaumnya. Ada juga
yang mengatakan bahwa si ayah adalah putra dari saudara Syu'aib. Ada
yang mengatakan bahwa ia adalah anak dari pamannya, dan ada juga yang
mengatakan bahwa ia adalah seorang lelaki mukmin dari kaumnya.
Yang jelas, ia adalah seorang tua yang saleh. Orang tua itu menghidangkan kepada Nabi Musa As makanan siang dan bertanya kepadanya dari mana ia datang dan kemudian ke mana ia akan pergi.
Musa mengungkapkan ceritanya. Orang tua itu berkata kepadanya, jangan
khawatir dan jangan takut. Engkau akan selamat dari orang-orang yang
lalim. Negeri ini tidak tunduk pada Mesir dan mereka tidak akan sampai
di sini.
Mendengar ucapan itu, Musa menjadi tenang dan bangkit untuk pergi.
Salah seorang anak perempuan itu berkata kepada ayahnya dengan berbisik:
"Wahai ayahku, berilah dia upah." Sesungguhnya engkau akan memberikan
upah kepada seorang yang kuat dan jujur.
Si ayah bertanya kepadanya: "Bagaimana engkau mengetahui dia seorang lelaki yang kuat?"
Anak perempuannya menjawab: "Saya lihat sendiri ia mengangkat batu yang tidak mampu diangkat oleh sepuluh orang lelaki."
Si ayah bertanya lagi: "Bagaimana engkau mengetahui bahwa dia seseorang yang jujur."
Perempuan itu menjawab: "Ia menolak untuk berjalan di belakangku dan ia
berjalan di depanku sehingga ia tidak melihatku saat aku berjalan, dan
selama perjalanan saat aku berbincang-bincang padanya, dia selalu
menundukkan matanya ke tanah sebagai rasa malu dan adab yang baik
darinya."
Kemudian orang tua itu memandangi Musa dan berkata padanya: "Wahai Musa,
aku ingin menikahkanmu dengan salah satu putriku. Dengan syarat,
hendaklah engkau bekerja mengembala kambing bersamaku selama delapan
tahun. Seandainya engkau menyempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah
kemurahan darimu. Aku tidak ingin menyusahkannmu. Sungguh insya Allah
engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang saleh."
Musa berkata: "Ini adalah kesepakatan antar aku dan engkau dan Allah SWT
sebagai saksi atas kesepakatan kita, baik aku melaksanakan pekerjaan
selama delapan tahun maupun sepuluh tahun. Setelah itu, aku bebas untuk
pergi kemana saja."
Allah SWT berfirman:
"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu
berjalan kemalu-maluan, ia berkata: 'Sesungguhnya bapakku memanggil kamu
agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan) mu memberi minum (ternak)
kami.' Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan
kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu'aib berkata: 'Janganlah kamu
takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang lalim itu.' Salah
seorang dari kedua wanita itu berkata: 'Wahai bapakku, ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang
paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang
kuat lagi dapat dipercaya. Berkatalah dia (Syu'aib): 'Sesungguhnya aku
bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini,
atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu
cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikkan) dari kamu, maka
aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang baik.' Dia (Musa) berkata: 'Itulah
(perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang
ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas
diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang aku ucapkan.'" (QS.
al-Qashash: 25-28)
Ketika sampai pada kisah ini, banyak pena bertebaran untuk mendapatkan
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang mencoba menerobos kesamaran.
Mereka bertanya tentang anak perempuan yang menikahi Musa: apakah anak
perempuan yang paling besar ataukah anak perempuan yang paling kecil,
dan Musa memilih masa bekerja delapan tahun atau sepuluh tahun. Bahkan
mereka menyampaikan berbagai macam riwayat dan kisah yang mereka yakini
kebenarannya.
Kami sendiri meyakini bahwa Musa menikah dengan salah satu anak
perempuan dari orang tua itu tetapi kita tidak mengetahui siapa dia dan
siapa namanya. Kami meyakini bahwa beliau menikah dengan gadis yang
memanggilnya untuk menemui ayahnya. Kemudian gadis itulah yang
menganjurkan ayahnya agar memberikan upah padanya.
Al-Qur'an al-Karim melalui konteks ayatnya menyingkap bentuk kekaguman
yang tersembunyi di balik gadis itu terhadap Musa. Barangkali orang
tuanya mengetahui bahwa anak perempuannya menaruh rasa cinta kepada
Musa, dan boleh jadi ketika berbicara tentang pernikahan kepada Musa, ia
menyerahkan sepenuhnya kebebasan Musa untuk memilih.
Mungkin Musa memilih sendiri gadis mana yang diminatinya. Tetapi, siapa
gadis yang dipilih oleh Musa: apakah gadis yang paling tua atau gadis
yang paling kecil? Yang jelas Al-Qur'an tidak menyebutkan hal tersebut,
meskipun ia hanya memberikan isyarat kepadanya dalam firman-Nya:
"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan. " (QS. al-Qashash: 25)
Begitu juga Al-Qur'an al-Karim tidak menyebutkan waktu yang dihabiskan
oleh Musa saat ia bekerja: apakah sepuluh tahun atau beliau merasa cukup
dengan delapan tahun.
Kami sendiri meyakini sesuai dengan kebiasaan Musa dan kemurahannya
serta kenabiannya serta kedudukannya sebagai salah satu nabi ulul azmi
bahwa beliau memilih masa yang paling lama, yaitu sepuluh tahun.
Pendapat itu juga didukung oleh hadis Ibnu Abas.
Demikianlah Nabi Musa As mengabdi kepada orang tua itu selama sepuluh tahun penuh. Pekerjaan Nabi Musa As terbatas pada keluar dari rumah di waktu pagi untuk mengembala kambing.
Kami kira bahwa sepuluh tahun masa yang dihabiskan oleh Nabi Musa As di Madyan merupakan suatu ketentuan yang dirancang oleh Allah SWT.
Musa berdasarkan agama Yakub. Kakek beliau adalah Yakub dan Yakub
sendiri adalah cucu dari Ibrahim. Dengan demikian, Musa adalah cucu dari
Ibrahim dan setiap nabi yang datang setelah Ibrahim berasal dari
sulbinya. Maka dari sini kita memahami bahwa Musa berada di atas agama
ayah-ayahnya dan kakek-kakeknya.
Nabi Musa As berdasarkan Islam dan agama tauhid. Nabi Musa As
menghabiskan masa sepuluh tahun itu dalam keadaan jauh dari kaumnya dan
keluarganya. Masa sepuluh tahun ini adalah masa yang paling penting
dalam kehidupannya. Ia merupakan masa persiapan yang besar.
Pada setiap malam Musa merenungkan bintang-bintang. Musa mengikuti
terbitnya matahari dan tenggelamnya. Pada setiap siang Musa memikirkan
tumbuh-tumbuhan: bagaimana ia membelah tanah dan mekar.
Musa memperhatikan air: bagaimana ia menghidupkan bumi setelah bumi itu
mati, lalu bumi itu menjadi tempat yang indah dan subur. Musa
memperhatikan alam vang luas dan ia tampak tercengang dan kagum dengan
ciptaan Allah SWT.
Sebenarnya pemikiran-pemikiran dan perenungan-perenungan tersebut
jauh-jauh hari sudah tersembunyi di dalam dirinya dan menetap di dalam
jiwanya. Bukankah Musa telah terdidik di istana Fir'aun. Ini berarti
bahwa beliau menjadi seorang Mesir yang mempunyai wawasan yang luas;
orang Mesir yang menunjukkan kekuatan fisiknya; orang Mesir dengan
segala makanannya dan minumannya. Jadi, segala hal yang ada pada Musa
berbau Mesir.
Musa siap-siap untuk menerima wahyu Ilahi dari bentuk yang baru. Yaitu
wahyu Ilahi yang langsung datang tanpa perantara seorang malaikat di
mana Allah SWT akan berbicara dengannya tanpa perantara.
Oleh karena itu, sebelum datangnya wahyu itu perlu adanya persiapan
mental dan moral, sedangkan persiapan fisik telah selesai dilaluinya di
Mesir. Musa tumbuh di istana yang paling besar yang dimiliki penguasa di
bumi dan di suatu pemerintahan yang paling kaya di bumi.
Musa menjadi seorang pemuda yang kuat di mana hanya sekadar memisahkan seseorang yang berkelahi, ia justru membunuhnya.
Setelah persiapan fisik yang sangat kuat, kini Musa harus melewati
persiapan mental yang seimbang. Yaitu persiapan yang dilakukan melalui
pengasingan yang sempurna di mana beliau hidup di tengah-tengah gurun
dan tempat pengembalaan yang beliau belum pernah menginjakkan kakinya di
sana. Beliau hidup di tengah-tengah orang asing yang belum pernah
beliau lihat sebelumnya.
Sering kali Musa mendapatkan kesunyian dan keheningan di balik
pengasingan itu. Allah SWT mempersiapkan hal tersebut kepada nabi-Nya
agar setelah itu beliau mampu memegang amanat yang besar dari Allah SWT.
Datanglah suatu hari atas Musa. Selesailah masa yang ditentukan.
Kemudian Musa merasakan kerinduan untuk kembali ke Mesir. Dengan
berlalunya waktu, hukuman yang harus dijalaninya dengan sendirinya
gugur.
Musa mengetahui hal itu, tetapi beliau juga mengetahui bahwa
undang-undang di Mesir sebenarnya terletak pada kekuatan penguasa; jika
penguasa berkehendak maka Musa dapat menerima hukuman dan jika tidak
berkehendak maka dia akan memaafkannya, meskipun yang bersangkutan
berhak mendapatkan hukuman.
Alhasil, Musa menyadari hal itu, Musa tidak sepenuhnya yakin ia akan
selamat ketika beliau menginjakkan kakinya di Mesir seperti keyakinannya
bahwa beliau selamat di tempatnya sekarang. Meskipun demikian, rasa
rindunya untuk melakukan perjalanan kembali ke tempatnya mendorong Musa
segera menuju ke Mesir.
Musa cepat mengambil keputusan.Musa berkata kepada istrinya: "Besok kita akan memulai perjalanan ke Mesir."
Istrinya berkata dalam dirinya: "Di dalam perjalanan terdapat seribu
macam bahaya tetapi ketenangan tetap menghiasai wajah Musa."
Istri Musa tetap taat kepada Musa. Nabi Musa As sendiri
tidak mengetahui rahasia tentang keputusannya yang cepat untuk kembali
ke Mesir setelah sepuluh tahun beliau pergi melarikan diri, lalu mengapa
sekarang ia kembali ke sana? Apakah beliau rindu kepada ibunya dan
saudaranya? Apakah beliau berpikir untuk mengunjungi istri Fir'aun yang
telah mendidiknya layaknya ibunya dan sangat mencintainya layaknya
ibunya sendiri? Tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang terlintas
dalam diri Musa saat beliau berkeinginan untuk kembali ke Mesir.
Hanya saja, yang kita ketahui bahwa Nabi Musa As terbimbing dengan ketetapan-ketetapan Ilahi sehingga beliau tidak melangkahkan kakinya kecuali berdasarkan ketetapan tersebut.
Musa keluar bersama keluarganya dan melakukan perjalanan.
Bulan bersembunyi di balik gumpalan awan yang tebal, dan kegelapan
menyelimuti sana-sini. Sementara itu, petir menyambar sangat keras dan
langit menurunkan hujan. Cuaca tampak tidak bersahabat.
Di tengah-tengah perjalanannya, Musa tersesat. Musa mendapatkan dua
potongan batu kemudian beliau memukulkan kedua-nya dan menggesek-gesekan
keduanya agar mendapatkan api darinya sehingga beliau dapat berjalan.
Tetapi sayang, beliau tidak mampu melakukan hal itu. Angin yang bertiup
kencang memadamkan api kecil itu.
Nabi Musa As berdiri dalam keadaaan bingung dan tubuhnya tampak menggigil di tengah-tengah keluarganya. Kemudian Nabi Musa As
mengangkat kepalanya dan menyaksikan sesuatu dari jauh. Sesuatu yang
beliau saksikan adalah api yang sangat besar yang menyala-nyala dari
kejauhan. Maka hati Musa dipenuhi dengan rasa gembira. Ia berkata kepada
keluarganya: "Aku melihat api di sana."
Lalu beliau memerintahkan kepada mereka untuk tinggal di tempatnya
sehingga beliau pergi ke api itu. Barangkali di sana beliau mendapatkan
suatu berita atau akan menemukan seseorang yang dapat memberinya
petunjuk sehingga beliau tidak tersesat, atau beliau dapat membawa
sebagian api yang menyala sehingga tubuh mereka menjadi hangat.
Keluarganya melihat api yang diisyaratkan oleh Musa tetapi sebenarnya mereka tidak melihat sesuatu pun.
Mereka tetap menaatinya dan duduk sambil menunggu kedatangan Musa. Musa
bergerak menuju ke tempat api. Musa segera berjalan untuk menghangatkan
tubuhnya, sementara tangan kanannya memegang tongkatnya dan tubuhnya
tampak basah kuyup karena hujan.
Nabi Musa As tetap berjalan sampai ia mencapai suatu
lembah yang bernama Thua'. Beliau menyaksikan sesuatu yang unik di
lembah ini. Di lembah itu tidak ada rasa dingin dan tidak ada angin yang
bertiup. Yang ada hanya keheningan. Nabi Musa As mendekati api.
Belum lama beliau mendekatinya sehingga beliau mendengar suara panggilan:
"Maka tatkala dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia: 'Bahwa
telah diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu, dan
orang-orang yang berada di sekitarnya. Dan Maha Suci Allah, Tuhan
semesta alam." (QS. an-Naml: 8)
Tiba-tiba Nabi Musa As berhenti dan badannya menggigil.
Suara itu tampak terdengar dan datang dari segala tempat dan tidak berasal dari tempat tertentu.
Musa melihat api dan beliau kembali merasa menggigil. Beliau mendapati
suatu pohon hijau dari duri dan setiap kali pohon itu terbakar dan
berkobar api darinya maka pohon itu justru semakin hijau.
Seharusnya pohon itu berubah warnanya menjadi hitam saat terbakar,
tetapi anehnya api justru meningkatkan warna hijaunya. Musa tetap
menggigil meskipun beliau merasakan kehangatan dan tampak mulai
berkeringat.
Lembah yang di situ Musa berdiri adalah lembah Thua'. Musa meletakkan
kedua tangannya di atas kedua matanya karena saking dahsyatnya cahaya.
Beliau melakukan yang demikian itu sebagai usaha untuk melindungi kedua
matanya. Kemudian Musa bertanya dalam dirinya: Ini cahaya atau api?
Tiba-tiba beliau tersungkur ke tanah sebagai wujud rasa takut, lalu Allah SWT memanggil:
"Wahai Musa." (QS. Thaha: 11)
Musa mengangkat kepalanya dan berkata: "Ya."
Allah berfirman :
"Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu." (QS. Thaha: 12)
Musa semakin menggigil dan berkata: "Benar wahai Tuhanku."
Allah SWT berkata: "Maka lepaskanlah kedua sandalmu sesungguhnya engkau berada di lembah yang suci yang bernama Thua'."
Musa tertunduk dan rukuk sementara tubuhnya tampak gemetar dan beliau mulai melepas sandalnya
Allah SWT berkata : "Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa'. " (QS. Thaha: 12)
Musa rukuk dan melepas kedua sandalnya. Kemudian Allah SWT kembali berkata:
"Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan
diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada
Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat
untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku
merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan
apa yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan darinya
oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti
hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa." (QS. Thaha: 13-16)
Musa semakin gemetar saat beliau menerima wahyu Ilahi dan saat berdialog dengan Allah SWT.
Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang berfirman:
"Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa?" (QS. Thaha: 17)
Bertambahlah keheranan Nabi Musa As. Allah SWT adalah
Zat yang mengajaknya berbicara dan tentu Dia lebih mengetahui daripada
Musa tentang apa yang dipegangnya, lalu mengapa Allah SWT bertanya
kepadanya jika memang Dia lebih mengetahui darinya. Tak ragu lagi bahwa
di sana ada hikmah yang tinggi.
Musa menjawab pertanyaan itu dengan suaranya yang tampak mengigigil:
"Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun)
dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain
padanya." (QS. Thaha: 18)
Allah berfirman:
"Lemparkanlah ia, hai Musa!" (QS. Thaha: 19)
Musa melemparkan tongkatnya dari tangannya dan rasa herannya semakin menjadijadi.
Tiba-tiba Musa dikagetkan ketika melihat tongkat itu menjadi ular yang
besar. Ular itu bergerak dengan cepat. Musa tidak mampu lagi menahan
rasa takutnya. Musa merasa tubuhnya bergetar karena rasa takut. Musa
membalikkan tubuhnya karena takut dan ia mulai lari.
Belum lama ia lari, belum sampai dua langkah, Allah SWT memanggilnya:
"Hai Musa, janganlah kamu takut, sesungguhnya orang yang menjadikan rasul, tidak takut di hadapanku. " (QS. an-Naml: 10)
"Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman. " (QS. al-Qashash: 31)
Musa kembali memutar badannya dan berdiri. Tongkat itu tampak bergerak
dan ular itu pun tetap bergerak. Allah SWT berkata kepada Musa:
"Peganglah ia dan janganlah takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula. " (QS. Thaha: 21)
Musa mengulurkan tangannya ke ular itu dalam keadaan menggigil. Musa
belum sempat menyentuhnya sehingga ular itu menjadi tongkat. Demikianlah
perintah Allah SWT terjadi dengan cepat. Kemudian Allah SWT
memerintahkan kepadanya:
"Masukanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia keluar putih tidak
bercacat bukan karena penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke
dada)mu bila ketakutan. " (QS. al-Qashash: 32)
Musa meletakkan tangannya di kantongnya lalu ia mengeluarkannya dan
tiba-tiba tangan itu bersinar bagaikan bulan. Kembali rasa kagum Musa
bertambah. Lalu ia meletakkan tangannya di dadanya sebagaimana
diperintahkan Allah SWT padanya sehingga rasa takutnya benar-benar
hilang.
Musa merasa tenang dan terdiam. Kemudian Allah SWT memerintahkan
kepadanya —setelah beliau melihat kedua mukjizat ini, yaitu mukjizat
tangan dan mukjizat tongkat— untuk pergi menemui Fir'aun dan berdakwah
kepadanya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang dan Allah SWT
memerintahkan kepadanya untuk mengeluarkan Bani Israil dari Mesir.
Musa menampakkan rasa takutnya kepada Fir'aun. Musa berkata bahwa ia
telah membunuh seseorang di antara mereka dan beliau khawatir mereka
akan membunuhnya dan membalasnya. Musa meminta kepada Allah SWT dan
memohon kepada-Nya agar mengirim saudaranya Harun bersamanya.
Allah SWT menenangkan Musa dengan mengatakan bahwa Dia akan selalu
bersama mereka berdua. Dia mendengar dan menyaksikan gerak-gerik dan
perbuatan mereka. Meskipun Fir'aun terkenal dengan kejahatannya dan
kekuatannya, namun kali ini Fir'aun tidak akan mampu mengganggu atau
menyakiti mereka. Allah SWT memberitahu Musa bahwa Dia-lah yang akan
menang.
Musa berdoa dan memohon kepada Allah SWT agar melapangkan hatinya dan
memudahkan urusannya serta memberinya kekuatan dalam berdakwah di
jalan-Nya.
Allah SWT berfirman:
"Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa ? Ketika ia melihat api,
lalu berkatalah ia kepada keluarganya: 'Tinggallah kamu (di sini),
sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit
darinya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu. Maka
ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: Hai Musa, sesungguhnya
Aku adalah Tuhanmu. Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya
kamu berada di lembah yang suci, Thuwa'. Dan Aku telah memilih kamu,
maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku
ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah
Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat
itu akan datang. Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri
itu dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu
kamu dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan
oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa.
Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musaf'Ini adalah tongkatku,
aku bertelehan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambinghu,
dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.' Allah berfirman:
Lemparkanlah ia, hai Musa!' Lalu dilemparkanlah tongkat itu, maka
tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Peganglah ia
dan janganlah takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya
semula, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia ke luar menjadi
putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain (pula), untuk
Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang
besar. Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia telah melam-paui batas.
Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah
untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahhu, supaya mereka
mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari
keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku,
dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih
kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah
Maha Melihat (keadaan) kami.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya telah
diperkenankan permintanmu, hai Musa.' Dan sesungguhnya Kami telah
memberi nikmat kepadamu pada kali yang lain, yaitu ketika Kami
mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan, yaitu: Letakkanlah ia
(Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka
pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir'aun)
musuh-Ku dan musuhnya.' Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang
yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku.
(Yaitu) ketika saudammu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada
(keluarga Fir'aun): 'Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan
memeliharanya?' Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang
hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh seorang
manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah
mencobamu dengan beberapa cobaan; maka kamu tinggal beberapa tahun di
antara penduduk Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang
ditetapkan hai Musa, dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku. " (QS.
Thaha: 9-41)
Kita tidak mengetahui apa yang kita akan katakan dan apa yang kita
komentari berkaitan dengan firman Allah SWT kepada salah seorang
hamba-Nya: "Dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku." Allah SWT telah
memilih Musa. Itu adalah salah satu puncak kemuliaaan di mana tidak ada
seseorang pun di zaman itu yang mampu mencapainya selain Musa.
Nabi Musa As kembali untuk menemui keluarganya setelah Allah SWT memilihnya sebagai Rasul atau utusan untuk berdakwah ke Fir'aun. Akhirnya, Nabi Musa As
beserta kaluarganya berjalan menuju ke Mesir. Hanya Allah SWT yang
mengetahui pikiran-pikiran apa yang terlintas di dalam diri Musa saat
beliau mengayunkan langkahnya menuju ke Mesir.
Selesailah masa-masa perenungan dan dimulailah hari-hari kedamaian dan
kebahagiaan, dan akhirnya datanglah hari-hari yang sulit.
Demikianlah Nabi Musa As memikul amanat kebenaran dan
pergi untuk menyampaikannya kepada salah satu penguasa yang paling
bengis dan paling kejam dan paling jahat di zamannya.
Nabi Musa As mengetahui bahwa Fir'aun adalah orang yang
jahat. Fir'aun akan berusaha memberhentikan langkah dakwahnya dan
Fir'aun akan menentangnya tetapi Allah SWT memerintahkannya untuk pergi
ke Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan kelembutan dan kasih sayang.
Allah SWT mewahyukan kepada Musa bahwa Fir'aun tidak akan beriman tetapi Nabi Musa As tidak peduli dengan hal itu. Beliau diperintahkan untuk melepaskan Bani Israil yang sedang disiksa oleh Fir'aun.
Allah SWT berkata kepada Musa dan Harun :
"Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah:
'Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani
Israil bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka." (QS. Thaha: 47)
Inilah tugas yang ditentukan, yaitu tugas yang akan berbenturan dengan ribuan tantangan.
Fir'aun menyiksa Bani Israil dan menjadikan mereka budak-budak dan
memaksa mereka untuk bekerja di luar kemampuan mereka. Fir'aun juga
menodai kehormatan wanita-wanita mereka dan menyembelih anak laki-laki
mereka.
Nabi Musa As mengetahui bahwa rezim Mesir berusaha
untuk memperbudak Bani Israil dan mengeksploitasi mereka di luar
kemampuan mereka demi kepentingan penguasa. Tetapi Nabi Musa As
tetap memperlakukan dan menghadapi Fir'aun dengan penuh kelembutan dan
kasih sayang sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT padanya:
"Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah
melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan
kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (QS.
Thaha: 43-44)
Musa bercerita kepada Fir'aun tentang siapa sebenarnya Allah SWT,
tentang rahmat-Nya, tentang surga-Nya, dan tentang kewajiban
mengesakan-Nya dan menyembah-Nya.
Beliau berusaha membangkitkan aspek-aspek kemanusiaan Fir'aun melalui pembicaraan tersebut.
Fir'aun mendengarkan apa yang dikatakan oleh Musa dengan penuh
kebosanan. Fir'aun membayangkan bahwa seseorang yang di hadapannya
adalah orang gila yang nekad untuk menentang dan menggoyang
kedudukannya.
Kemudian Fir'aun mengangkat tangannya dan berbicara: "Apa yang engkau inginkan, hai Musa?"
Musa menjawab: "Aku ingin agar engkau membebaskan Bani Israil."
Fir'aun bertanya: "Mengapa aku harus membebaskan mereka bersamamu sementara mereka adalah budak-budakku?"
Musa menjawab: "Mereka adalah hamba-hamba Allah SWT, Tuhan Pengatur alam semesta."
Dengan nada mengejek Fir'aun bertanya: "Bukankah engkau mengatakan bahwa namamu Musa?"
Musa menjawab: "Benar."
Fir'aun berkata: "Bukankkah engkau yang kami temukan di sungai Nil saat
engkau masih kecil yang tidak mempunyai daya dan kekuatan? Bukankah
engkau Musa yang aku didik di istana ini, lalu engkau memakan makanan
kami dan meminum air kami, dan engkau menikmati kebaikan-kebaikan dari
kami? Bukankah engkau yang membunuh seseorang lalu setelah itu engkau
lari? Tidakkah engkau ingat semua itu? Bukankah mereka mengatakan bahwa
pembunuhan merupakan suatu kekufuran? Kalau begitu, engkau seorang kafir
dan engkau seorang pembunuh. Jadi engkau adalah Musa yang lari dari
hukum Mesir. Engkau adalah seseorang yang lari dan menghindari keadilan.
Lalu sekarang engkau datang kepadaku dan berusaha berbicara denganku.
Engkau berbicara tentang apa hai Musa. Sungguh aku telah lupa."
Musa mengerti bahwa Fir'aun mengingatkan padanya tentang masa lalunya
dan Fir'aun berusaha menunjukkan kepadanya bahwa ia telah mendidiknya
dan berlaku baik padanya. Musa juga memahami bahwa Fir'aun mengancamnya
dengan pembunuhan.
Musa memberitahu Fir'aun, bahwa ia bukan seorang kafir ketika membunuh
seorang Mesir tetapi saat itu beliau melakukannya dengan tidak sengaja.
Musa memberitahu Fir'aun bahwa ia lari dari Mesir karena khawatir akan
pembalasan mereka. Pembunuhan yang dilakukan olehnya bersifat tidak
sengaja. Musa tidak bermaksud untuk membunuh seseorang.
Musa telah memberitahu Fir'aun bahwa Allah SWT telah memberinya hikmah dan menjadikannya salah seorang Rasul.
Allah SWT menceritakan sebagian dialog antara Musa dan Fir'aun dalam surah as-Syuara' sebagaimana firman-Nya:
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu menyeru Musa (dengan firman-Nya):
'Datangilah kaum yang lalim itu, (yaitu) kaum Fir'aun. Mengapa mereka
tidak bertakwa? Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut bahwa
mereka akan mendustakan aku. Dan (karenanya) sempitlah dadaku dan tidak
lancar lidahku maka utuslah (Jibril) kepada Harun. Dan aku berdosa
terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku.' Allah
berfirman: 'Janganlah takut (mereka tidak akan dapat membunuhmu), maka
pergilah kamu berdua dengan membawa ayat-ayat Kami (mukjizat-mukjizat);
sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan (apa-apa yang mereka katakan).
Maka datanglah kamu berdua kepada Fir'aun dan katakanlah: 'Sesungguhnya
kami adalah Rasul Tuhan semesta alam, lepaskanlah Bani Israil (pergi)
beserta kami.' Fir'aun menjawab: 'Bukankah kami telah mengasuhmu di
antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal
bersama kami beberapa tahun dari umurmu, dan kamu telah berbuat suatu
perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan
orang-orang yang tidak membalas guna.' Berkata Musa: 'Aku telah
melakukannya, sedang aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf.
Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepadamu, hemudian
Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di
antara rasul-rasul. " (QS. as-Syu'ara: 10-21)
Kemudian bangkitlah emosi Nabi Musa As ketika Fir'aun mengingatkan bahwa ia telah berbuat baik kepada Musa.
Musa bangkit dan berbicara kepadanya:
"Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israil." (QS. asy-Syu'ara: 22)
Musa ingin berkata kepadanya, apakah engkau mengira bahwa nikmat yang
engkau berikan kepadaku lalu engkau merasa telah berbuat baik padaku, di
mana aku adalah salah seorang lelaki dari kalangan Bani Israil? Apakah
nikmat ini sebanding dengan cara-caramu memperlakukan bangsa yang besar
ini di mana engkau memperbudak mereka; engkau memperkerjakan mereka
dengan cara yang semena-mena. Jika ini memang demikian maka logika
mengatakan bahwa kita seimbang: tiada yang berutang dan tiada yang
meminjam. Jika tidak demikian maka siapa yang memberikan bagian yang
lebih besar?
Alhasil masalahnya adalah dakwah di jalan Allah SWT, yaitu satu urusan
yang aku tidak membawa kepadamu dari diriku sendiri. Aku bukan utusan
dari bangsa Bani Israil. Aku bukan juga utusan dari diriku sendiri
tetapi aku adalah seorang utusan dari Allah SWT. Aku adalah utusan Tuhan
Pengatur alam semesta.
Sampai pada tahap ini Fir'aun mulai memasuki pembicaraan lebih serius:
Fir'aun bertanya:"Siapakah Tuhan semesta alam itu?" (QS. asy-Syu'ara': 23)
Musa Menjawab:"Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di
antaranya keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang)
mempercayai-Nya." (QS. asy-Syu'ara': 24)
Berkata Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: "Apakah kamu tidak mendengarkan?" (QS. asy-Syu'ara': 25)
Musa berkata dan tidak mempedulikan ejekan Fir'aun itu:
"Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu. " (QS. asy-Syu'ara': 26)
Fir'aun berkata kepada mereka yang datang bersama Musa dari Bani Israil:
"Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar
orang gila."
Musa kembali berkata dan tidak memperhatikan tuduhan Fir'aun dan ejekannya:
"Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara
keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal. " (QS.
asy-Syu'ara': 28)
Allah SWT menceritakan sebagian dialog yang terjadi antara Fir'aun dan Musa dalam surah as-Syu'ara':
"Fir'aun bertanya: 'Siapakah Tuhan semesta alam itu?' Musa Menjawab:
'Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya
(itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya.'
Berkata Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: 'Apakah kamu tidak
mendengarkan?' Musa berkata: "Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang
kamu yang dahulu.' Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya Rasulmu yang diutus
kepada kamu sekalian benar-benar oranggila.' Musa berkata: 'Tukanyang
menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah
Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal.'" (QS. asy-Syu'ara': 23-28)
Allah SWT mengingatkan dalam surah Thaha sebagian dari peristiwa pertemuan antara Fir'aun dan Nabi Musa As. Allah SWT berfirman:
"Maka datanglah kamu kedua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah:
'Sesungguhnya kami berdua adalah utnsan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani
Israil bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya
kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami)
dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang
mengikuti petunjuk. Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahwa
siksa itu (ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling.'
Berkata Fir'aun: 'Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa.' Musa
berkata: 'Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada
tiap-tiap sesuatu bentuk hejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.'
Berkata Fir'aun: 'Maka bagaimanakah headaan-keadaan umat-umat yang
dahulu? Musa menjawab: 'Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku, di
dalam sebuah kitab. Tuhan kami tidak akan salah dan tidak akan salah
(pula) lupa.'" (QS. Thaha: 47-52)
Kita perhatikan bahwa Fir'aun tidak bertanya kepada Nabi Musa As
tentang Tuhan Pengatur alam atau Tuhan Musa dan Harun dengan maksud
bertanya sesungguhnya atau pertanyaan yang bermaksud untuk mengetahui
kebenaran tetapi perkataan yang dilontarkan Fir'aun semata-mata hanya
untuk mengejek.
Nabi Musa As as menjawabnya dengan jawaban yang sempurna dan mengena. Nabi Musa As
berkata: "Sesungguhnya Tuhan kami adalah Dia yang memberi sesuatu
ciptaannya kemudian Dia membimbing ciptaannya. Dialah sang Pencipta. Dia
menciptakan berbagi macam makhluk dan Dia juga yang membimbingnya
sesuai dengan kebutuhannya sehinga makhluk-makhluk tersebut dapat
menjalani kehidupan dengan baik. Allah SWT-lah yang megerahkan segala
sesuatu; Allah SWT-lah yang menguasai segala sesuatu; Allah SWT-lah yang
mengetahui segala sesuatu; Allah SWT-lah yang menyaksikan segala
sesuatu."
Al-Qur'an al-Karim mengungkapkan semua itu dalam ungkapan yang sederhana namun padat artinya, yaitu dalam firman-Nya:
"Musa berkata: "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada
tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk."
(QS. Thaha: 50)
Kemudian Fir'aun bertanya, "lalu bagaimana keadaan manusia-manusia yang
hidup di abad-abad pertama di mana mereka tidak menyembah Tuhanmu ini?"
Fir'aun masih ingkar dan mengejek dakwah Nabi Musa As.
Nabi Musa As menjawab: "Bahwa masa-masa yang dahulu di
mana mereka tidak menyembah Allah SWT adalah masalah yang semua itu
berada di sisi Allah SWT. Atau dalam kata lain, semua itu diketahui oleh
Allah SWT. Keadaan di masa-masa yang dahulu tercatat dalam kitab Allah
SWT. Allah SWT menghitung apa yang mereka kerjakan di dalam kitab. Allah
SWT tidak pernah lupa."
Jawaban Nabi Musa As tersebut berusaha menenangkan
Fir'aun tentang orang-orang yang hidup di masa-masa pertama. Jadi Allah
SWT mengetahui segala sesuatu dan mencatat apa saja yang dilakukan
manusia dan Allah SWT tidak menyia-nyiakan pahala mereka.
Kemudian Nabi Musa As kembali menyempurnakan dan menyelesaikan pembicaraannya tentang sifat Tuhannya:
"Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah
menjadihan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit
air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari
tumbuh-tumbuhan. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu.
Sesungguhnya pada yang dernikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan
Allah bagi orang-orang yang berakal. Dari bumi (tanah) itulah Kami
menjadikan kamu dan darinya Kami akan mengembalikan kamu dan darinya
Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain. " (QS. Thaha: 53-55)
Nabi Musa As menarik perhatian Fir'aun tentang tanda-tanda kebesaran Allah SWT di alam semesta. Nabi Musa As menunjukkan kepadanya bagaimana gerakan angin, hujan, dan tumbuh-tumbuhan. Kemudian Nabi Musa As juga menunjukkan bagaimana pengaruh semua itu pada bumi.
Musa memberitahu kepada Fir'aun bahwa Allah SWT menciptakan manusia dari
tanah dan setelah itu Dia akan mengembalikan padanya dengan kematian
lalu mengeluarkan manusia darinya di hari kebangkitan. Jadi, di sana
terjadi hari kebangkitan dan pada hari kiamat manusia akan menghadap
kepada Allah SWT. Tidak ada seseorang pun yang dikecualikan dari hal
itu. Semua hamba Allah SWT akan berdiri dihadapan-Nya pada hari kiamat,
termasuk Fir'aun.
Musa datang kepada Fir'aun sebagai pembawa berita gembira dan sebagai
pemberi peringatan, tetapi peringatan dari Musa ini tidak membikin
Fir'aun merenung dan mendapatkan pelajaran namun justru dialog antara
dirinya dan Musa semakin menajam.
Bisa dikatakan bahwa dialog di antara mereka menjadi pertentangan.
Ketajaman dialog mulai menghangat. Kemudian berubahlah bahasa dialog
itu. Musa berusaha menyampaikan argumentasi yang sangat kuat kepada
Fir'aun. Musa berusaha membawa argumentasi rasional tetapi Fir'aun
berusaha keluar dari ruang lingkup dialog yang berdasarkan logika yang
sehat.
Fir'aun berusaha menggunakan dialog dalam bentuk yang baru, yaitu suatu
cara yang Musa tidak mampu lagi melawannya. Ia mulai menyerang Musa dan
mengancamnya.
Fir'aun menujukkan penentangannya kepada kebenaran yang dibawa oleh Musa. Fir'aun acuh tak acuh terhadap dakwah Nabi Musa As.
Fir'aun mulai menyerang pribadi Musa. Ia mulai mempersoalkan pakaian
Musa dan kedudukan sosialnya bahkan ia pun menyerang cara Musa
berbicara. Setelah menghina Musa sedemikian rupa, Fir'aun sengaja
memakai metode kekuatan mutlak.
Fir'aun bertanya kepada Musa, bagaimana ia berani menentang penyembahan
terhadap dirinya; bagaimana Musa menyembah selain dirinya; tidakkah Musa
mengetahui bahwa Fir'aun adalah tuhan? Bagaimana Musa tidak mengetahui
hakikat ini padahal ia terdidik di istana Fir'aun dan sangat mengenal
lingkungan di sekitar Fir'aun? Setelah Fir'aun menyampaikan tentang
ketuhanan-nya secara mendasar, ia bertanya kepada Musa, bagaimana Musa
berani menyembah tuhan selain dirinya.
Ini berarti bahwa Musa ingin dijebloskan ke dalam penjara. Tiada
ketentuan di sisi kami bagi orang yang menyembah selain Fir'aun kecuali
penjara adalah tempatnya:
"Fir'aun berkata: 'Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku,
benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan.'"
(QS. asy-Syu'ara': 29)
Musa mengetahui bahwa argumentasi-argumentasi rasional tidak lagi bermanfaat.
Dialog yang tenang dan sehat berubah menjadi ejekan dan hinaan serta pada akhirnya menjadi ancaman hukuman penjara.
Musa mengetahui bahwa telah tiba waktunya untuk menunjukkan mukjizat
yang dibawanya. Setelah diancam akan dijebloskan ke dalam penjara, ia
berkata kepada Fir'aun:
"Musa berkata: 'Dan apakah (kamu akan melakukan ini) kendatipun aku
tunjukkan kepadamu sesuatu (keterangan) yang nyata?'" (QS. asy-Syu'ara':
30)
Musa menantang kepada Fir'aun dan Fir'aun menerima tantangannya. Fir'aun ingin tahu sejauh mana kebenaran Musa.
"Fir'aun berkata: 'Datangkanlah sesuatu (keterangan) yang nyata itu,
jika kamu adalah termasuk orang-orang yang benar.'" (QS. asy-Syu'ara':
30-31)
Musa melemparkan tongkatnya di ruangan yang besar itu. Mula-mula Fir'aun
menganggap bahwa tongkat yang dibawanya jatuh karena Musa gemetar
menghadapinya. Setelah Fir'aun meminta padanya bukti atas kebenaran
dakwahnya.
Tiba-tiba tongkat yang menyentuh tanah itu berubah menjadi ular yang
besar yang bergerak dengan cepat dan gesit. Ular itu menuju ke arah
Fir'aun. Fir'aun tampak pucat karena takut. Ia tampak gemetar di
kursinya kemudian ia berteriak agar mereka menjauhkan ular itu darinya.
Nabi Musa As mengulurkan tangannya ke ular itu lalu
ular itu kembali menjadi tongkat yang ada di tangannya sebagaimana
semula. Setelah peristiwa itu, keheningan menyeliputi istana Fir'aun.
Nabi Musa As kembali menunjukkan kepada orang-orang yang berdiri di sekitarnya, mukjizatnya yang kedua.
Musa memasukkan tangannya di sakunya lalu mengeluarkannya. Tiba-tiba
tangan itu menjadi putih seperti bulan; tangan itu tiba-tiba
mengeluarkan cahaya yang memenuhi penjuru istana. Akhirnya, semua orang
yang hadir di situ merasakan kekaguman yang luar biasa sedangkan Fir'aun
wajahnya tampak menghijau karena saking takutnya.
Allah SWT berfirman:
"Maka Musa melemparkan tongkatnya, yang tiba-tiba tongkat itu
(menjadi) ular yang nyata. Dan ia menarik tangannya (dari dalam
bajunya), maka tiba-tiba tangan itu jadi putih (bersinar) bagi
orang-orang yang melihatnya." (QS. asy-Syu'ara': 32-33)
Keheningan semakin menyelimuti istana Fir'aun. Pengaruh dua mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa As tertanam pada jiwa orang-orang yang hadir di situ.
Pertama-tama mereka merasakan ketakutan dalam diri mereka kemudian Nabi Musa As mengembalikan tangannya ke sakunya lalu tangannya kembali seperti semula.
Fir'aun berkata: "Sekarang, pergilah kalian berdua. Nanti kita akan lanjutkan perbincangan kita."
Musa memalingkan wajahnya dan keluar dari istana. Fir'aun tampak
terpukul atas peristiwa itu. Pikirannya mulai berputar-putar. Ia
membayangkan apa yang terjadi di istananya dan di wilayah kekuasaannya
seandainya berita tentang dua mukjizat itu tersebar di tengah-tengah
manusia, lalu manusia mulai membicarakan tentang Musa dan Harun.
Fir'aun mengeluarkan perintahnya agar orang-orang yang melihat peristiwa
itu tidak membuka hal itu kepada masyarakat umum, tetapi para pembantu
istana dan sebagian dari Bani Israil menyaksikan dua peristiwa itu.
Akhirnya, mulailah terjadi perbincangan di tengah-tengah masyarakat
ramai tentang dua mukjizat itu. Fir'aun benar-benar terdiam ketika
menghadapi dua mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa As.
Ketika Musa keluar dari istana Fir'aun yang sebelumnya merasa takut dan
gemetar, kini menjadi marah. Ia meluapkan kemarahan itu kepada
menterinya dan para pembantunya. Tiba-tiba ia bersikap kasar kepada
mereka tanpa sebab yang diketahui. Fir'aun memerintahkan mereka untuk
keluar dari ruangannya dan meningggalkan dirinya sendirian.
Fir'aun berusaha untuk menghadapi masalah itu dengan lebih tenang.
Fir'aun meminum beberapa gelas dari minuman keras tetapi rasa marahnya
belum hilang juga. Kemudian ia mengeluarkan perintah untuk mengumpulkan
orang-orang dekatnya dan semua para menteri di istana serta para
pemimpin di Mesir.
Fir'aun mengeluarkan perintahnya kepada Haman, salah satu ketua para menterinya untuk mengepalai pertemuan tersebut.
Kemudian para pembesar dari kaum Fir'aun berkumpul. Fir'aun memasuki
ruang pertemuan dan wajahnya tampak emosi. Jelas sekali Fir'aun tidak
mau menerima dengan mudah adanya tuhan lain yang disembah orang-orang
Mesir selain dirinya. Fir'aun cukup berbahagia ketika ia menguasai Mesir
dari memerintah dengan semaunya. Tiba-tiba, ia dikagetkan dengan
kedatangan Musa yang ingin menghancurkan apa saja yang telah
dibangunnya. Musa mengatakan pada dirinya bahwa di sana ada Tuhan yang
Esa yang tiada Tuhan lain selain-Nya di alam semesta. Ini berarti bahwa
Fir'aun adalah seorang pembohong.
Pemikiran ini menghantui kepala Fir'aun sehingga Fir'aun menoleh kepada
ketua para menterinya yaitu Haman akhirnya pertemuan bersejarah itu
diadakan.
Tidak ada seorang pun yang berani membuka mulutnya.
Fir'aun membuka pertemuan itu dengan secara tiba-tiba ia melontarkan
pertanyaan kepada Haman: "Apakah aku seseorang pembohong wahai Haman?"
Haman menunduk dan bertanya: "Siapa yang berani menentang Fir'aun?"
Fir'aun berkata dengan marah: "Musa."
Bukankah ia mengatakan bahwa ada tuhan lain di langit."
Dengan mantap Haman menjawab: "Sungguh wahai tuanku, Musa berbohong."
Fir'aun berkata dalam keadaan memutar wajahnya ke arah yang lain: "Aku mengetahui bahwa ia berbohong."
Kemudian Fir'aun kembali menoleh ke Haman:
"Dan berkatalah Fir'aun: 'Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah
bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu)
pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya
aku memandangnya seorang pendusta.'" (QS. al-Mu'min: 36-38)
Fir'aun mengeluarkan perintah untuk membangun suatu bangunan yang kokoh
dan tinggi di mana ketinggiannya mampu mencapai langit. Perintah Fir'aun
itu berdasarkan peradaban Mesir yang lagi maju di mana mereka cenderung
membangun bangunan yang spektakuler.
Namun Fir'aun lupa pada aturan-aturan teknik pembangunan. Meskipun
demikian, Haman bersikap munafik, padahal ia mengetahui kemustahilan
membangun sesuatu bangunan semegah dan setinggi itu.
Haman berkata: "Saya ingin melaksanakan perintah untuk mendirikan
bangunan itu sesegera mungkin, tetapi wahai tuanku dan izinkanlah aku
untuk pertama kalinva aku menentang perintahmu. Sungguh engkau tidak
akan mendapati sesuatu pun di langit. Tidak ada di sana Tuhan selain
dirimu."
Fir'aun mendengar penolakan ketua para menterinya itu dengan sangat
puas, seakan-akan ia mendengarkan suatu hakikat yang ditetapkan.
Kemudian dalam perkumpulan yang terkenal itu, Fir'aun melontarkan
kata-katanya yang bersejarah:
"Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku." (QS. al-Qashash: 38)
Semua yang hadir di tempat itu menundukkan kepala tanda setuju.
Di antara mereka terdapat dua atau tiga orang yang masih memiliki akal
sehat. Ketiga orang itu mengetahui bahwa sebenarnya Fir'aun adalah
seorang pembohong. Meskipun demikian, mereka membiarkan kebohongan itu
dan memilih apa yang disetujui oleh Fir'aun.
Tentu persetujuan ini berakibat pada masyarakat Mesir yang harus
membayar mahal hasil dari persetujuan itu. Para tentara Mesir, para
pembesar istana, dan para dukun tunduk kepada kegilaan Fir'aun.
Fir'aun berkata dengan maksud bertanya kepada para penasihatnya: "Apa
yang kalian katakan tentang Musa?" Haman berkata: "Ia adalah seorang
yang pembohong."
Salah seorang menteri yang lain berkata: "Saya kira ia adalah seorang yang gila."
Sementara itu salah seorang dukun berkata: "—Tampaknya ia khawatir
mereka akan mencurigainya jika ia tidak mengatakan sesuatu pun kepada
mereka— saya kira ia terkena kegilaan."
Fir'aun memutus pembicaraan mereka dengan mengatakan: "Sungguh kalian
menggambarkan Musa macam-macam, namun kalian belum menjawab
pertanyaanku. Apa sebenarnya maunya Musa? Apa sebenarnya persekongkolan
yang disembunyikannya."
Para penasihat terdiam karena rasa takut dan sebagai bentuk kemunafikan
terhadap Fir'aun. Mereka hanya menunggu Fir'aun mengucapkan
kalimat-kalimat tertentu lalu mereka menirukannya dengan mulut-mulut
mereka layaknya burung beo.
Setelah keheningan menyelimuti ruangan itu, Fir'aun berkata: "Aku kira
bahwa Musa adalah salah satu tukang sihir yang hebat. Ia ingin
mengeluarkan kalian dari negeri kalian dengan sihirnya. Lalu
persekongkolan apa yang kalian siapkan?"
Adalah hal yang maklum di rezim kekuasaan mutlak bahwa perkumpulan yang
dihadiri oleh para pembesar dan para menteri untuk mengeluarkan pandapat
sesama mereka berarti hanya sekedar untuk mengulang-ulang dan menerima
keputusan mutlak dari penguasa.
Para penasihat berkata —setelah Fir'aun memberi mereka kesempatan untuk
mengutarakan pendapat: "Sungguh benar apa yang dikatakan oleh Fir'aun.
Musa adalah seorang tukang sihir. Kalau begitu, masalahnya telah
selesai. Kita akan mengembalikan Musa dan saudaranya, dan kita akan
menyebarkan perintah Fir'aun di Mesir untuk menghadirkan tukang sihir.
Jika para tukang sihir telah datang dan berdiri di hadapan Musa, maka
mereka akan dapat membuktikan bahwa Musa memang tukang sihir dan mereka
akan mampu mengalahkannya. Dengan cara demikian, kita dapat
memperdayanya di hadapan orang-orang Mesir dan anak-anak Bani Israil."
Perundingan bersejarah itu sepakat untuk melaksanakan hal itu.
Sepuluh orang dari pembantu Fir'aun keluar dari istana Fir'aun dengan
menunggangi kendaraan mereka dan mereka segera berpencar di seluruh
penjuru Mesir. Kemudian diumumkan pada hari kedua di pasar-pasar Mesir
bahwa seluruh jago-jago sihir hendaklah menuju ke istana Fir'aun untuk
mendengarkan suatu perintah atau suatu urusan yang penting.
Fir'aun memanggil Nabi Musa As dan berusaha mengancamnya dan menakut-nakutinya tetapi Nabi Musa As tampak tenang.
Fir'aun berkata kepada Nabi Musa As: "Sesungguhnya
engkau seorang tukang sihir, dan aku menetapkan untuk menyingkap kedokmu
di hadapan semua orang. Tidak lama lagi para tukang sihir akan datang."
Nabi Musa As bertanya: "Kapan aku akan bertemu dengan tukang sihir itu?"
Fir'aun berkata: "Di sana terdapat suatu pertemuan atau acara yang
sebentar lagi akan dimulai yang dihadiri oleh banyak orang. Yaitu hari
di mana angin bertiup dengan sepoi-sepoi; hari di mana bumi berhias diri
menyambut kedatangan musim semi. Sungguh itu suatu pertemuan yang
menakjubkan dan engkau akan dikalahkan. Sekarang aku beri kesempatan
kamu untuk mencabut dakwahmu. Aku memberikan kesempatan yang terakhir
bagimu untuk menyelamatkan kehormatanmu."
Musa berkata dengan tidak memperhatikan perkataan Fir'aun yang terakhir:
"Kami sepakat atas pertemuan itu. Kami akan hadir di hari itu di mana
manusia akan berkumpul di pagi hari."
Fir'aun bertanya: "Kapan engkau akan datang?"
Musa berkata: "Insya Allah aku akan hadir di waktu fajar di permulaan siang."
Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah perlihatkan kepadanya (Fir'aun)
tanda-tanda kekuasaan Kami semuanya, maka ia mendustakan dan enggan
(menerima kebenaran). Berkata Fir'aun: 'Adakah kamu datang kepada kami
untuk mengusir kami dari negeri kami (ini) dengan sihirmu, hai Musa! Dan
kami pun pasti akan mendatangkan (pula) kepadamu sihir semacam itu,
maka buatlah suatu waktu untuk pertemuan antara kami dan kamu, yang kami
tidak akan menyalahinya dan tidak (pula) kamu di suatu tempat yang
pertengahan (letaknya).' Berkata Musa: "Waktu untuk pertemuan (kami
dengan) kamu itu ialah di hari raya dan hendaklah dikumpulkan manusia
pada waktu matahari sepenggalahan naik.'" (QS. Thaha: 56-59)
Nabi Musa As pergi dalam keadaaan tenang. Kemudian para utusan tukang sihir datang ke istana Fir'aun.
Ketika semua berkumpul, Fir'aun memerintahkan agar mereka semua
menemuinya. Ketika masuk menemui Fir'aun, para tukang sihir sujud
kepadanya.
Fir'aun memerintahkan mereka untuk berdiri, kemudian Fir'aun mulai
berjalan-jalan di antara mereka sambil mengamati wajah mereka dan
pakaian mereka.
Fir'aun tampak terdiam memikirkan sesuatu dan tiba-tiba ia berdiri dan
berkata: "Wahai para tukang sihir, kami sekarang menghadapi problem yang
kecil dan kami telah memerintahkan agar kalian dihadirkan untuk
memecahkan problem itu."
Para tukang sihir itu menundukkan kepalanya dan mereka mendengarkan dengan hikmat.
Fir'aun kembali berkata: "Salah seorang lelaki datang kepada kami dan ia
mengaku utusan Allah SWT; seorang lelaki yang bernama Musa dan bersama
saudaranya, Harun. Musa ini adalah tukang sihir yang mahir, lebih
tangkas dan lebih hebat dari Harun. Oleh karena itu, kalian harus
mengalahkannya dengan kekalahan yang telak sehingga ia tidak mampu lagi
mengangkat kepalanya karena rasa malu."
Para tukang sihir tetap menundukkan kepalanya dan mereka terdiam.
Fir'aun berkata: "Mengapa seseorang di antara kalian tidak bertanya kepadaku tentang sihirnya Musa."
Salah seorang tukang sihir dengan tenang berkata: "Kami menunggu tuan
yang agung menceritakannya kepada kami. Kami tidak ingin memutus
pembicaraanmu wahai tuan."
Dengan nada marah, Fir'aun berkata: "Musa melemparkan tongkatnya dan
tiba-tiba tongkatnya itu menjadi ular yang sangat besar lalu ia mencabut
tangannya dan tiba-tiba tangannya menjadi putih yang menakjubkan
orang-orang yang melihatnya."
Tampak senyum manis menghiasi wajah-wajah para tukang sihir dan salah
seorang mereka berkata: "Hendaklah hati Fir'aun tenang. Ini adalah
permainan kuno; permainan tongkat yang berubah menjadi ular.
Sesungguhnya itu hanya sekadar imajinasi yang menipu orang-orang yang
melihatnya, yang seakan-akan ia bergerak padahal ia tetap di tempatnya."
Fir'aun berkata: "Aku tidak ingin untuk memasuki perdebatan sekitar
masalah pembuatan sihir. Yang aku inginkan agar kalian mengalahkan Musa.
Kami telah sepakat untuk bertemu pada hari ketika musim semi akan tiba.
Masyarakat Mesir semuanya akan berkumpul. Mereka akan menyaksikan
kalian saat kalian mengalahkannya. Oleh karena itu, kalian harus dapat
mengalahkannya."
Selesailah perkataan Fir'aun. Ia menunggu para tukang sihir meninggalkannya tapi mereka masih berdiri.
Salah seorang mereka bertanya: "Mengapa tuan kita Fir'aun tidak
berbicara kepada kita tentang urusan yang lebih penting seandainya kita
dapat mengalahkan Musa?"
Dengan keheranan Fir'aun bertanya: "Apa sesuatu yang lebih penting itu?"
Salah seorang tukang sihir berkata: "Tentu kami minta upah jika kami menang."
Dengan tertawa, Fir'aun berkata: "Jangan khawatir, aku akan memuaskan
kalian. Kalian akan menjadi orang-orang yang dekat. Kami akan mengadakan
pekerjaan-pekerjaan baru di istana bagi para tukang sihir. Kalian
jangan khawatir. Tenanglah karena kalian akan menerima upah yang layak."
Fir'aun tertawa melihat kepercayaan para tukang sihir kepada diri
mereka, kemudian ia memerintahkan agar mereka meninggalkan tempatnya.
Lalu ia sendiri menuju ke meja makan siang. Fir'aun duduk sambil makan.
Ia berkata sambil menyantap paha kambing yang besar: "Semenjak Musa
datang selera makanku terganggu. Namun sekarang, kehancuran Musa sudah
dekat."
Allah SWT berfirman:
"Dan Musa berkata: 'Hai Fir'aun, sesungguhnya aku ini adalah seorang
utusan dari Tuhan alam semesta, wajib atasku tidak mengatakannya sesuatu
terhadap Allah, kecuali yang hak. Sesungguhnya aku datang kepadamu
dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani
Israil (pergi) bersama aku.' Fir'aun menjawab: 'Jika benar kamu membawa
sesuatu bukti, maka datangkanlah bukti itu jika (betul) kamu termasuk
orang-orang yang benar.' Dan dia mengeluarkan tangannya, maka ketika itu
juga tangan itu menjadi putih bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang
yang melihatnya. Pemuka-pemuka kaum Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya Musa
ini adalah ahli sihir yang pandai, yang bermaksud hendak mengeluarkan
kamu dari negerimu.' (Fir'aun berkata): 'Maka apakah yang hamu
anjurkan?' Pemuka-pemuka itu menjawab: 'Beritahulah ia dan
saudara-saudaranya serta kirimlah ke kota-kota beberapa orang yang akan
mengumpulkan (ahli-ahli sihir), supaya mereka membawa kepadamu semua
ahli sihir yang pandai.' Dan heberapa ahli sihir telah datang kepada
Fir'aun mengatakan: '(Apakah) sesungguhnya kami akan mendapat upah, jika
kamilah yang menang Fir'aun menjawab: 'Ya dan sesungguhnya kamu
benar-benar akan termasuk orang-orang yang dekat (kepadaku).'" (QS.
al-A'raf: 104-114)
Kemudian datanglah hari yang dijanjikan.
Orang-orang berbondong-bondong keluar dari rumah. Mereka membicarakan tentang pertemuan antar Nabi Musa As
dan Fir'aun. Mereka menuju ke tempat perayaan sejak pagi hari. Tidak
ada seorang pun di Mesir yang tidak mengetahui tentang peristiwa itu.
Orang-orang begitu gembira ketika para tukang sihir itu datang
sebagaimana mereka juga gembira ketika melihat Fir'aun datang, namun
keheningan menyelimuti tempat itu ketika Nabi Musa As dan Nabi Harun As
datang. Tempat perayaan itu diadakan di tempat terbuka yang hanya
ditutupi oleh payung Fir'aun yang melindungi kepalanya dari terik
matahari.
Fir'aun berdiri di tengah-tengah tentaranya. Ia memakai emas dan permata. Sementara itu, Nabi Musa As berdiri dengan menundukkan kepalanya dalam keadaan mengingat Allah SWT.
Keadaan saat itu benar-benar hening.
Kemudian para tukang sihir maju menemui Musa. Mereka berkata kepada
Musa: "Apakah engkau yang pertama kali melempar atau kami yang pertama
kali melempar."
Musa berkata: "Kalianlah yang pertama kali melempar."
Para tukang sihir berkata: "Demi kemuliaan Fir'aun, sesungguhnya kami akan menang."
Musa berkata: "Celakah kalian, janganlah kalian membuat dusta kepada
Allah SWT niscaya Dia akan mendatangkan siksa bagi kalian."
Sebagian ahli hakikat berkata: "Nabi Musa As menoleh
dan kemudian ia melihat Jibril di sebelah kanannya." Jibril berkata
kepadanya: "Wahai Musa, hendaklah kamu bersikap sopan kepada wali-wali
Allah SWT."
Musa berkata dalam dirinva: "Mereka para tukang sihir itu datang dengan maksud menyimpangkan agama Fir'aun."
Jibril kembali berkata: "Bersikap lembutlah terhadap wali-wali Allah
SWT. Mereka saat ini sampai salat Ashar berada di sisimu dan setelah
salat Ashar mereka akan berada di surga."
Para tukang sihir itu mulai melemparkan tongkat-tongkat mereka dan
tali-tali mereka. Tiba-tiba arena itu dipenuhi dengan ular-ular.
Mereka menipu dan menyihir pandangan orang-orang yang melihatnya.
Orang-orang yang melihat sihir itu merasa takut karena mereka
mendatangkan sihir yang besar. Orang-orang merasa gembira dan Fir'aun
pun menampakkan senyumnya. Ia berkata dalam dirinya: Sungguh hari ini
adalah hari pembalasan atas Musa. Mukjizatnya berupa tongkat yang ada di
tangannya yang dapat berubah menjadi ular, sekarang Fir'aun
menghadirkan kepadanya seluruh tukang sihir di mana tongkat-tongkat dan
tali-tali yang ada di tangan mereka pun berubah menjadi ular. Senyuman
Fir'aun pun semakin melebar.
Nabi Musa As memperhatikan tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka. Ia merasa takut. Nabi Musa As
ingat apa yang dikatakan oleh Jibril dan ia mulai merasakan ketakutan.
Bagaimana mungkin para tukang sihir itu akan masuk surga dan mereka akan
menjadi wali-wali Allah SWT?
Nabi Musa As merasakan semua itu, namun tiada seorang pun yang mengetahui hakikat pemikiran yang terlintas dalam benak Nabi Musa As
saat ia berdiri dengan bajunya yang sederhana bersama saudaranya di
hadapan kumpulan manusia yang banyak dari para pengawal dan tentara
Fir'aun.
Ketika Musa merasakan ketakutan tersebut, maka cahaya yang terang menembus dalam dirinya dan Allah SWT berkata kepadanya:
"Kami berkata: 'Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang
paling unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu,
niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang
mereka perbuat itu adalah tipu daya tuhang sihir (belaka). Dan tidak
akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang." (QS.Thaha:
68-69)
Musa merasa senang ketika mendengar Allah SWT menenangkannya. Nabi Musa As
dapat mengendalikan dirinya, kemudian beliau mengangkat tongkatnya dan
melemparkannya. Sebelum tongkat itu menyentuh tanah, tiba-tiba
terjadilah suatu mukjizat.
Orang-orang dan para tukang sihir Fir'aun bahkan Fir'aun sendiri
menyaksikan sesuatu yang belum pernah mereka saksikan di dunia. Biasanya
seorang tukang sihir dapat menipu pandangan manusia dan memperdaya
mereka seolah-olah ada ular yang bergerak padahal ia tetap di tempatnya.
Tetapi apa yang terjadi saat itu adalah sesuatu yang benar-benar
berbeda. Belum sampai tongkat Nabi Musa As menyentuh tanah sehingga ia berubah menjadi ular yang besar dan sangat gesit.
Tiba-tiba ular ini menuju ke tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat
mereka yang bergerak dan ia mulai memakannya satu persatu.
Tongkat Nabi Musa As memakan tali-tali tukang sihir dan
tongkat-tongkat mereka dengan cepat. Belum berselang beberapa menit
sehingga arena itu kosong dari tali-tali tukang sihir dan
tongkat-tongkat mereka.
Tongkat-tongkat dan tali-tali tukang sihir tersembunyi dalam perut tongkat Nabi Musa As. Dan bergeraklah ular yang besar menuju Nabi Musa As lalu beliau mengulurkan tangannya dan tiba-tiba ular itu berubah menjadi tongkat.
Para tukang sihir mengetahui bahwa mereka bukan di hadapan seorang
penyihir. Mereka sebenarya adalah tokoh-tokoh sihir dan para pakar dalam
hal itu di zaman mereka, tetapi apa yang mereka saksikan saat ini bukan
termasuk sihir. Itu adalah mukjizat dari Allah SWT.
Akhirnya, para tukang sihir itu sujud di atas tanah.
Mereka berkata: "Kami beriman kepada Tuhan Pengatur alam semesta. Tuhan yang diyakini oleh Musa dan Harun."
Orang-orang Mesir dan anak-anak Bani Israil menyaksikan mukjizat yang
mengagumkan ini. Mereka melihat bagaimana tukang-tukang sihir Fir'aun
sujud kepada Musa dan Harun.
Fir'aun menyaksikan bahwa bola itu kini berada di tangan Musa dan Harun.
Lalu ia bangkit dari duduknya dan berteriak di depan tukang sihir:
"Bagaimana kalian beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepada
kalian."
Para tukang sihir berkata: "Untuk beriman tidak perlu izin."
Fir'aun berkata: "Kalau begitu ini adalah persekongkolan yang jelas.
Sesungguhnya Musa adalah guru kalian yang mengajari kalian sihir.
Sungguh tangan-tangan kalian dan kaki-kaki kalian akan diputus dan
kalian akan disalib di pohon kurma. Sungguh ini adalah persekongkolan
yang jelas."
Para tukang sihir berkata: "Lakukan apa saja yang engkau inginkan, hai
Fir'aun. Kami tidak memilihmu dan kami tidak mengutamakanmu atas
mukjizat Ilahi ini. Sesungguhnya kami beriman kepada Tuhan kami agar Dia
mengampuni kami dan menghapus kesalahan-kesalahan kami. Apa yang engkau
berikan terhadap kami adalah sesuatu yang sedikit, dan apa yang ada di
sisi Allah SWT lebih baik dan lebih abadi. Seandainya engkau menyiksa
kami dan membunuh kami dan menyalib kami, maka engkau hanya dapat
menyiksa kami di kehidupan dunia ini. Tentu kehidupan dunia tidak dapat
dibandingkan dengan kehidupan akhirat. Kami hanya ingin mendapatkan
pengampunan dari Allah SWT dan memasuki surga."
Kemudian Fir'aun mengeluarkan perintahnya untuk menyalib semua tukang
sihir. Ketika menyaksikan peristiwa tersebut, orang-orang menjadi
ketakutan. Kemudian Nabi Musa As dan Nabi Harun As meninggalkan tempat itu dan Fir'aun kembali ke istananya.
Allah SWT menceritakan dalam surah al-A'raf apa yang dialami tukang sihir dan Musa dalam firman-Nya:
"Ahli-ahli sihir berkata: 'Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan
lebih dahulu, ataukah kami yang akan melemparkan?' Musa menjawab:
'Lemparkanlah (lebih dahulu)! Maka tatkala mereka melemparkan, mereka
menyulap mata orang dan menjadihan orang banyak itu takut, serta mereka
mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan). Dan Kami mewahyukan kepada
Musa: 'Lemparkanlah tongkatmu!' Maka sekoyong-koyong tongkat itu menelan
apa yang mereka sulapkan. Karena itu nyatalah yang benar dan gagallah
yang selalu mereka kerjahan. Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah
mereka orang-orang yang hina. Dan ahli-ahli sihir itu serta merta
meniarapkan diri dengan bersujud. Mereka berkata: 'Kami beriman kepada
Tuhan semesta alam, (Yaitu) Tuhan Musa dan Harun. Fir'aun berkata:
'Apakah kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepadamu?'
Sesungguhnya (perbuatan) ini adalah suatu muslihat yang telah kamu
rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan penduduknya darinya;
maka kelah kamu akan mengetahui (akibat perbnatanmu ini); sesungguhnya
aku akan memotong tangan dan kakimu dengan bersilang secara bertimbal
balik, kemudian sungguh-sungguh aku akan menyalib kamu semuanya.
Ahli-ahli sihir itu menjawab: 'Sesungguhnya kepada Tuhanlah kami
kembali. Dan kamu tidak membalas dendam dengan menyiksa kami, melainkan
karena kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat
itu datang kepada kami.' (Mereka berdoa): 'Ya Tuhan kami, limpahkanlah
kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri
(kepada-Mu).'" (QS. al-A"raf: 115-126)
Para tukang sihir Mesir berubah menjadi Muslim dan mempercayai ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa As. Mereka beriman kepada Allah SWT.
Akhirnya, mereka dinaikkan di batang-batang pohon kurma untuk disalib
dan dipotong tangan-tangan mereka dan kaki-kaki mereka. Mereka meminta
kepada Allah SWT agar mereka dimatikan sebagai orang-orang Muslim.
Kemudian Musa memahami apa yang diucapkan oleh Jibril as: Mereka sejak
saat ini sampai salat Ashar di sisimu dan setelahnya mereka berada di
surga.
Ketika memasuki waktu Ashar tubuh para tukang sihir itu berlumuran darah. Mereka disalib oleh para tentara Fir'aun.
Fir'aun menghadapi masalah baru. Fir'aun mengadakan serangkaian
pertemuan-pertemuan penting di istananya. Fir'aun memanggil penanggung
jawab tentara dan pasukan. Fir'aun juga memanggil apa yang saat ini
dinamakan dengan kepala intelejen. Bahkan Fir'aun juga memanggil para
menteri dan para penjabat serta tukang-tukang dukun. Jadi, Fir'aun
memanggil semua yang mempunyai kekuatan untuk mengubah jarum sejarah.
Fir'aun bertanya kepada kepala intelejennya: "Apa yang dikatakan orang-orang?"
Ia berkata: "Anak buahku telah kusebar di antara khalayak dan mereka
mendapat informasi bahwa Musa dapat memenangkan perlombaan itu karena ia
berhasil membikin suatu konspirasi bersama para tukang sihir."
Kemudian Fir'aun bertanya kepada salah seorang ketua keamanan: "Apa yang terjadi pada jasad-jasad tukang sihir?"
Ia berkata: "Anak buahku menggantungnya di tempat umum dan di
pasar-pasar untuk menakuti manusia dan kami sebarkan berita bahwa
Fir'aun akan membunuh setiap orang yang memiliki persekongkolan."
Lalu Fir'aun bertanya kepada komandan pasukan: "Apa yang dikatakan oleh pasukan?"
Ia menjawab: "Mereka menginginkan agar mendapatkan perintah untuk bergerak di tempat mana pun yang ditentukan oleh Fir'aun."
Fir'aun berkata: "Belum datang giliran pasukan maka akan datang gilirannya."
Fir'aun kemudian terdiam. Lalu Haman salah seorang ketua para menteri
bergerak dan mengangkat tangannya dan ia mulai meminta untuk berbicara,
dan Fir'aun mengizinkan kepadanya.
Haman berkata: "Apakah kita akan membiarkan Musa dan kaumnya untuk
membuat kerusakan di muka bumi dan mereka mengalihkan ibadah kepada
selainmu?"
Fir'aun berkata: "Sungguh engkau dapat membaca pikiranku wahai Haman.
Kita akan membunuh anak-anak mereka dan akan mempermalukan
perempuan-perempuan mereka. Aku memiliki kekuasaan di atas mereka."
Pasukan Fir'aun pergi untuk membunuh anak-anak laki dari Bani Israil dan
menodai kehormatan wanita-wanita mereka, serta memenjarakan siapa pun
yang menentang.
Musa berdiri menyaksikaan apa yang terjadi tanpa mampu turut campur dan
tanpa mampu mencegahnya. Yang beliau lakukan hanya memerintahkan kaumnya
untuk bersabar. Beliau memerintahkan mereka untuk meminta pertolongan
kepada Allah SWT dan bersabar atas segala ujian.
Beliau menjadikan para tukang sihir sebagai teladan bagi mereka di mana
tukang sihir Mesir itu mampu menahan derita di jalan Allah SWT tanpa
berkeluh kesah. Nabi Musa As memberitahu mereka bahwa
tentara-tentara Fir'aun berbuat aniaya di muka bumi yang seakan-akan
bumi adalah milik khusus mereka. Sebenarnya Allah SWT akan mewariskan
bumi kepada orang-orang yang bertakwa.
Kemudian intimidasi yang dilakukan Fir'aun sangat mempengaruhi jiwa Bani
Israil sehingga mereka merasakan kekalahan dan pesimis.
Mereka berkata kepada Musa: "Wahai Musa kami sangat menderita sebelum
kedatanganmu dan sesudah kedatanganmu, anak-anak dibunuh sebelum
kedatanganmu dan sesudah kedatanganmu."
Seakan-akan mereka berkata kepada Musa bahwa keberadaanmu tidak
memberikan manfaat sedikit pun. Kami tetap merasakan kesendirian.
Musa menolak kebodohan mereka ini. Ia memberitahu mereka bahwa Allah SWT
akan menghancurkan musuh-musuh mereka, kemudian Allah SWT akan
menjadikan bumi dikuasai oleh mereka.
Tetapi lagi-lagi mereka tetap mengadu kepada Musa dan tampak bahwa mereka tidak kuat lagi menahan penderitaan yang mereka alami.
Musa menghadapi keadaan yang sulit. Beliau berusaha melawan kemarahan Fir'aun dan konspirasinya. Pada saat yang sama, Nabi Musa As mendengar keluhan kaumnya.
Di tengah-tengah keadaan yang demikian, Qarun bergerak.
Qarun adalah seorang putra Bani Israil. Ia berasal dari kaum Musa tetapi
ia justru menentang Musa. Kekayaannya dan status sosialnya
menjadikannya lebih dekat kepada rezim Fir'aun.
Allah SWT menceritakan kepada kita tentang kekayaan Qarun. Allah SWT
berkata kepada kita bahwa kunci-kunci kamar yang menyimpan kekayaannya
sangat sulit dipikul oleh sekelompok laki-laki yang kuat sekalipun.
Seandainya kita ingin mengetahui kunci-kunci kekayaan ini yang
sedemikian rupa, maka kita dapat membayangkan kekayaan itu sendiri.
Qarun memiliki berbagai macam kekayaan dan dalam jumlah yang banyak.
Bahkan saking kayanya, pelana kudanya terbuat dari kulit yang dihiasi
oleh perak dan emas.
Jika Qarun keluar dengan membawa pesona dunia yang diikuti oleh
rombongannya dan disinari oleh matahari, maka emas-emas yang dibawanya
tampak menyala di bawah sengatan matahari. Pemandangan demikian sangat
mengagumkan bagi orang-orang yang mencintai dunia.
Kekayaan yang dimiliki Qarun membuatnya bersikap angkuh sehingga tidak
mudah baginya untuk menerima nasihat. Tampak bahwa kekayaannya dan
kesombongannya membuatnya merasa bergembira, sehingga tertawanya Qarun
menjadi tertawa yang paling terkenal di kalangan Bani Israil, dan
ketenarannya menyaingi ketenaran Fir'aun dan Haman.
Kedua orang itu (Fir'aun dan Haman) menguasai Mesir secara keseluruhan, sedangkan Qarun hanya mengusai sebagian dari Mesir.
Orang-orang yang berakal dari kaumnya menasihatinya agar ia berpikir
sejenak tentang akhiratnya, dan barangkali mereka berkata kepadanya:
"Sesungguhnya tak seorang pun menasihatimu untuk meninggalkan dunia
secara keseluruhan dan menempuh jalan orang-orang yang zuhud tetapi
mereka menasihatimu agar engkau tidak melupakan bagianmu dari dunia.
Sebagaimana mereka menasihatimu agar jangan sampai engkau melupakan
bagianmu dari akhirat."
Qarun hanya merasa puas dengan bagiannya dari dunia. Imajinasi akalnya
mengatakan bahwa kekayaan ini datang karena usaha kerasnya sebagaimana
ia menduga kekayaannya adalah tanda bahwa Allah mencintainya.
Bahkan ia mengira bahwa ia lebih utama dan lebih mulia dari Musa. Musa
adalah seorang yang fakir sedangkan Qarun adalah seorang yang kaya, maka
bagaimana seorang yang fakir yang tidak memakai satu pun gelang dari
emas dapat memperoleh kedudukan yang mulia di sisi Allah dibandingkan
dengan seorang yang kaya yang mampu membuat pelana kudanya dari emas.
Demikianlah pandangan Qarun dan Fir'aun terhadap Musa.
Allah SWT berfirman:
"Bukankah aku lebih baik daripada orang yang hina ini dan yang hampir
tidak dapat menjelaskan (perkataannya)?" (QS. az-Zukhruf: 52)
Demikianlah pernyataan Fir'aun kepada Musa. Terdapat kesesuaian antara
pendapat Fir'aun dan Qarun terhadap Musa. Sesuai dengan kedudukan sosial
dan kekayaannya, Qarun menjadi sahabat Fir'aun dan mendukung rezim
kekuasaannya.
Bukan hanya Qarun, Fir'aun dan Haman yang menjadi tawanan khayalan ini,
bahkan kaum Fir'aun pun memiliki pendapat yang sama. Yakni, bagi
orang-orang Mesir, Musa hanya sekadar seorang tukang sihir yang
mengalahkan jago-jago sihir lainnya.
Namun ini tidak berarti bahwa masyarakat Mesir tidak memiliki keutamaan
sedikit pun. Di tengah-tengah masyarakat Mesir masih terdapat orang yang
beriman kepada Nabi Musa As namun ia menyembunyikan keimanannya karena khawatir terhadap kejahatan Fir'aun.
Di sana juga ada orang yang bertanya-tanya dengan kebodohan: Jika Allah
SWT memang mencintai Musa lalu mengapa ia dijadikan seorang yang fakir.
Qarun menjadi fitnah atau cobaan di tengah-tengah kaumnya dan juga bagi
orang-orang Mesir. Ketika Qarun keluar dengan membawa pesona dunianya
maka orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia berkata:
"Maka keluarlah Qarun kepada haumnya dengan kemegahannya. Berkatalah
orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: 'Moga-moga kiranya kita
mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia
benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar." (QS. al-Qashash: 79)
Sedangkan orang-orang yang berakal sehat —biarpun jumlah mereka sedikit—
mereka memandang bahwa kekayaan Qarun yang begitu luar biasa tidak
berarti sedikit pun di sisi Allah SWT.
Allah SWT tidak memandang kekayaan yang banyak jika jiwa manusia menjadi
gelap karenanya. Di tengah-tengah keadaan yang demikian sulit, Nabi Musa As
menghadapi Qarun yang menentangnya. Musa sebagai seorang Nabi mesti
menunjukkan sikap yang baik dan kesucian yang agung. Tampaknya Qarun
sepakat dengan Fir'aun untuk berusaha menjatuhkan Musa di depan
pengikutnya dengan tuduhan yang berlawanan dengan kesuciannya.
Akhirnya, pada suatu hari Nabi Musa As dikagetkan
dengan suatu tuduhan di mana ada seorang wanita yang menuduhnya berbuat
tidak senonoh kepadanya dan mengatakan bahwa Musa pernah tidur
bersamanya kemarin.
Kami kira Nabi Musa As sangat kaget dengan tuduhan ini
dan beliau tidak mengetahui apa yang dikatakannya atau bagaimana beliau
membela dirinya menghadapi tuduhan seperti itu. Kemungkinan besar beliau
salat dan menghadap Allah SWT. Kemudian beliau menemui wanita itu dan
bertanya, mengapa ia menuduhkan padanya sesuatu yang tidak benar.
Tiba-tiba wanita itu menangis dan meminta ampun kepada Musa. Ia
memberitahu Musa bahwa Qarun memberinya uang sebagai imbalan atas fitnah
yang ditebarkannya terhadap Musa.
Mendengar itu, Musa mendoakan buruk buat Qarun. Kemudian Allah SWT
berkehendak untuk mendatangkan mukjizat di saat yang tepat yang
menjelaskan kepada manusia bahwa Dia Maha kuasa, Maha kuat, dan Maha
Perkasa, dan bahwa harta hanya sebagian ujian dan fitnah, bukan sebagai
suatu keutamaan yang dengannya manusia dapat dinilai.
Mukjizat yang Allah SWT turunkan adalah membinasakan Qarun dan
menenggelamkan rumahnya dan hartanya. Qarun keluar untuk menemui kaumnya
dengan menampakkan pesona dunianya. Lalu bumi terbelah di bawah kakinya
dan Qarun pun tersungkur di bumi.
Kami tidak mengetahui apakah itu gempa yang pertama kali terjadi atau
itu adalah gempa yang Allah SWT perintahkan kepada bumi untuk terjadi.
Yang kita ketahui adalah bahwa bumi terbelah dan ia menelan Qarun. Bumi
menenggelamkan istana-istana Qarun, hewan-hewan ternaknya, emasnya,
peraknya dan semua kekayaannya serta orang dekatnya.
Sebagian dongeng mengatakan bahwa itu terjadi di Fuyum, dan danau Qarun adalah yang dikenal orang-orang Mesir dengan nama ini.
Ia adalah tempat yang dihuni oleh Qarun dan menjadi tempat istananya dan tempat menyimpan hartanya.
Alhasil, Al-Qur'an al-Karim tidak menentukan tempat datangnya azab ini
dan tidak juga menyebut kapan itu terjadi. Al-Qur'an hanya menceritakan
apa yang terjadi. Tentu penentuan tempat dan waktu bukan sesuatu yang
penting tetapi yang penting adalah pelajaran yang terjadi itu.
Allah SWT berfirman dalam surah al-Qhashash:
"Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya
terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya
perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh
sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata
kepadanya: 'Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.' Dan carilah pada
apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kabahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan. Qarun berkata: 'Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu,
karena ilmu yang ada padaku.' Dan apakah ia tidak mengetahui,
bahwasannya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang
lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan
tidakkah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang
dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam
kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia:
'Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan
kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang
besar. Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: 'Kecelakaan yang
besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang
beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali
orang-orang yang sabar.' Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke
dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya
terhadap azab Allah, dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat)
membela (dirinya). Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan
kedudukan Qarun itu, berkata: "Aduhai benarlah Allah melapangkan rezeki
bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya;
kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia
telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung
orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah).' Negeri akhirat itu. Kami
jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah
bagi orang-orang yang bertakwa. " (QS. al-Qashash: 76-83)
Orang-orang dahulu banyak membicarakan ilmu ini yang Qarun mengklaim bahwa ia diberi ilmu itu.
Sebagian mereka mengatakan bahwa itu adalah ilmu kimia yang dengannya
Qarun mampu mengubah tembaga menjadi emas. Sebagian lagi mereka
mengatakan bahwa Qarun mengetahui ismullah al-A'zham (nama Allah yang
agung) lalu ia menggunakannya untuk mengubah bahan-bahan itu menjadi
emas.
Tetapi orang-orang yang berakal dari kalangan orang-orang dahulu
membantah hal itu. Menurut mereka, Qarun tidak mengetahui ismullah
al-A'zham. Qarun adalah seorang munafik. Mereka juga tidak percaya bahwa
Qarun dapat membuat racikan kimia.
Kami kira, ini semua adalah dongengan semata yang tidak layak untuk
menjelaskan sebab-sebab kekayaannya. Menurut hemat kami, Qarun adalah
seorang yang lalim di mana ia melakukan pekerjaan yang tidak sehat. Dan
boleh jadi ia memanfaatkan persahabatan dengan Fir'aun untuk mendapatkan
fasilitas-fasilitas dari Fir'aun. Dan karena persahabatan itu, ia
berani menentang Musa.
Qarun melakukan kejahatan di sana-sini dan karenanya ia mengatakan bahwa
harta yang diperolehnya adalah hasil dari kerja kerasnya dan ilmunya.
Qarun telah membuat kebohongan dan kelaliman dan ia mendapatkan kekayaan
dengan cara-cara yang tidak sehat.
Penyimpangan dari keimanan kepada Allah SWT meskipun seujung rambut pada
akhirnya menyeret manusia kepada sikap kesombongan. Manusia itu akan
menentang kebenaran dan ia tidak mampu lagi mengikuti kebenaran sehingga
pada gilirannya sesuatu yang bohong pun akan menjadi laksana sesuatu
yang realis-tis dan tidak perlu lagi dipersoalkan.
Belum lama Qarun mendapatkan siksa sehingga orang-orang mukmin yang mengikuti Nabi Musa As merasakan kelapangan yang sebelumnya mereka merasa tertindas. Orang-orang Mesir dan anak-anak Israil menyaksikan mukjizat ini.
Akhirnya, pertentangan antara Fir'aun dan Nabi Musa As
mencapai puncaknya. Fir'aun meyakini bahwa Musa sangat mengancam
kekuasaannya. Musa —sebagaimana nabi-nabi yang lain— membawa ajarannya
dengan penuh kelembutan tetapi ketika ia berhadapan dengan puncak
kejahatan dan sumber-sumber yang lalim maka ia tidak segan-segan untuk
menghancurkannya.
Nabi Musa As menantang sumber kejahatan di zamannya,
yaitu Fira'un. Kemudian Fir'aun melontarkan ide untuk membunuh Musa.
Fir'aun mengira bahwa membunuh Musa adalah cara satu-satunya untuk
menyelesaikan masalahnya:
"Dan berkata Fir'aun (kepada pembesar-pembesarnya): 'Biarkanlah aku
membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena
sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan
kerusakan di muka bumi.'" (QS. al-Mu'min: 26)
Kita perhatikan bahwa Fir'aun berusaha untuk mencegah orang-orang yang
menuju kebenaran; Fir'aun berusaha memberhentikan tugas para nabi; ia
berusaha menyesatkan manusia dengan mengatakan bahwa justru Musa yang
ingin menyesatkan mereka; ia mengusulkan kepada para menterinya dan para
pembesarnya untuk membiarkannya membunuh Musa.
Tentu ia tidak membunuh Musa dengan tangannya sendiri tetapi ia hanya
sekadar melontarkan pikiran untuk membunuhnya di depan mereka dan yang
melaksanakan hal tersebut adalah para pejabat istana. Kami kira Haman
sangat berperan dalam pelaksanaan ide ini. Kemudian terbentuklah
kelompok orang-orang munafik yang mendukung ide Fir'aun ini.
Ide tersebut hampir segera dibenarkan kalau tidak ada seorang dari
keluarga Fir'aun. Ia adalah seorang lelaki dari kalangan pejabat negara
yang terpandang. Al-Qur'an tidak menyebutkan namanya karena namanya
tidak begitu penting dan begitu juga ia tidak menyebutkan sifatnya
karena sifatnya tidak begitu penting. Al-Qur'an hanya menceritakan
keadaan lelaki ini yang menyembunyikan keimanannya.
Ia berbicara di tengah-tengah perkumpulan yang di situ disampaikan ide
untuk membunuh Musa. Kemudian ia menghentikan ide gila itu dan berusaha
meruntuhkan ide itu. Ia berkata bahwa Musa hanya mengatakan bahwa Allah
SWT adalah Tuhannya, lalu untuk mendukung pernyataannya itu ia membekali
dirinya dengan bukti-bukti yang jelas yang menunjukkan bahwa ia
benar-benar seorang rasul.
Kemudian ada dua kemungkinan dan tidak ada kemungkinan ketiga: pertama
bahwa Musa adalah seorang pembohong, kedua ia seorang yang benar.
Jika ia seorang pembohong maka kebohongannya itu akan kembali kepada
dirinya sendiri dan ia tidak melakukan sesuatu yang karenanya ia harus
dibunuh.
Namun jika ia benar lalu kita membunuhnya maka gerangan apa yang akan
menjamin kita dari keselamatan terhadap azab yang dijanjikannya?
Seorang mukmin yang menyembunyikan keimanannya itu berkata kepada
kaumnya: "Sesungguhnya hari ini kita berada di tempat-tempat kekuatan
sebagaimana yang dialami oleh Qarun di mana ia memiliki kekayaan dan
kekuatan kemudian terjadilah apa yang terjadi padanya. Siapakah yang
akan menyelamatkan kita dari azab Allah SWT ketika datang? Siapakah yang
dapat menolong kita dari siksaan-Nya jika menimpa kita? Tindakan
melampaui batas kita dan usaha kita untuk membohongkan kebenaran telah
membuat kita rugi."
Perkataan lelaki mukmin itu memuaskan para hadirin. Orang lelaki itu
adalah seseorang yang tidak begitu menampakkan loyalitasnya kepada
Fir'aun. Ia bukan dari kalangan pengikut Musa.
Tampaknya ia berbicara dengan motifasi untuk mempertahankan kekuasaan
Fir'aun, dan menurutnya tidak ada sesuatu yang dapat menjatuhkan
kekuasaan Fir'aun seperti kebohongan dan tindakan yang melampaui batas
dan membunuh jiwa-jiwa yang tidak berdosa.
Dari sinilah kata-kata lelaki mukmin itu memancarkan kekuatannya yang
cukup mempengaruhi Fir'aun, para menterinya, dan anak buahnya.
Meskipun ide Fir'aun untuk membunuh Musa digagalkan oleh lelaki mukmin
itu, namun Fir'aun mengatakan kata-kata bersejarahnya yang kemudian
menjadi contoh dari sikap orang-orang yang lalim:
"Fir'aun berkata: Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang
aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang
benar.'" (QS. al-Mu'min: 29)
Demikianlah pernyataan para penguasa yang lalim ketika mereka menghadapi
masyarakat mereka. Aku tidak melihat pendapatku kecuali sesuai dengan
apa yang aku pertimbangkan. Ini adalah pendapat kami yang khusus. Ia
merupakan pendapat yang membimbing kalian menuju jalan petunjuk,
sedangkan pendapat lainnya salah. Oleh karena itu, kita harus tetap
melawannya dan membinasakannya.
Allah SWT menceritakan sikap demikian ini dalam surah Ghafir:
"Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut
Fir'aun yang menyembunyikan imannya berkata: 'Apakah kamu akan membunuh
seorang laki-laki karena dia menyatakan: 'Tuhanku ialah Allah,' padahal
dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari
Tuhanmu. Dan jika ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa)
dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar niscaya sebagian (bencana)
yang diancamhannya kepadamu akan menimpamu.' Sesungguhnya Allah tidak
menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta. (Musa
berkata): 'Hai kaumku, untukmulah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa
di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah jika
azab itu menimpa kita!' Fir'aun berkata: 'Aku tidak mengemukakan
kepadamu, melainkan apa saja yang aku pandang baik; dan aku tiada
menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar.'" (QS. al-Mu'min 28-29)
Perdebatan tersebut tidak berhenti pada batas ini. Fir'aun mengutarakan
kata-katanya tetapi seorang mukmin itu tetap tidak puas dengannya,
kemudian lelaki mukmin itu kembali berbicara:
"Dan orang yang beriman itu berkata: 'Hai kaumku, sesungguhnya aku
khawatir kamu akan ditimpa (bencana) seperti kehancuran golongan yang
bersekutu. (Yakni) seperti keadaan kaum Nuh, Ad Tsamud dan orang-orang
yang datang sesudah mereka. Dan Allah tidak akan menghendaki berbuat
kelaliman terhadap hamba-hamba-Nya. Hai kaumku, sesungguhnya aku
khawatir terhadapmu akan siksaan hari panggil-memanggil, (yaitu) hari
(ketika) kamu (lari) berpaling ke belakang, tidak ada bagimu seorang pun
yang menyelamatkan dirimu dari (azab) Allah, dan siapa yang disesatkan
Allah, niscaya tidak ada baginya seorang pun yang akan memberi petunjuk.
Dan sesungguhnya telah datang Yusuf kepadamu dengan membawa
keterangan-keterangan, tetapi kamu senantiasa dalam keraguan tentang apa
yang dibawanya kepadamu, hingga ketika dia meninggal, kamu berkata:
'Allah tidak akan mengirimkan seorang (rasul pun) sesudahnya.
Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang melampaui batas dan
ragu-ragu. (Yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa
alasan yang sampai kepada mereka. Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di
sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah
mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang." (QS.
al-Mu'min: 30-35)
Kita perhatikan dalam pembicaraan tersebut terdapat perbedaan dengan
pembicaraan sebelumnya. Lelaki mukmin itu berusaha menguraikan pada
pembicaraan akhirnya tentang bukti-bukti sejarah.
Ia menyampaikan kepada Firaun dan kaumnya argumentasi-argumentasi yang
cukup untuk menunjukkan kebenaran Musa. Ia memperingatkan mereka agar
jangan sampai mengganggu Musa. Sebelum masa mereka, terdapat umat-umat
yang menentang rasul-rasul yang dikirim oleh Allah SWT, lalu Allah SWT
menghancurkan mereka. Mereka adalah kaum Nuh, kaum 'Ad, dan kaum Tsamud.
Zaman mereka tidak terlalu jauh dengan zaman sekarang.
Sejarah Mesir menunjukkan bukti kebenaran ucapannya di mana Nabi Yusuf
datang dengan membawa bukti yang jelas kemudian terdapat orang-orang
yang merugikan dakwahnya lalu mereka beriman padanya setelah keselamatan
hampir saja tercabut dari mereka.
Lalu apa keanehan di balik pengutusan para rasul dari Allah SWT?
Sejarah masa lalu harus menjadi bahan renungan. Bukankah kelompok
minoritas orang-orang mukmin memperoleh kemenangan ketika mereka
benar-benar beriman atas kelompok mayoritas yang kafir? Bukankah Allah
SWT telah menghancurkan orang- orang kafir? Allah SWT menenggelamkan
mereka dengan topan dan Allah SWT menghancurkan mereka dengan kilat atau
Allah SWT menenggelamkan mereka dalam bumi. Apa yang kita tunggu
sekarang dan dari mana kita tahu bahwa usaha kita membela Fir'aun
mati-matian akan membawa keuntungan bagi kita semua?
Pembicaraan lelaki mukmin yang intelektual itu mengandung beberapa peringatan yang mengerikan.
Tampaknya ia berhasil memuaskan para hadirin bahwa ide membunuh Musa
adalah ide yang tidak aman. Atau dengan kata lain, itu adalah ide yang
yang tidak menjamin keselamatan mereka. Oleh karena itu, ide tersebut
hendaklah ditinggalkan. Setelah itu, lelaki mukmin itu berusaha untuk
menunjukkan kepada mereka kebenaran yang dibawa oleh Musa. Ia yang
semula menggunakan bahasa isyarat, kini berusaha untuk menggunakan
bahasa yang terang dan gamblang. Ia telah berani menampakkan kebenaran:
"Orang yang beriman itu berkata: 'Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan
menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya
kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya
akhirat itulah negeri yang kekal. Barangsiapa mengerjakan perbuatan
jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan
itu. Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun
perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga,
mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.'" (QS. al-Mu'min: 38-40)
Akhirnya, keimanan lelaki mukmin itu pun tersingkap. Ia diketahui
sebagai seorang mukmin yang tidak lagi menyembunyikan keimanannya. Pada
akhir pembicaraannya, ia menegaskan:
"Hai kaumku, bagaimanakah kamu, aku menyeru kamu kepada keselamatan,
tetapi kamu menyeru aku ke neraka? (Mengapa) kamu menyeruku kafir kepada
Allah dan mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidak aku ketahui padahal
aku menyeru kamu (beriman) kepada Yang Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun? Sudah pasti bahwa apa yang kamu seru supaya aku (beriman)
kepadanya tidak dapat memperkenankan seruan apa pun baik di dunia maupun
di akhirat. Dan sesungguhnya kita kembali kepada Allah dan sesungguhnya
orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni neraka. Kelak
kamu akan mengingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu. Dan aku
menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan
hamba-hamba-Nya." (QS. al-Mu'min: 41-44)
Lelaki mukmin itu mengakhiri pembicaraan dengan kata-kata yang berani ini.
Kami kira, Allah SWT telah mengirim lelaki mukmin ini dari kalangan Fir'aun agar Fir'aun melupakan Musa.
Konteks Al-Qur'an menyingkap bahwa lelaki ini merupakan salah seorang
intelektual Mesir yang mengetahui sejarah dan mampu menganalis serta
memiliki kemampuan untuk menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa
yang lain sehingga ia mengetahui sebab-sebab dan akhir dari suatu
peristiwa.
Orang yang beriman itu mampu menggiring akal mereka menuju kebenaran.
Fir'aun tersibukkan dengan lelaki mukmin ini hingga beberapa saat ia
lupa untuk memikirkan Musa. Lelaki mukmin itu berasal dari keluarga
Fir'aun. Ia adalah kerabat dekatnya dan salah seorang pejabat negaranya.
Keimananannya terhadap kebenaran menjadikan istana Fir'aun terbagi
menjadi dua kubu: kubu pro Musa dan kubu anti Musa.
Ini berarti kemenangan yang besar bagi Musa. Karena itu, membunuh lelaki
mukmin itu akan mengganggu atau menggoyangkan keberadaan cendikiawan
Mesir di mana ia adalah salah seorang dari mereka.
Demikianlah, Fir'aun menghadapi problem yang rasa-rasanya sulit atau
mustahil untuk terpecahkan. Membunuh lelaki mukmin itu tidak akan
memberikan dampak yang baik, begitu juga membiarkannya hidup juga tidak
memberikan dampak yang baik.
Akhirnya, mereka membikin suatu konspirasi untuk menyingkirkannya. Kemudian di sinilah bimbingan Allah SWT diturunkan:
"Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan
Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk." (QS.
al-Mu'min: 45)
Untuk beberapa saat, Fir'aun disibukkan dengan problem baru ini, tetapi
Fir'aun adalah Fir'aun. Ia tetap memakai busana kesombongannya; ia tetap
menyiksa Bani Israil, menghina mereka dan menodai kehormatan
wanita-wanita serta membunuh anak-anak.
Akhirnya, tibalah waktunya bagi Allah SWT untuk bersikap keras kepada
keluarga Fir'aun. Allah SWT menurunkan bencana kepada mereka dan
menakut-nakuti mereka dengan azab sehingga mereka mengurungkan niat
untuk menghancurkan Musa dan laki-laki mukmin itu, dan sebagai
pembuktian atas kebenaran kenabian Musa.
Allah SWT menurunkan tahun-tahun yang kering dan tandus kepada
orang-orang Mesir di mana bumi tampak kering kerontang dan sungai Nil
pun mengering hingga buah-buahan jarang sekali ditemukan dan harga
semakin mencekik leher. Akibatnya, kelaparan melanda di sana-sini.
Dalam keadaan demikian, orang-orang Mesir menganggap bahwa kehidupan
mereka terancam. Adalah hal yang maklum bahwa siksa yang seperti ini
akan selalu menimpa manusia ketika mereka berpaling dari keimanan dan
takwa.
Allah SWT berfirman:
"Jikalau sekitarnya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa,
pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa
mereka disebabkan perbuatannya." (QS. al-A'raf: 96)
Hukum yang lama diberlakukan atas penduduk Mesir karena dua sebab:
pertama, sikap dingin mereka terhadap pembunuhan yang dilakukan Fir'aun
kepada para tukang sihir, kedua, sikap dingin mereka terhadap kelaliman
penguasa mereka.
Aneh sekali ketika kaum Fir'aun mengembalikan masa paceklik ini dan
musibah kelaparan ini pada suatu sebab yang sangat mengherankan. Mereka
mengatakan bahwa apa yang menimpa mereka karena kesialan yang dibawa
oleh Musa. Kelaparan yang melanda mereka, kefakiran, dan kekurangan
buah-buahan yang mereka rasakan saat ini adalah disebabkan oleh adanya
Musa di tengah-tengah mereka.
Kemudian kefakiran mereka semakin meningkat dan mereka semakin menjauh
dari kebenaran. Mereka meyakini bahwa sihir Musa adalah yang bertanggung
jawab terhadap apa yang menimpa mereka pada musim paceklik ini.
Mereka mengira dengan kebodohan mereka bahwa kekeringan yang melanda
negeri mereka adalah sebagai alat atau kekuatan yang digunakan oleh Musa
untuk menyihir mereka. Namun perlu diperhatikan bahwa pemikiran
demikian tidak mewakili pemikiran umumnya masyarakat saat itu, tetapi
pemikiran ini datang dan dihembuskan oleh kelompok-kelompok yang
berkuasa.
Akhirnya, Allah SWT menurunkan azab yang lebih keras kepada mereka. Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan
(mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan,
supaya mereka mengambil pelajaran. Kemudian apabila datang kepada mereka
kemakmuran, mereka berkata: 'Ini adalah karena (usaha) kami.' Dan jika
mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada
Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan
mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka
tidak mengetahuinya. Mereka berkata: 'Bagaimanapun kamu mendatangkan
keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu maka,
kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu.' Maka Kami kirimkan kepada
mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang
jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum
yang berdosa. (QS. al-A'raf: 130-133)
Allah SWT mengirimkan berbagai macam azab agar mereka kembali kepada
Allah SWT dan melepaskan Bani Israil serta membiarkan mereka pergi
bersama Musa.
Allah SWT mengirim topan kepada mereka. Setelah masa paceklik, datanglah
tahun yang penuh dengan air sehingga bumi pun tenggelam dengan air
sehingga mereka tidak dapat bercocok tanam. Setelah mereka disiksa
dengan sedikitnya air maka kali ini mereka mendapatkan limpahan air yang
luar biasa. Mereka segera datang kepada Nabi Musa As sambil berkata:
"Dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) mereka
pun berkata: 'Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan
(perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu.
Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu dari kami, pasti
kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani Israil pergi
bersamamu.'" (QS. al-A'raf: 134)
Kemudian Nabi Musa As berdoa kepada Tuhannya sehingga
azab disingkirkan dari mereka. Air yang memancar dengan dahsyat itu
berhenti dan bumi kembali mengambil air yang cukup sehingga layak untuk
dibuat bercocok tanam.
Nabi Musa As meminta kepada mereka untuk mewujudkan
janji mereka, yaitu melepaskan tawanan Bani Israil. Tapi mereka tidak
memenuhinya. Kemudian datanglah tanda kebesaran yang lain yaitu dalam
bentuk turunnya belalang.
Allah SWT mengirim sekawanan belalang yang memenuhi tanaman dan
buah-buahan. Ketika belalang-belalang itu terbang maka tanaman-tanaman
mereka dan buah-buahan mereka tersembunyi dari pandangan karena saking
banyaknya belalang-belalang itu. Belalang itu memakan makanan
orang-orang Mesir.
Melihat keadaan demikian, mereka pun pergi ke Musa dan meminta kepadanya
agar berdoa kepada Tuhannya agar menyingkirkan siksaan ini dari mereka
dan mereka berjanji untuk melepaskan padanya Bani Israil. Nabi Musa As
pun lagi-lagi berdoa kepada Tuhannya sehingga Allah SWT menyingkirkan
azab itu dari mereka. Dan belalang-belalang itu kembali ke tempat
asalnya. Mereka dapat menanami kembali bumi dengan baik.
Lalu Nabi Musa As meminta kepada mereka untuk melepaskan Bani Israil namun mereka menunda-nundannya sehingga Nabi Musa As mengetahui bahwa sebenarnya mereka tidak serius untuk memenuhi janji mereka.
Kemudian datanglah siksaan Allah SWT yang lain, yaitu dikirim-Nya
berbagai macam hama. Tersebarlah hama yang membawa penyakit. Lagi-lagi
mereka datang kepada Nabi Musa As dan mengulangi janji mereka dan Nabi Musa As
pun berdoa kepada Allah SWT. Kali ini mereka pun tetap mengingkari
janji mereka. Lalu datanglah siksaan Allah SWT yang lain dalam bentuk
dikirim-Nya katak di mana bumi dipenuhi dengan katak.
Katak itu melompat-lompat ke sana-sini dan memenuhi makanan orang-orang
Mesir serta berada di rumah mereka sehingga mereka sangat terganggu
dengan kehadiran katak-katak liar itu. Lagi-lagi mereka menemui Nabi Musa As
dan kembali mengulangi janji mereka dan meminta padanya agar ia berdoa
kepada Tuhannya agar Allah SWT menyingkirkan azab dari mereka. Tetapi
mereka pun tetap mengingkari janji mereka.
Selanjutnya, Allah SWT menurunkan azab yang lain yaitu darah di mana
sungai Nil berubah menjadi darah sehingga tidak seorang pun dapat
meminumnya. Kita ketahui bahwa mukjizat-mukjizat pertama berupa sesuatu
yang biasa terjadi pada tanaman. Berkurangnya air Nil atau bertambahnya
air tersebut atau serangan belalang atau hama dan katak, semua ini
adalah bukan hal baru bagi orang-orang Mesir.
Yang baru adalah kejadian ini terjadi dengan sangat tiba-tiba dan sangat
mencekam. Sedangkan mukjizat atau azab yang lain adalah azab yang tidak
biasa terjadi di daerah Mesir, yaitu azab yang belum pernah terjadi
sebelumnya di mana air sungai Nil berubah menjadi darah.
Perubahan sungai itu menjadi darah hanya terjadi di kalangan orang-orang
Mesir sedangkan Musa dan kaumnya dapat meminum airnya seperti biasanya.
Namun ketika seorang Mesir memenuhi tempat gelasnya dengan air maka ia
akan mendapati bahwa gelasnya penuh dengan darah.
Melihat peristiwa tersebut, orang-orang Mesir terguncang sebagaimana
istana Fir'aun juga terguncang melihat siksa yang mengerikan dan baru
ini. Lagi-lagi mereka menuju ke Nabi Musa As dan meminta kepadanya agar berdoa kepada Tuhannya dan mereka berjanji pada kali ini untuk membebaskan orang-orang Bani Israil.
Nabi Musa As pun berdoa kepada Tuhannya sehingga azab
itu disingkirkan dari orang-orang Mesir. Meski demikian. istana Fir'aun
tidak mengizinkan Musa untuk menemui kaumnya dan pergi bersama mereka.
Lalu bagaimana sikap Fir'aun sendiri?
Fir'aun tetap menunjukkan pembangkangannya dan kesombongannya. Fir'aun
mengumumkan di tengah-tengah kaumnya bahwa dia tuhan. Bukankah —kata
Fir'aun— dia memiliki kerajaan Mesir dan sungai-sungai ini mengalir di
bawah kekuasaannya? Fir'aun memberitahu bahwa Musa adalah tukang sihir
yang bohong dan ia hanya seorang fakir yang tidak mampu menggunakan satu
kalung emas dan satu gelang emas.
Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa
mukjizat-mukjizat Kami kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Maka
Musa berkata: 'Sesungguhnya aku adalah dari utusan Tuhan seru sekalian
alam. Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa
mukjizat-mukjizat Kami dengan serta merta mereka menertawakannya. Dan
tidakkah Kami perlihatkan kepada mereka sesuatu mukjizat kecuali
mukjizat itu lebih besar dari mukjizat-mukjizat sebelumnya. Dan Kami
timpakan kepada mereka azab supaya mereka kembali (kejalan yang benar).
Dan mereka berkata: 'Hai ahli sihir berdoalah kepada Tuhanmu untuk
(melepaskan) kami sesuai dengan apa yang telah dijanjikan-Nya kepadamu;
sesungguhnya hami (jika doamu dikabulkan) benar-benar akan nienjadi
orang yang mendapat petunjuk. Maka tatkala Kami menghilangkan azdb itu
dari mereka, dengan serta merta mereka memungkiri (janjinya). Dan
Fir'aun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata: 'Hai kaumku, bukankah
herajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir
di bawahku; maka apakah kamu tidak melihat(nya)?' Bukankah aku lebih
baik dari orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat dijelaskan
(perkataannya)? Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau
malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya.' Maka Fir'aun
mempengaruhi kaumnya dengan (perkataannya itu) lalu mereka patuh
kepadanya. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik." (QS. az-Zukhruf:
46-54)
Perhatikanlah ungkapkan Al-Qur'an: Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya
dengan (perkataannya itu) lalu mereka patuh kepadanya. Fir'aun memenjara
akal mereka, membelenggu kebebasan mereka, dan menutup masa depan
mereka yang cerah.
Fir'aun menodai kemanusiaan mereka sehingga mereka menaatinya. Bukankah
ketaatan ini aneh? Namun keanehan ini hilang ketika kita mengetahui
bahwa mereka adalah orang-orang yang fasik. Kefasikan menjadikan
seseorang tidak peduli dengan masa depannya dan kepentingannya serta
urusannya.
Pada akhirnya, ia akan mendapati kehancuran. Demikianlah yang terjadi pada kaum Fir'aun.
Allah SWT berfirman:
"Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka lalu
Kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut), dan Kami jadikan mereka
sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang kemudian." (QS.
az-Zukhruf: 55-56)
Tampak jelas bahwa Fir'aun tidak beriman kepada Musa. Fir'aun tidak
menghentikan usaha untuk menyiksa Bani Israil dan ia tetap merendahkan
kaumnya.
Maka melihat kenyataan yang demikian, Musa dan Harun berdoa buruk untuk Fir'aun:
"Musa berkata: 'Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi
kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya dengan perhiasan dan harta
kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan kami, akibatnya mereka
menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah
harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak
beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih.' Allah berfirman:
'Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu
tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali
mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui.'" (QS. Yunus: 88-89)
Kemudian datanglah izin kepada Nabi Musa As untuk meninggalkan Mesir dengan disertai oleh kaumnya yang mengikutinya. Sikap kaum Nabi Musa As sangat aneh. Tidak semua kaumnya beriman kepadanya.
Allah SWT berfirman:
"Maka tidak ada yang beriman kepada Musa, melaikan pemuda-pemuda dari
kaumnya (Musa) dalam keadaan takut bahwa Fir'aun dan pemuka-pemuka
kaumnya akan menyiksa mereka. Sesungguhnya Fir'aun itu sewenang-wenang
di muka bumi. Dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang melampaui
batas." (QS. Yunus: 83)
Selesailah urusan. Allah SWT telah menetapkan untuk membuat suatu keputusan hukum terhadap Fir'aun.
Allah SWT memerintahkan kepada Musa untuk keluar dan mengizinkan Bani
Israil untuk pergi. Mereka bersiap-bersiap untuk keluar dan pergi
bersama Musa. Mereka membawa perhiasan-perhiasan mereka lalu datanglah
malam kepada mereka.
Nabi Musa As berjalan bersama mereka dan menyeberangi
Laut Merah dan menuju ke negeri Syam. Sementara itu, utusan Fir'aun dan
intelejennya bergerak. Sampailah berita kepada Fir'aun bahwa Musa telah
pergi beserta kaumnya. Fir'aun mengeluarkan perintahnya di segenap
penjuru kota agar pasukan yang besar berkumpul.
Fir'aun menyampaikan alasan yang aneh di balik pengumpulan tentara itu sebagaimana disampaikan oleh Al-Qur'an:
"Dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita. " (QS. asy-Syu'ara': 55)
Fir'aun telah naik pitam melihat aksi Musa. "Secara pribadi aku telah
marah padanya. Jumlah mereka sedikit namun kemarahan kita terhadap
mereka sungguh banyak. Kalau demikian, ini adalah peperangan."
Fir'aun benar-benar seorang penjahat kelas kakap. Ia tidak berusaha
menyembunyikan niatnya di balik kata-kata besarnya. Misalnya, secara
diplomatis ia dapat mengatakan bahwa keamanan kerajaan terancam atau
sistem ekonomi akan hancur jika para pekerja ini yang digaji dengan
sangat murah ini akan keluar.
Fir'aun tidak mengatakan semua itu tetapi ia hanya menyatakan bahwa ia sedang emosi. Nabi Musa As membuatnya naik pitam dan ini sudah cukup untuk mengeluarkan perintah agar para tentara dikumpulkan.
Manusia membenarkan tindakan Fir'aun untuk seribu kalinya setelah
membohongkannya. Tiada seorang pun yang menentangnya dan tidak ada
seorang pun yang mempersoalkan sebab sepele di balik pengumpulan tentara
itu.
Akhirnya, bergeraklah tentara Fir'aun dengan membawa persenjataan yang lengkap dan mereka berusaha mengejar Nabi Musa As. Fir'aun duduk di atas kendaraan perangnya dan mengawasi tentara di sekitarya sambil tersenyum.
Barangkali ia membayangkan, jika sejak semula ia melakukan itu maka
gerak-gerik Musa akan dapat dipatahkannya dan ia dapat membunuhnya.
Alhasil, ia sekarang berada di jalan untuk menangkap Musa dan
membunuhnya dan menyelesaikan masalah seluruhnya.
Nabi Musa As berdiri di depan Laut Merah. Tampak dari
kejauhan bahwa debu yang ditebarkan oleh tentara Fir'aun mulai mendekat.
Lalu setelah itu tampak panji-panji tentara.
Melihat hal itu, kaum Nabi Musa As merasakan ketakutan.
Mereka menghadapi situasi sangat sulit dan berbahaya: di depan mereka
ada laut sementara di belakang mereka ada musuh. Mereka tidak memiliki
kesempatan sedikit pun untuk berperang dengan pasukan Fir'aun karena
mereka hanya terdiri dari wanita-wanita, anak-anak kecil, dan
orang-orang lelaki yang tidak bersenjata. Fir'aun akan menyembelih
mereka semuanya.
Tiba-tiba terdengarlah teriakan dari kaum Nabi Musa As: "Fir'aun akan menyusul kita dan menangkap kita."
Nabi Musa As berusaha menenangkan mereka sambil berkata: "Tidak. Sesungguhnya Tuhanku bersamaku dan Dia pun akan membimbingiku."
Kita tidak mengetahui bagaimana perasaan Nabi Musa As
saat itu atau apa yang dipikirkannya. Yang jelas, ia tidak mendapat
kepercayaan seperti ini kecuali setelah Allah SWT mewahyukan kepadanya
agar ia memukulkan tongkatnya ke lautan itu. Kemudian Nabi Musa As pun memukulkan tongkat yang dibawanya kepada lautan itu.
Demikianlah bahwa kehendak Allah SWT pasti terlaksana meskipun harus
bertentangan dengan logika manusia. Allah SWT ingin menunjukkan
mukjizat, kemudian Allah SWT mewahyukan kepada Musa untuk memukulkan
tongkatnya kepada lautan. Pemukulan tongkat terhadap lautan hanya
sekadar sebab yang kemudian diikuti dengan terbelahnya lautan.
Belum sampai Nabi Musa As mengangkat tongkatnya sehingga malaikat Jibril turun ke bumi lalu Nabi Musa As
memukulkan tongkatnya ke lautan. Tiba-tiba laut itu terbelah menjadi
dua bagian: satu bagian menjadi kering kerontang di mana di sebelah
kanannya terdapat ombak dan di sebelah kirinya juga terdapat ombak.
Nabi Musa As bersama kaumnya berjalan sehingga mereka
dapat melewati lautan. Ini adalah mukjizat yang sangat besar. Ombak
bergelombang: meninggi dan menurun sehingga tampak ada tangan
tersembunyi yang mencegahnya agar jangan sampai menenggelamkan Nabi Musa As atau bahkan membasahinya sekalipun.
Demikianlah Nabi Musa As dan kaumnya berhasil melewati
lautan. Sementara itu, Fir'aun sampai ke lautan. Ia menyaksikan mukjizat
ini. Ia melihat lautan terdapat jalan kering yang terbelah menjadi dua.
Fir'aun saat itu merasakan ketakutan tetapi lagi-lagi keras kepalanya
dan pembangkangannya tetap menyalakan api peperangan sehingga ia
menyuruh pasukannya untuk maju.
Ketika Musa selesai menyeberangi lautan, ia menoleh ke lautan dan ia
ingin memukulkan dengan tongkatnya sehingga kembali sebagaimana
mestinya, tetapi Allah SWT mewahyukan kepadanya agar ia membiarkan
lautan seperti semula.
Seandainya ia memukulkan tongkatnya kepada lautan dan laut itu kembali seperti semula niscaya Nabi Musa As
akan selamat dan Fir'aun pun akan selamat, sedangkan Allah SWT telah
berkehendak untuk menenggelamkan Fir'aun. Oleh karena itu, Musa
diperintahkan untuk membiarkan lautan seperti semula.
Allah SWT mewahyukan kepadanya:
"Dan biarlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah tentara yang akan ditenggelamkan." (QS. ad-Dukhan: 24)
Fir'aun bersama tentaranya sampai di tengah lautan. Ia sudah melewati
separuhnya dan ia akan sampai ke tepi yang lain. Kemudian Allah SWT
memerintahkan kepada Jibril. Lalu Jibril menggerakkan ombak sehingga
ombak itu menerpa Fir'aun dan menenggelamkannya beserta tentaranya.
Fir'aun dan tentaranya tenggelam. Pembangkangan telah tenggelam
sedangkan keimanan kepada Allah SWT telah selamat.
Ketika tenggelam, Fir'aun melihat tempatnya di neraka. Kini. ia sadar
dan tabir telah terkuak di depannya. Fir'aun telah menjemput sakaratul
maut. Ia telah menyadari bahwa Musa adalah seorang yang benar dan ia
telah menyia-nyiakan dirinya dengan menentangnya dan berusaha
memeranginya. Fir'aun berusaha menunjukkan keimanannya.
"Hingga bila Fir'aun itu hampir tenggelam berkatalah dia: 'Saya
percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani
Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada
Allah).'" (QS. Yunus: 90)
Taubat Fir'aun tidak berguna dan tidak diterima; taubat yang justru
disampaikan ketika ia menyaksikan azab dan akan memasuki pintu kematian.
Jibril berkata kepadanya:
"Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah
durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat
kerusakan." (QS. Yunus: 91)
Yakni, tidak ada taubat bagimu. Sungguh telah selesai waktu taubat
bagimu dan engkau telah binasa. Selesailah urusan ini dan tiadalah
keselamatan bagimu. Yang selamat hanyalah tubuhmu dan engkau akan
dilemparkan oleh ombak ke tepi sehingga tubuhmu sebagai bukti kebesaran
Allah SWT bagi orang-orang yang hidup sesudahmu:
"Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi
peringatan bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya
kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami." (QS.
Yunus: 92)
Apa yang terjadi pada Fir'aun merupakan sunatullah yang abadi yang terjadi sebagai pelajaran bagi hamba-hamba Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata: 'Kami beriman
hepada Allah saja dan kami kafir kepada sembahan-sembahan yang telah
kami persekutukan dengan Allah.'" (QS. al-Mu'min: 84)
Allah SWT menceritakan sikap Fir'aun bersama Musa dalam firman-Nya:
"Dan Kami wahyukan (perintahkan) kepada Musa: 'Pergilah di malam hari
dengan membawa hamba-hamba-Ku (Bani Israil), karena sesungguhnya kamu
sekalian akan disusuli. Kemudian Fir'aun mengirimkan orang yang
mengumpulkan (tentaranya) ke kota-kota. (Fir'aun berkata): 'Sesungguhnya
mereka (Bani Israil) benar-benar golongan kecil kecil, dan sesungguhnya
mereka membuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita, dan sesungguhnya
kita benar-benar golongan yang selalu berjaga-jaga.' Maka Kami keluarkan
Fir'aun dari kaumnya dari taman-taman dan mata air, dan (dari)
perbendaharaan dan kedudukan yang mulia, demikianlah halnya dan Kami
anugerahkan semuanya (itu) kepada Bani Israil. Maka Fir'aun dan bala
tentaranya dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit. Maka setelah
kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa:
'Sesungguhnya kita benar-benar akan disusul.' Musa menjawab:
'Sekali-kali kita tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku,
kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.' Dan di sanalah Kami dekatkan
golongan yang lain. Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang
besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda
yang besar (mukji-zat) dan tetapi adalah kebanyakan mereka tidak
beriman. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa
lagi Maha Penyayang." (QS. asy-Syu'ara': 52-68)
Tersingkaplah kejahatan dan kelaliman Fir'aun.
Ombak lautan menggiring tubuhnya ke tepi. Kami tidak mengetahui tepi
mana yang dimaksud, yang menggiring tubuh seseorang yang mengaku dirinya
sebagai tuhan; seseorang yang tidak ada seorang pun yang berani
menentangnya. Diduga kuat bahwa ombak menggiring jasadnya ke tepi barat
lalu orang-orang Mesir melihatnya dan mengetahui bahwa tuhan mereka yang
mereka sembah, yang mereka taati adalah sekadar seseorang yang tidak
mampu menjauhkan kematian dari lehernya.
Setelah itu, orang-orang Mesir mengetahui kebenaran secara sempurna.
Al-Qur'an al-Karim tidak menceritakan kepada kita apa yang mereka
perbuat setelah jatuhnya rezim Fir'aun dan setelah tentaranya tenggelam;
Al-Qur'an tidak menceritakan kepada kita bagaimana reaksi mereka
setelah Allah SWT menghancurkan apa yang diperbuat oleh Fir'aun dan
kaumnya dan apa yang mereka bangun; Al-Qur'an tidak menyinggung semua
itu; Al-Qur'an justru memfokuskan keadaan Musa dan Harun dan bagaimana
peristiwa yang dialami Bani Israil bersama kedua nabi itu.
Fir'aun telah mati. Ia tenggelam di hadapan mata orang-orang Mesir dan
Bani Israil. Meskipun ia telah mati, tetapi pengaruhnya tetap membekas
pada jiwa orang-orang Mesir dan Bani Israil.
Sungguh sangat sulit untuk menghilangkan pengaruh kehinaan yang sekian
lama atau sekian tahun tertanam dalam jiwa dan kemudian jiwa itu menjadi
mulia. Fir'aun telah menanamkan pada jiwa Bani Israil sesuatu yang akan
kita ketahui dari ayat-ayat Al-Qur'an.
Fir'aun telah membiasakan mereka untuk mendapatkan kehinaan. Fir'aun
telah menghancurkan jiwa mereka dari dalam. Fir'aun telah merusak
suasana rohani mereka yang bersih. Fir'aun telah merusak fitrah mereka
sehingga mereka menyiksa Musa dan menyakiti Musa dengan sikap
penentangan dan kebodohan.
Mukjizat pembelahan lautan masih segar di pikiran mereka. Pasir-pasir
laut yang basah masih membekas dan masih terdapat dalam sandal-sandal
Bani Israil ketika mereka lewat di depan kaum yang menyembah berhala.
Seharusnya mereka menampakkan kemarahan mereka atas kelaliman terhadap
akal, dan mereka memuji kepada Allah SWT karena mereka mendapatkan
petunjuk pada jalan keimanan dan kebenaran. Tetapi mereka justru menoleh
kepada Musa dan meminta kepadanya agar menjadikan tuhan lain bagi
mereka yang dapat mereka sembah seperti orang-orang itu. Mereka merasa
cemburu ketika melihat orang-orang yang menyembah berhala itu dan mereka
pun menginginkan hal yang sama. Mereka merasakan kerinduan kepada
hari-hari syirik yang lalu yang mereka dapati di bawah naungan Fir'aun.
Nabi Musa As mengetahui betapa bodohnya mereka.
Allah SWT berfirman:
"Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka
setelah mereka sampai pada suatu kaum yang tetap menyembah berhala
mereka, Bani Israil berkata: 'Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan
(berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).' Musa
menjawab: 'Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui
(sifat-sifat Tuhan).' Sesungguhnya mereka itu akan dihancurhan
kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka
kerjakan. Musa menjawab: 'Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang
selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas
segala umat. Dan (ingatlah hai Bani Israil), ketika Kami menyelamatkan
kamu dari (Fir'aun) dan kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab yang
sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan
hidup wanita-wanitamu. Dan pada yang demikian itu cobaan yang besar dari
Tuhanmu. " (QS. al-A'raf: 138-141)
Musa berjalan bersama kaumnya di Saina', yaitu suatu gurun yang di
dalamnya terdapat pohon yang dapat melindungi dari sengatan matahari dan
di dalamnya terdapat makanan dan air.
Kemudian rahmat Allah SWT turun kepada mereka di mana mereka mendapatkan
al-Manna dan Salwa dan mereka dinaungi oleh awan. Al-Manna adalah
makanan yang rasanya mendekati manis dan ia dihasilkan oleh sebagian
pohon-pohon yang berbuah di mana angin membawa kepada mereka rasa
demikian ini dari daun-daun pohon.
Allah SWT juga mengirim kepada mereka as-Salwa, yaitu salah satu burung yang bernama as-Saman.
Ketika mereka merasakan kehausan yang sangat saat di Saina' tidak ada setetes air pun maka Nabi Musa As memukulkan dengan tongkatnya kepada batu sehingga batu itu memancarkan dua belas mata air.
Bani Israil terbagi menjadi dua belas cucu maka Allah SWT mengirim air
tersebut kepada setiap kelompok. Meskipun mereka mendapatkan kemuliaan
dan kehormatan yang sedemikian rupa, tetapi lagi-lagi jiwa mereka yang
sakit tidak dapat menyadarkan mereka untuk mensyukuri nikmat-nikmat ini.
Mereka justru mendebat Nabi Musa As dan mengatakan
bahwa mereka bosan dengan makanan ini dan mereka ingin memiliki bawang
merah dan bawang putih serta kacang-kacangan. Semua makanan ini adalah
makanan tradisional Mesir.
Bani Israil meminta kepada Nabi mereka untuk berdoa kepada Allah SWT dan mengeluarkan dari bumi makanan-makanan ini. Nabi Musa As melihat bahwa mereka menganiaya diri mereka sendiri, dan Nabi Musa As menyadari betapa mereka merindukan kehinaan mereka saat mereka bersama Fir'aun.
Mereka berani menolak makanan-makanan yang baik dan makanan-makanan yang
mulia, dan sebagai gantinya, mereka malah menginginkan makanan-makanan
yang rendah mutunya. Allah SWT berfirman:
"Dan ingatlah ketika kamu berkata: 'Hai Musa, kami tidak bisa sabar
(tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu, mohonkanlah untuk
kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang
ditumbuhkan bumi, yaitu: 'Sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya,
kacang adasnya, dan bawang merahnya.' Musa berkata: 'Maukah kamu
mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik?
Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta.'
Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka
mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu
mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak
dibenarkan. Demikianlah itu (tetjadi) karena mereka selalu berbuat
durhaka dan melampaui batas. " (QS. al-Baqarah: 61)
Nabi Musa As berjalan bersama kaumnya menuju Baitul Maqdis. Nabi Musa As memerintahkan kaumnya untuk memasukinya dan memerangi siapa pun yang ada di dalamnya serta berusaha menguasai tempat itu.
Demikianlah telah datang ujian terakhir kepada mereka setelah mereka
menyaksikan mukjizat dan ayat-ayat Allah SWT serta hal-hal yang luar
biasa. Telah datang saat ujian kepada mereka untuk berperang —karena
mereka sebagai orang-orang mukmin— melawan kaum penyembah berhala.
Namun kaum Nabi Musa As menolak untuk memasuki tanah suci. Nabi Musa As
berusaha menyadarkan mereka dengan menceritakan bagaimana nikmat Allah
SWT yang turun kepada mereka; bagaimana Allah SWT menjadikan di
tengah-tengah mereka para nabi dan menjadikan mereka raja-raja yang
mewarisi kerajaan Fir'aun; dan bagaimana mereka diberi suatu kekayaan
dan anugerah yang tidak dapat didapatkan oleh seseorang pun di dalam
dunia.
Kaum Nabi Musa As takut kepada peperangan dan beralasan
bahwa di dalamnya terdapat kaum yang perkasa dan mereka tidak akan
masuk ke tanah suci sehingga orang-orang yang kuat itu keluar darinya.
Kitab-kitab kuno mengatakan bahwa mereka keluar dalam jumlah enam ratus ribu. Nabi Musa As
tidak dapat mendapatkan seseorang pun di antara mereka yang siap
melakukan peperangan kecuali dua orang. Kedua orang ini berusaha untuk
menyadarkan kaum agar mereka memasuki tanah suci itu dan berperang.
Mereka berdua berkata: "Sungguh hanya sekadar kalian memasuki pintu
darinya maka kalian akan mendapatkan kemenangan." Tetapi Bani Israil
menampakkan ketakutan dan tubuh mereka tampak gemetar.
Pada kali yang lain —sesuai dengan tabiat mereka— mereka merindukan
menyembah berhala ketika melihat ada kaum yang menyembah berhala. Mereka
telah rusak dan mereka telah kalah dari dalam diri mereka; mereka telah
biasa mendapatkan kehinaan sehingga mereka tidak mampu berperang. Yang
tersisa hanyalah, mereka mampu untuk bersikap tidak sopan pada Nabi Musa As as dan kepada Tuhannya.
Kaum Nabi Musa As berkata kepadanya dalam kalimat yang terkenal:
"Pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua,
sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja." (QS. al-Maidah: 24)
Mereka mengucapkan kata-kata tersebut dengan lantang dan jelas serta tanpa rasa malu. Nabi Musa As
mengetahui bahwa kaumnya sangat jauh dari kebaikan. Fir'aun telah mati
tetapi pengaruhnya tetap tertanam dalam jiwa mereka di mana untuk
mengobatinya memerlukan waktu yang lama.
Nabi Musa As kembali kepada Tuhannya dan memberitahu-Nya bahwa ia tidak memiliki sesuatu pun kecuali dirinya dan saudaranya. Nabi Musa As berdoa buruk kepada kaumnya agar Allah SWT memisahkan antara dirinya dan mereka.
Allah SWT menurunkan keputusan-Nya kepada generasi ini yang telah rusak
fitrahnya. Yaitu keputusan yang berupa: mereka disesatkan selama empat
puluh tahun sehingga generasi ini mati atau mereka mencapai usia senja
dan kemudian akan lahir generasi yang baru; generasi yang belum rusak
jiwanya dan mereka akan dapat berperang dan memperoleh kemenangan.
Allah SWT berfirman:
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: 'Hai kaumku,
ingatlah nikmat Allak atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di
antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikannya
kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seseorang pun di
antara umat-umat yang lain.' Hai kaumku, masuklah ke tanah suci
(Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari
ke belakang (karena takut kepada musuh) maka kamu menjadi orang-orang
yang merugi. Mereka berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya di dalam negeri itu
ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak
akan memasukinya sebelum mereka keluar darinya. Jika mereka keluar
darinya, pasti kami akan memasukinya.' Berkatalah dua orang di antara
orang-orang yang takut (kepada Allah) yangAllah telah memberi nikmat
atas keduanya: 'Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu,
maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada
Allah hendaklah kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang
beriman.' Mereka berkata: 'Hai Musa, kami sekali-kali tidak memasukinya
selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu
bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya
duduk menanti di sini saja.' Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, aku tidak
menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah
antara kami dengan orang-orang yang fasik itu. 'Allah berfirman: '(Jika
demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama
empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan
di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan
nasib) orang-orang yang fasik itu." (QS. al-Maidah: 20-26)
Dimulailah hari-hari kesesatan. Mereka melewati tempat yang tertutup.
Mereka memulai dari tempat yang mereka akhiri dan sebaliknya.
Alhasil, mereka berjalan tanpa tujuan sepanjang siang-malam, pagi-sore. Mereka memasuki daratan di daerah Saina'. Nabi Musa As kembali ke tempat yang beliau bertemu di dalamnya untuk pertama kalinya dengan kalimat-kalimat Allah SWT.
Bani Israil turun dari at-Thur, dan Nabi Musa As mendaki gunung sendirian. Di sana diturunkan Taurat dan Tuhannya berdialog dengannya. Sebelum Nabi Musa As
naik untuk bertemu dengan Tuhannya, ia menjadikan saudaranya, Harun,
sebagai khalifahnya untuk kaumnya. Harun diangkatnya sebagai wakilnya
yang bertanggung jawab untuk mengurus kaumnya. Dan Musa pun pergi menuju
Tuhannya.
Allah SWT berfirman:
"Dan telah Kami jadikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah
berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu
dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnakanlah waktu yang telah
ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada
saudaranya yaitu Harun: 'Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan
perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat
kerusakan.'" (QS. al-A'raf: 142)
Orang-orang dahulu mengatakan bahwa Nabi Musa As berpuasa selama tiga puluh hari sepanjang malam dan siang tanpa mencicipi makanan sedikit pun kemudian Nabi Musa As tidak ingin untuk berdialog kepada Tuhannya sementara mulutnya dalam keadaan seperti mulut orang yang berpuasa.
Lalu beliau memakan sedikit dari tanaman bumi dan beliau mengunyahnya.
Tuhannya berkata kepadanya: "Mengapa engkau berbuka?"
Musa menjawab: "Ya Tuhanku, aku tidak ingin berbicara denganmu kecuali mulutku dalam keadaan baik baunya."
Allah SWT menjawab: "Tidakkah engkau mengetahui wahai Musa bahwa mulut
orang yang berpuasa di sisi-Ku lebih baik daripada bau misik. Kembalilah
engkau berpuasa selama sepuluh hari kemudian datanglah kepada-Ku."
Nabi Musa As as pun melaksanakan perintah-Nya.
Kami tidak mengetahui secara pasti, mengapa Nabi Musa As
berpuasa selama empat puluh malam, bukan tiga puluh hari. Yang kita
ketahui bahwa Allah SWT menambah sepuluh hari yang lain. Setelah itu,
turunlah Taurat; turunlah kepadanya sepuluh wasiat:
1. Perintah untuk hanya menyembah kepada Allah SWT dan tidak menyekutukan-Nya.
2. Larangan untuk bersumpah bohong atas nama Allah SWT.
3. Menjaga kehormatan pada hari Sabtu. Dengan pengertian, memfokuskan hari Sabtu sebagai hari ibadah.
4. Perintah untuk menghormati ayah dan ibu.
5. Menyadari bahwa Allah SWT yang dapat memberi dan membagi.
6. Janganlah engkau membunuh.
7. Janganlah engkau berzina.
8. Janganlah engkau mencuri.
9. Janganlah memberikan kesaksian yang palsu.
10. Jangan engkau merasa tertipu atau terpikat kepada rumah temanmu atau istrinya atau budaknya atau sapinya atau keledainya.
Para ulama salaf mengatakan bahwa kandungan sepuluh wasiat ini telah
terdapat dalam dua ayat dalam Al-Qur'an, yaitu dalam firman-Nya:
"Katakanlah: 'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh
Tuhanmu, yaitu: Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,
berbuat baiklah terhadap kedua ibu dan bapakmu, dan janganlah kamu
membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi
rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati
perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak di antaranya maupun yang
tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.' Demikian itu
yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahaminya. Dan
janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang
lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakan takaran dan
timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang
melainkan dengan kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka
hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu), dan
penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu
agar kamu ingat. " (QS. al-An'am: 151-152)
Allah SWT menceritakan kepada kita bagaimana keadaan Musa ketika ia pergi untuk menemui janji dengan Tuhannya.
Musa ketika berpuasa selama empat puluh malam bermaksud untuk lebih
mendekat kepada Tuhannya. Ketika Allah SWT berdialog dengannya, maka
Musa merasakan cinta yang semakin bergelora kepada Tuhannya.
Kami tidak mengetahui perasaan apa yang ada di hati Musa ketika ia
meminta kepada Tuhannya agar dapat melihatnya. Seringkali cinta yang ada
di dalam manusia mendorong dirinya untuk meminta sesuatu yang mustahil.
Lalu bagaimana bayangan Anda terhadap cinta yang berhubungan dengan
cinta kepada Allah SWT. Ia adalah hakikat cinta. Kedalaman perasaan Nabi Musa As
kepada Tuhannya dan kecintaannya kepada sang Pencipta, semua ini
mendorongnya untuk meminta kepada Allah SWT agar dapat melihatnya.
Aliah SWT berfirman:
"Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang
telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya,
berkatalah Musa: 'Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar
aku dapat melihat kepada Engkau.'" (QS. al-A'raf: 143)
Demikianlah dorongan cinta dari para pecinta sejati. Musa bertanya dan
meminta kepada Tuhannya sesuatu yang menakjubkan tetapi Allah SWT
menjawabnya:
"Tuhan berfirman: 'Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku." (QS. al-A'raf: 143)
Seandainya Allah SWT hanya mengatakan demikian maka ini pun sebagai
bentuk keadilan dari-Nya, tetapi keadaan di sini adalah keadaan cinta
Ilahi dari Musa. Dorongan cinta yang dibalas dengan dorongan cinta.
Demikianlah Nabi Musa As mendapatkan rahmat dari
Tuhannya. Allah SWT memberitahunya bahwa ia tidak akan mampu melihat-Nya
karena tak satu pun dari makhluk yang tidak dapat "menangkap cahaya"
dari Allah SWT. Allah SWT memerintahkannya agar melihat gunung, dan jika
gunung itu masih menetap di tempatnya maka ia akan dapat melihat
Tuhannya.
Allah SWT berfirman:
"Tetapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya
(sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku. Tatkala Tuhannya
menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh
dan Musa pun jatuh pingsan. (QS. al-A'raf: 143)
Tiada seorang pun yang dapat "menangkap" cahaya Allah SWT. Nabi Musa As
mengetahui hakikat ini dan menyaksikan sendiri. Ash'aq adalah al-Maut
(kematian) atau al-Ighma' (keadaan tidak sadarkan diri atau pingsan).
Kami tidak mengetahui bagaimana keadaan yang dialami Nabi Musa As ketika ia kehilangan kehidupannya atau kesadarannya.
"Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: 'Maha Suci Engkau, aku
bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.'" (QS.
al-A'raf: 143)
Para mufasir klasik cukup serius meneliti dan memperbincangkan ayat-ayat ini. Misalnya, mereka bertanya-tanya: bagaimana Nabi Musa As meminta kepada Allah SWT agar dapat melihat-Nya, padahal ia tahu bahwa itu adalah hal yang tidak mungkin atau mustahil.
Mereka berselisih pendapat dalam hal itu dan saling adu argumentasi.
Mu'tazilah memiliki pendapat yang lain dan Ahlusunah pun memiliki
pendapat yang lain lagi. Pokok pembicaraan semuanya berkisar pada:
bagaimana seorang nabi tidak mengetahui —padahal ia adalah makhluk Allah
SWT yang paling dekat dengan-Nya— bahwa melihat Allah SWT adalah hal
yang sangat mustahil?
Kami kira bahwa sikap Nabi Musa As tersebut
menggambarkan puncak cinta dan kedalaman dari hatinya, yang ini
merupakan gambaran yang tinggi dari sejarah yang dilalui oleh Nabi Musa As.
Kita sekarang berada di hadapan puncak cinta kepada Allah SWT. Dan
seorang pecinta tidak menginginkan selain melihat "wajah" kekasihnya.
Menurut logika akal bahwa melihat Allah SWT adalah hal yang mustahil, tetapi kapan cinta pernah peduli dengan logika itu. Nabi Musa As
terdorong untuk mendapatkan pengalaman baru yaitu suatu pengalaman yang
kayaknya ia sengaja melakukannya untuk mewakili kita semua.
Nabi Musa As nekat dan mendorong kita untuk meminta. Ia
lebih dahulu meraskan keadaan tidak sadarkan diri dan ia telah
membuktikan kepada kita dengan tubuhnya yang mulia dan rohnya yang suci
bahwa tak seorang pun dapat "menangkap" cahaya Allah SWT. Nabi Musa As dalam keadaan tak sadarkan diri lalu ketika bangun ia memuja-muja Allah SWT dan bertaubat serta meminta ampun kepadaNya:
"Dia berkata: 'Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau.'" (QS. al-A'raf: 143)
Mengapa Nabi Musa As bertaubat? Orang-orang sufi
berkata: Ia bertaubat dari dorongan cinta yang besar di mana ia meminta
sesuatu yang mustahil, padahal ia menyadari itu adalah mustahil.
Ini adalah tafsiran yang memuaskan yang didukung oleh konteks ayat-ayat
tersebut. Perhatikanlah ayat-ayat (tanda-kebesaran) Allah SWT dan
bagaimana Dia mengingatkan Musa terhadap apa-apa yang diterimanya dari
berbagai macam nikmat.
Allah SWT berkata kepada Musa:
"Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia
yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara
langsung dengan-Ku. Sebab itu, berpegang teguhlah kepada apa yang Aku
berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.
Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu
sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami
berfirman): 'Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu
berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya.'" (QS.
al-A'raf: 144-145)
Ahli tafsir memperhatikan firman Allah SWT kepada Musa: "Sesungguhnya
Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk
membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku."
Kemudian dilakukanlah perbandingan antara Nabi Musa As
dan nabi-nabi yang lain. Dikatakan bahwa pemilihan ini dikhususkan hanya
kepadanya dan di zamannya saja, dan tidak berlaku di zaman sebelumnya
karena ada Nabi Ibrahim di zaman itu, sedangkan Nabi Ibrahim lebih baik
dari Nabi Musa As. Begitu juga pemilihan ini tidak
berlaku pada zaman setelahnya karena ada Nabi Muhammad bin Abdilah saw
dan ia lebih baik dari mereka berdua.
Kami ingin menghindari perdebatan ini, bukan karena kami percaya bahwa
semua nabi sama. Memang Allah SWT memberitahu kita bahwa Dia
mengutamakan sebagian nabi atau sebagian yang lain dan mengangkat
derajat sebagian mereka atau sebagian yang lain, tetapi pengutamaan ini
adalah hal yang tidak boleh kita sentuh.
Hendaklah kita beriman kepada seluruh nabi dan kita harus menunjukkan
penghormatan kita kepada mereka semua. Adalah bukan hal yang sopan jika
kita mencoba membanding-bandingkan di antara para nabi.
Yang utama adalah, hendaklah kita meyakini dan mengimani mereka semua.
Akhirnya, selesailah perjumpaan Musa dengan Tuhannya. Kemudian Nabi Musa As
kembali kepada kaumnya dalam keadaan marah dan jengkel. Di alam wujud
tidak ada seorang manusia yang memiliki kelembutan dan kerelaan hati
yang begitu besar seperti Nabi Musa As, tetapi ia
diberitahu oleh Tuhannya bahwa kaumnya telah menyimpang dari jalannya.
Oleh karena itu, ia kembali dalam keadaan marah dan jengkel kepada
mereka.
Allah SWT berfirman:
"Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa? Berkata
Musa: 'Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu,
ya Tuhanku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku). Allah berfirman: 'Maka
sesungguhnya, Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan
mereka telah disesatkan oleh Samiri. Kemudian Musa kembali kepada
kaumnya dengan marah dan bersedih hati. " (QS. Thaha: 83-86)
Musa turun dari gunung dan membawa papan Taurat. Rasa-rasanya hatinya
mendidih dan jengkel. Kita dapat membayangkan bagaimana emosi yang
membakar Nabi Musa As saat ia mengayunkan langkahnya menuju kaumnya.
Betapa tidak, belum lama Nabi Musa As meninggalkan kaumnya dan menemui Tuhannya, mereka mendapatkan fitnah melalui Samiri.
Fitnah ini adalah, bahwa Bani Israil —ketika keluar dari Mesir— membawa
banyak dari harta perhiasan orang-orang Mesir dan emas-emas mereka.
Mereka mengambilnya untuk mereka manfaatkan dalam pesta perayaan mereka.
Kemudian mereka selamat karena mukjizat pembelahaan lautan di mana
lautan menenggelamkan Fir'aun dan tentaranya sehingga harta mereka yang
berupa emas dimiliki oleh Bani Israil.
Harun mengetahui bahwa emas tersebut bukan milik mereka lalu Harun
memintanya dari mereka dan menimbunnya di tanah. Bani Israil tidak
memerlukannya karena saat ini mereka sedang tersesat. Mereka berjalan di
tengah-tengah gurun sehingga tidak bermanfaat bagi mereka emas-emas
itu.
Harun, saudara kandung Musa, menggali tanah dan meletakkan emas-emas itu
lalu menimbunkan di atasnya tanah. Samiri melihat apa yang dilakukan
oleh Harun. Setelah itu, dia mengeluarkannya dan membuat sebuah patung
sapi yang menyerupai sapi Ibis sesembahan orang-orang Mesir.
Samiri adalah seorang pemahat yang mahir. Dia mampu membuat anak sapi
yang menarik di mana ketika dia meletakkannya di arah angin maka akan
masuk darinya udara dari celah bagian belakangnya lalu keluar dari
hidungnya. Samiri membuat suara yang menyerupai suara sapi yang
sebenarnya.
Konon, rahasia kehebatan sapi ini adalah karena Samiri telah mengambil
segenggam tanah yang dilalui Jibril ketika ia turun ke bumi dalam
peristiwa mukjizat pembelahan laut.
Yakni Samiri melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh kaum Nabi Musa As. Kemudian dia mengambil segenggam tanah dari bekas yang dilalui seorang utusan (Jibril) dan meletakkannya bersama emas.
Samiri membuat darinya anak sapi. Jibril as tidak berjalan di atas
sesuatu kecuali sesuatu itu menjadi hidup. Ketika Samiri menambahkan
tanah itu ke emas lalu membuat darinya anak sapi maka anak sapi itu
dapat bersuara seperti anak sapi yang sebenarnya.
Demikianlah kisah Samiri. Kita mengetahui sekarang bahwa jika tanah
ditambahkan ke emas dan melebur maka tanah itu akan terpisah dari emas
dan akan meninggalkan bekas (lubang) di tempat terpisahnya itu. Diduga
kuat bahwa Samiri menggunakan tanah itu seperti tanah yang lain dalam
usaha untuk mengeringkan bagian dalam dari anak sapi di mana patung itu
berubah menjadi patung yang mempunyai suara.
Setelah itu, Samiri keluar menemui Bani Israil dengan membawa apa yang dibuatnya.
Mereka bertanya kepadanya: "Apa ini, hai Samiri?"
Ia menjawab: "Ini adalah tuhan kalian dan tuhan Musa."
Mereka berkata: "Bukankah Musa sedang menemui Tuhannya?"
Samiri menjawab: "Musa telah lupa ia pergi untuk menemui tuhannya di sana, padahal sebenarnya tuhannya ada di sini."
Akhirnya, Bani Israil menyembah anak sapi ini.
Barangkali pembaca akan merasa heran terhadap fitnah ini. Bagaimana akal
kaum itu dapat tunduk sampai pada keadaan seperti ini? Bukankah mereka
telah menyaksikan mukjizat yang besar? Bagaimana mereka dengan mudah
menyembah berhala? Kebingungan tersebut segera hilang ketika kita lihat
keadaan kejiwaan kaum yang menyembah anak sapi itu.
Mereka telah terdidik di Mesir pada saat mereka menyembah berhala dan
sangat mengkultuskan anak sapi Ibis. Mereka terdidik di bawah kehinaan
dan perbudakan sehingga jiwa mereka menjadi ternoda dan fitrah mereka
menjadi tercemar.
Mereka menyaksikan mukjizat-mukjizat dari Allah SWT tetapi mukjizat itu
berbenturan dengan jiwa-jiwa yang putus asa. Mukjizat ini tidak mampu
memuaskan mereka untuk mempercayai kebenaran.
Mereka masih saja dihinggapi keinginan untuk menyembah berhala. Mereka
adalah para penyembah berhala seperti tokoh-tokoh Mesir yang dahulu.
Oleh karena itu, mereka menyembah anak sapi.
Sikap mereka ini tidak terlalu mengagetkan kita. Sebab, setelah mereka
menyaksikan mukjizat pembelahan lautan, mereka melihat suatu kaum yang
menyembah berhala, lalu mereka minta kepada Nabi Musa As agar menjadikan tuhan bagi mereka seperti kaum yang menyembah berhala itu.
Jadi, masalahnya adalah masalah klasik.
Pada hakikatnya, hasrat untuk menyembah berhala berarti menyembah berhala itu sendiri.
Apa yang dilakukan Samiri adalah, ia memanfaatkan kerinduan kaum untuk
menyembah berhala. Kemudian Samiri memilih agar anak sapi yang
diciptakannya berbentuk emas karena ia mengetahui bahwa umumnya Bani
Israil lemah (mudah terpedaya) pada emas.
Akhirnya, fitnah yang ditimbulkan oleh Samiri tersebar di sana sini.
Harun sangat terpukul ketika mengetahui Bani Israil menyembah anak sapi
dari emas.
Mereka terbagi menjadi dua kelompok: minoritas dari mereka beriman dan
mengetahui bahwa ini adalah tipu daya dan kebohongan semata, sedangkan
mayoritas mereka mengingkari Harun dan tetap melampiaskan kerinduan
mereka untuk menyembah berhala.
Harun berdiri di tengah-tengah kaumnya dan mulai menasihati mereka. Ia
berkata kepada mereka: "Sesungguhnya kalian tertipu dengannya. Ini
adalah fitnah (godaan). Samiri telah memanfaatkan kebodohan kalian
dengan menciptakan anak sapi itu. Lembu itu bukan tuhan kalian dan bukan
juga tuhan Musa:
"Sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku." (QS. Thaha: 90)
Para penyembah anak sapi menolak nasihat Harun. Kelompok orang-orang
yang bodoh itu tidak mau lagi menerima nasihat. Harun kembali
memperingatkan mereka dan menceritakan kembali kepada mereka bagaimana
mukjizat-mukjizat Allah SWT dapat menyelamatkan mereka, dan bagaimana
Allah SWT memuliakan dan menjaga mereka. Tetapi mereka menutup telinga
dan menolak segala nasihatnya.
Mereka justru melemahkan posisi Harun dan nyaris saja membunuhnya.
Adalah jelas bahwa Harun lebih lemah daripada Musa, sehingga para kaum
tidak takut lagi. Harun khawatir jika ia menggunakan kekuatan dan
menghancurkan berhala-berhala yang mereka sembah, maka akan terjadi
fitnah di tengah-tengah kaum dan akan tercipta perang saudara.
Akhirnya, Harun memilih untuk menunda hal itu sampai kedatangan Musa.
Harun mengetahui bahwa Musa seorang yang kuat yang mampu mengatasi
fitnah ini tanpa harus menumpahkan darah. Sementara itu, Bani Israil
terus menari di sekitar anak sapi. Samiri —mudah-mudahan Allah SWT
melaknatnya— adalah penyebab fitnah ini, dan ia menari-nari serta
berputar-putar di sekeliling berhala.
Al-Qurthubi dalam tafsirnya pada juz kesebelas menyebutkan fitnah yang timbulkan oleh Samiri.
Qurthubi berkata: "Imam Abu Bakar at-Thurthusi ditanya: "Apa yang
dikatakan oleh pemimpin kita al-Faqih tentang kelompok pria yang
memperbanyak zikrullah dan menyebut Muhammad saw. Sebagian mereka
menari-nari sehingga pingsan. Mereka menghadirkan sesuatu dan
memakannya. Apakah hadir bersama mereka boleh atau tidak? Berilah kami
fatwa, mudah-mudahan engkau diberi pahala."
Qurthubi menjawab pertanyaan ini dengan menukil penjelasan gurunya:
"Mazhab sufi (yang beliau maksudkan adalah orang-orang yang menari-nari
yang dipraktekkan oleh sebagian aliran sufi untuk mengekspresikan zikir)
berdasarkan kebodohan dan kesesatan serta sesuatu yang sia-sia.
Islam hanya berdasarkan Kitab Allah SWT dan sunah Rasul-Nya. Praktek
tari-tarian seperti itu adalah sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh
pengikut-pengikut Samiri ketika mereka menjadikan anak sapi sebagai
tuhan mereka. Mereka menari-nari di sekitarnya dan berkumpul di situ.
Itu adalah agama kekufuran dan penyembahan terhadap anak sapi."
Nabi Muhammad SAW
duduk bersama sahabatnya dan seakan-akan di atas kepala mereka terdapat
burung, karena saking hormatnya mereka terhadap beliau. Hendaklah
penguasa dan wakilnya mencegah orang-orang itu untuk hadir di mesjid dan
selainnya. Dan tidak diperkenankan bagi seorang pun yang beriman kepada
Allah SWT dan hari kemudian untuk hadir bersama orang-orang itu atau
membantu kebatilan mereka.
Ini adalah pendapat mazhab Malik, Abu Hanifah, Syafi'i, Ahmad bin Hambal, dan lain-lain dari para imam kaum Muslim.
Demikianlah pernyataan al-Qurthubi berkaitan dengan masalah tersebut.
Anda dapat membayangkan sejauh mana kecermelangan pikirannya dan sejauh
mana ketakwaannya.
Selanjutnya, kita kembali kepada kisah Nabi Musa As. Nabi Musa As
turun dari gunung untuk kembali menemui kaumnya. Kemudian ia mendengar
teriakan kaum saat mereka menari-nari di sekitar anak sapi. Kaum itu
berhenti ketika melihat Nabi Musa As muncul didepan mereka. Dan tiba-tiba keheningan menyelimuti mereka. Nabi Musa As berteriak dan berkata:
"Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih
hati, berkatalah dia: 'Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan
sesudah kepergianhu!'" (QS. al-A'raf: 150)
Musa berjalan menuju ke Harun, lalu ia meletakkan papan Taurat dengan
tangannya di atas tanah. Tampaknya api kemarahan telah membakamya. Musa
memegang Harun dari rambut kepalanya sampai rambut jenggotnya sambil
berkata:
"Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka
telah sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah
(sengaja) mendurhakai perintahku?" (QS. Thaha: 92-93)
Musa bertanya, "Apakah Harun tidak menaati perintahnya, bagaimana ia
mendiamkan fitnah ini; bagaimana ia tetap bersama mereka dan tidak
meninggalkan mereka serta berlepas diri dari perbuatan mereka; bagaimana
ia tetap diam dan tidak berusaha melawan mereka, bukankah orang yang
diam atau membiarkan suatu kesalahan itu bertanda bahwa ia merestuinya
atau bagian dari kesalahan itu?"
Keheningan semakin meningkat ketika gelora api kemarahan Musa semakin
membara. Harun bericara kepada Musa dan meminta kepadanya untuk
melepaskan kepalanya dan jenggotnya karena mereka berdua berasal dari
ibu yang satu.
Harun mengingatkan Musa akan kedekatan hubungannya melalui ibu, bukan
melalui ayah agar hal itu lebih dapat membuat Musa merasa kasihan
kepadanya:
"Harun menjawab: 'Hai putra ibuku, janganlah kamu pegang jenggotku dan jangan (pula) kepalaku.'" (QS. Thaha: 94)
Harun memberi pengertian kepada Musa bahwa ia sama sekali tidak
bermaskud menentang perintahnya, dan ia pun tidak menunjukkan sikap
merestui penyembahan anak sapi, tetapi ia khawatir jika ia meninggalkan
mereka dan pergi lalu Musa bertanya kepadanya, mengapa ia tidak tetap
tinggal bersama mereka? Mengapa seorang yang bertanggungjawab kepada
mereka justru meninggalkan mereka? Di samping itu, ia juga khawatir jika
ia memerangi mereka dengan kekerasan maka terjadi peperangan di antara
mereka.
Lalu Musa akan bertanya kepadanya, mengapa ia membikin perpecahan di
antara mereka dan mengapa ia tidak menunggu kembalinya Musa:
"Sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku). 'Kamu
telah memecah antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku.'"
(QS. Thaha: 94)
Harun berusaha memahamkan saudaranya, Musa, dengan penuh kelembutan
bahwa kaumnya merendahkannya dan mereka nyaris membunuhnya ketika ia
melawan mereka. Ia memohon kepada Musa agar melepaskan tangannya dari
kepalanya dan jenggotnya.
Harun memberitahu Musa bahwa ia bukan termasuk orang jahat sepeti mereka ketika ia bersikap diam terhadap kelaliman mereka:
"Harun berkata: 'Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah
menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu
janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah
kamu masukan aku ke dalam golongan orang-orang yang lalim.'" (QS.
al-A'raf: 150)
Musa menyadari bahwa ia melalimi Harun dengan kemarahannya di mana
kemarahan itu berkobar karena kecemburuannya terhadap agama Allah SWT
dan semata-mata karena kecintaannya kepada kebenaran. pun mengetahui
bahwa Harun telah menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya dalam keadaan
seperti ini.
Kemudian Musa menarik tangannya dari kepala dan jenggot saudaranya dan
ia meminta ampun kepada Allah SWT bagi dirinya dan bagi saudaranya. Musa
menoleh kepada kaumnya dan bertanya dengan suara yang penuh gelora dan
menunjukkan sikap marah:
"Hai kaumku, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji
yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau
kamu menghendaki agar kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu, lalu kamu
melanggar perjanjianmu dengan aku?" (QS. Thaha: 86)
Musa tampak marah dan mengejek mereka dan menunjukkan betapa bodohnya
apa yang mereka lakukan. Dengan kemarahan yang luar biasa, Musa kembali
berkata:
"Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai
sembahannya) kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan
kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberikan balasan
kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan." (QS. al-A'raf: 152)
Hampir saja gunung berguncang mendengar suara kemarahan Musa, dan Bani Israil menyadari kesalahan mereka.
Kebohongan mereka dan penyimpangan mereka atas kebenaran yang dibawa
oleh Musa tampak jelas. Mereka justru menjauhkan segala karunia yang
Allah SWT berikan kepada mereka dan memilih untuk menyembah berhala
ketika Musa meninggalkan mereka selama empat puluh hari. Mereka kembali
menyembah anak sapi yang terbuat dari emas. Bukankah Allah SWT telah
berjanji kepada mereka agar mereka memegang agama tauhid di bumi?
Musa menoleh kepada Samiri setelah ia berbicara secara singkat kepada
Harun. Harun telah membuktikan bahwa —sebagai penanggung jawab kaumnya
saat Musa meninggalkan mereka— ia telah menjalankan tugas dengan baik.
Bani Israil tampak tertunduk lesu di depan Musa. Maka orang yang paling
bertanggung jawab adalah orang yang menyebarkan fitnah, yaitu Samiri.
Musa berkata kepada Samiri dalam keadaan api kemarahannya belum juga padam:
"Berkata Musa: 'Apakah yang mendorongmu (berbuat demikian) hai Samiri?" (QS. Thaha: 95)
Musa bertanya kepadanya tentang kisahnya dan ia ingin mengetahui
langsung darinya apa yang mendorongnya untuk melakukan hal tersebut.
Samiri menjawab:
"Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya." (QS. Thaha: 96)
Aku melihat Jibril saat ia menunggangi kudanya, dan setiap kali ia
meletakkan kakinya di atas sesuatu maka terjadilah kehidupan padanya:
"Maka aku mengambil segenggam dari jejak rasul." (QS. Thaha: 96)
Aku mengambil segenggam tanah yang dilewati oleh Jibril lalu aku meletakkannya di atas emas:
"Lalu aku melemparkannya, dan demikianlah nafsuku membujukku." (QS. Thaha: 96)
Demikianlah apa yang aku lakukan. Musa tidak mempersoalkannya; Musa
tidak mempersoalkan pengakuan Samiri tetapi ia justru mempersoalkan
mengapa Samiri menentang kebenaran.
Adalah hal yang tidak penting bagi Samiri untuk melihat Jibril lalu ia
mengambil bekas tanahnya; adalah hal yang tidak penting bahwa anak sapi
itu tercipta dari tanah yang dilalui dari kuda Jibril.
Yang penting adalah, bahwa Samiri telah melakukan kejahatan dan menyebarkan fitnah di tengah-tengah kaum Nabi Musa As. Dengan ciptaannya itu, ia mendorong kaum Nabi Musa As
untuk merasa kagum dengan para tokoh-tokoh Mesir dan ia meniru para
tokoh itu dalam menyembah berhala. Ini adalah kejahatan yang dengannya
Musa ingin menghukum Samiri:
"Berkata Musa: 'Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagimu di dalam
kehidupan dunia ini (hanya dapat) mengatakan: 'Janganlah menyentuh
(aku). Dan sesungguhnya bagimu hukuman (di akhirat) yang kamu
sekali-kali tidak dapat menghindarinya, dan lihatlah tuhanmu itu yang
kamu tetap menyembahnya. Sesungguhnya kami akan membakarnya, kemudian
kami sungguh-sungguh akan menghamburkannya ke dalam laut (berupa abu
yang berserakan).'" (QS. Thaha: 97)
Nabi Musa As menjatuhkan hukuman kepada Samiri dalam bentuk mengasingkannya di dunia.
Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa Musa berdoa agar Samiri tidak disentuh oleh seorang pun.
Melalui fitnah yang ditimbulkannya, Samiri ingin menyesatkan Bani Israil
dan mendorong mereka untuk menyembah apa yang diciptakannya. Dan,
sekarang ia menerima siksaan yang sesuai dengan kejahatannya.
Samiri merasakan kesendirian dan dibuang dari kaumnya. Apakah Samiri
sakit dengan suatu penyakit kulit yang mengerikan sehingga manusia
menjauhinya dan tidak mau menyentuhnya, bahkan untuk mendekatinya pun
mereka tidak mau? Kita tidak mengetahui apa yang terjadi padanya
sehingga ia terasing dari kaumnya. Yang kita ketahui adalah, bahwa Musa
telah menjatuhkan hukuman yang berat baginya.
Barangkali pembunuhan lebih mudah baginya daripada menanggung beban
berat siksaannya itu. Samiri hidup dalam keadaan terasing dan terhina.
Tidak ada satu makhluk pun yang mendekatinya. Ini adalah siksaan di
dunia dan siksaan di hari kiamat adalah siksaan yang kedua yang lebih
dahsyat.
Setelah mengurus dan mengadili Samiri, Musa bangkit menuju anak sapi
yang terbuat dari emas. Beliau mengambilnya dan melemparkannya ke api.
Musa tidak hanya menghancurkannya di hadapan kaum yang membisu, bahkan
beliau membuangnya ke laut.
Tuhan yang mereka sembah kini menjadi abu yang bertebaran. Kemudian Musa mengangkat suaranya yang menggelegar:
"Sesungguhnya Tuhanmu adalah Allah, yang tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu."
(QS.Thaha: 98)
Allah-lah Tuhan kalian, bukan patung itu yang tidak dapat mendatangkan manfaat dan mudarat bagi dirinya.
Setelah Nabi Musa As menghancurkan patung itu, beliau menoleh kepada kaumnya. Nabi Musa As telah memberitahu kaumnya bahwa mereka telah menganiaya diri mereka sendiri. Nabi Musa As menyarankan kepada para penyembah berhala untuk bertaubat. Nabi Musa As memberitahukan bahwa siapa pun yang mengikuti anak sapi tersebut maka ia harus dibunuh.
Allah SWT berfirman:
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: 'Hai kaumku,
sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah
menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang
menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu
pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.'"
(QS. al-Baqarah: 54)
Hukuman yang ditetapkan oleh Musa atas para penyembah anak sapi sangat mengerikan, namun itu setimpal dengan kejahatan mereka.
Menyembah berhala adalah usaha untuk mematikan akal. Dengan akal,
manusia memiliki keistimewaan yang tidak terdapat pada makhluk-makhluk
lainnya. Karena kejahatan itu sangat luar biasa, yaitu kejahatan yang
berupa usaha mematikan fungsi akal maka hukumannya pun harus berat.
Kemudian datanglah rahmat Allah SWT dan Dia menerima taubat mereka.
Sesungguhnya Allah SWT Maha menerima taubat dan Maha Pengasih.
Akhirnya, kemarahan Musa mulai mereda. Coba Anda renungkan ungkapan
Al-Qur'an al-Karim yang menggambarkan kemarahan Musa dalam bentuk yang
realistis: bagaimana Musa meletakkan papan Taurat, dan bagaimana dia
memegang jenggot saudaranya dan kepalanya dan diakhiri dengan pembuangan
atau penghancuran anak sapi di lautan serta keputusannya untuk membunuh
orang-orang yang menjadikannya sebagai tuhan.
Alhasil, kemarahan Musa mulai mereda; kemarahan Musa adalah kemarahan
karena Allah SWT. Itu adalah kemarahan yang paling tinggi dan layak
untuk mendapatkan kehormatan. Ketika kemarahannya hilang, Musa ingat
tugas utamanya, yaitu bahwa ia meletakkan papan-papan Taurat.Musa
kembali mengambil papan-papan itu dan terus berdakwah di jalan Allah
SWT.
Allah SWT berfirman:
"Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-luh
(Taurat) itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk
orang-orang yang takut kepada Tuhannya. " (QS. al-A'raf: 154)
Sebagian mereka berdalil dengan firmannya: Dan dalam tulisannya, bahwa
papan-papan itu pecah (rusak). Kami tidak mengetahui, apakah papan-papan
itu terbuat dari benda tertentu yang dapat pecah atau tidak.
Ibnu Katsir menepis dalil atau argumen tersebut dan ia berpendapat bahwa
papan-papan itu tetap seperti semula. Alhasil, Musa kembali merasakan
ketenangan dan ia berusaha memperbarui jihadnya di jalan Allah SWT.
Beliau membacakan papan-papan Taurat kepada kaumnya.
Mula-mula beliau memerintahkan mereka agar mengambil hukum-hukumnya dengan penuh kekuatan dan tekad.
Ironis sekali, bahwa kaum Nabi Musa As mencoba
menawar-nawar kebenaran. Mereka mengatakan: "Sebarkanlah kepada kami isi
papan-papan itu, jika perintahnya dan larangannya mudah maka kami akan
menerimanya."
Musa berkata: "Kalian harus menerima apa saja yang ada di dalamnya."
Kemudian mereka terus melakukan tawar-menawar.
Akhirnya, Allah SWT memerintahkan para malaikatnya untuk mengangkat
gunung di atas kepala mereka hingga gunung itu seakan-akan menjadi awan
yang menyelimuti mereka.
Dikatakan kepada mereka: jika kalian tidak menerima apa saja yang di
dalamnya maka gunung itu akan ambruk menimpa kalian. Mendengar ancaman
itu, mereka pun menerimanya.
Lalu mereka diperintahkan untuk sujud dan mereka pun sujud. Mereka
meletakkan pipi mereka di atas tanah. Mereka mulai melihat gunung dengan
penuh ketakutan.
Allah SWT berfirman:
"Dan (ingatlah) ketika Kami mengangkat bukit ke atas mereka
seakan-akan bukit itu naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan
jatuh menimpa mereka (dan Kami katakan kepada mereka): 'Peganglah
dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepadamu, serta ingatlah selalu
(amalkanlah) apa yang tersebut di dalamnya supaya kamu menjadi
orang-orang yang bertakwa.'" (QS. al-A'raf: 171)
Demikianlah bahwa kaum Nabi Musa As tidak serta merta
berserah diri kecuali pada saat-saat kritis di mana mukjizat luar biasa
mampu menakutkan mereka dan menggetarkan hati mereka sehingga mereka
sujud secara terpaksa.
Manusia pada saat itu terpaksa beriman karena berhadapan dengan "tongkat
Ilahi". Hal yang demikian ini biasanya berlaku kepada anak-akan kecil
dan pada saat manusia kehilangan kesadaran dan kematangan yang cukup
sehingga akalnya tidak berfungsi secara sehat.
Barangkali di sini kami ingin untuk kesekian kalinya mengemukakan keadaan kaum Nabi Musa As. Mereka tidak begitu saja puas dengan mukjizat yang luar biasa. Kaum Nabi Musa As
telah terdidik di bawah kehinaan dan penindasan sehingga mereka
kehilangan nilai-nilai kemanusiaan mereka dan fitrah mereka telah
tercemar.
Kehinaaan yang telah tertanam dalam jiwa mereka dan mereka telah
terbiasa dengannya menyebabkan mereka tidak mudah untuk diajak menuju
kebaikan, kecuali jika mereka telah mendapatkan tekanan atau kekerasan.
Dahulu mereka terbiasa untuk menaati para tokoh mereka setelah mereka
ditekan maka sekarang ketika mereka berhadapan dengan tokoh mereka yang
baru, yaitu keimanan, mereka pun harus digiring dengan menggunakan
bahasa kekerasan. Kejahatan penyembahan anak sapi bukan tidak membawa
pengaruh apa-apa.
Musa memerintahkan kepada ulama Bani Israil dan orang-orang baik di
antara mereka untuk meminta ampun kepada Allah SWT dan bertaubat
kepadanya. Musa memilih tujuh puluh laki-laki di antara mereka yang
paling baik sambil berkata: "Pergilah kalian menuju Allah SWT dan
bertaubatlah kepada-Nya atas apa saja yang kalian lakukan. Berpuasalah
kalian, sucikanlah jiwa kalian, dan bersihkanlah pakaian kalian."
Musa keluar bersama tujuh puluh orang-orang yang terpilih itu untuk
memenuhi perjumpaan yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Musa mendekati
gunung, dan tiba-tiba sekawanan awan menyelimuti gunung. Musa masuk ke
dalam awan dan berkata kepada kaum: "Mendekatlah, mendekatlah." Allah
SWT berbicara kepada Musa. Setiap kali Musa berbicara dengan Allah SWT
maka tampak di atas dahinya suatu cahaya yang bersinar. Tidak ada
seorang pun dari manusia yang dapat melihatnya. Diletakkan suatu tabir
(penutup) di sekeliling Musa saat ia berbicara kepada Tuhannya. Tujuh
puluh orang yang dipilih oleh Musa itu mendengar percakapan antara Musa
dan Tuhannya.
Barangkali mukjizat yang seperti ini seharusnya menjadi mukjizat yang
terakhir yang cukup dapat membangkitkan keimanan di dalam hati sepanjang
kehidupan, namun ketujuh puluh orang yang dipilih itu tidak cukup
dengan apa yang mereka dengar dari mukjizat itu. Mereka justru meminta
agar dapat melihat Allah SWT. Mereka mengatakan: "Kami telah mendengar
dan kami ingin melihat."
Dengan nada polos, mereka berkata:
"Wahai Musa, kami tidak ingin beriman kepadamu sehingga kami melihat Allah dengan terang-terangan. "(QS. aI-Baqarah: 55)
Ini adalah tragedi yang sangat mengherankan; suatu tragedi yang
menunjukkan kekerasan hati dan ketergantungannya terhadap materi atau
fisik. Permintaan yang menunjukkan sikap keras kepala ini cukup sebagai
syarat untuk datangnya siksaan yang mengerikan.
Kemudian mereka disiksa dengan suara yang menggelegar yang menghancurkan
roh dan jasad. Mereka pun mati. Musa mengetahui apa yang terjadi dengan
tujuh puluh orang yang terpilih tersebut sehingga hatinya merasa sedih
dan ia berdoa kepada Tuhannya agar mengampuni mereka dan merahmati
mereka serta tidak menyiksa mereka karena kesalahan orang-orang yang
bodoh di antara mereka.
Permintaan mereka agar dapat melihat Allah SWT adalah menunjukkan
kebodohan mereka yang luar biasa; suatu kebodohan yang harus dibayar
mahal, yaitu dengan kematian.
Seorang nabi terkadang memohon untuk melihat Tuhan-Nya, seperti yang dilakukan oleh Nabi Musa As.
Meskipun permintaan itu bertitik tolak dari sumber cinta yang dalam
yang sulit untuk digambarkan, yang dapat dibenarkan dengan logika yang
khusus, namun permintaan untuk melihat Tuhan tetap dianggap sebagai
tindakan yang melampaui batas yang karenanya Musa "dihukum" dengan
pingsan.
Anda dapat membayangkan bagaimana jika permintaan tersebut berasal dari
manusia-manusia yang salah; manusia-manusia yang ketika ingin melihat
Tuhan, mereka menentukan tempatnya dan waktunya, bahkan mereka
mensyaratkan agar pengelihatan ini terjadi dengan jelas atau
terang-terangan. Mereka adalah manusia yang menggantungkan keimanan
mereka berdasarkan penglihatan ini, padahal mereka telah menyaksikan
berbagai macam mukjizat dan tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Bukankah
ini adalah kebodohan yang besar? Nabi Musa As berdiri dan berdoa kepada Tuhannya dan meminta belas kasih-Nya dan ridha-Nya.
Allah SWT berfirman:
"Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohonkan
taubat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan. Maka ketika
mereka digoncang gempa bumi, Musa berkata: 'Ya Tuhanku, kalau Engkau
kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku setelah ini.
Apakah Engkau membinasakan kami karena orang-orang yang kurang akal di
antara kami? Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan
cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada
siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah yang memimpin kami, maka
ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun yang
sebaik-baiknya. Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di
akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau.'" (QS.
al-A'raf: 155-156)
Demikianlah kalimat-kalimat Musa kepada Tuhannya saat ia berdoa kepada-Nya untuk meminta belas kasih-Nya dan ridha-Nya.
Allah SWT ridha kepada mereka dan mengampuni kaum Nabi Musa As
di mana Allah SWT menghidupkan mereka setelah kematian mereka.
Orang-orang yang terpilih itu mendengar di saat-saat yang mengagumkan
ini dari sejarah kehidupan sampai berita kedatangan Muhammad bin Abdilah
saw.
"Allah berfirman: 'Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku
kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan
rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan
orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami. '(Yaitu) orang-orang
yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati yang
tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang
menyuruh mereka untuk mengerjakan makruf dan melarang mereka dari
mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik
dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka
beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang
yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya
yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur'an), mereka itulah
orang-orang yang beruntung." (QS. al-A'raf: 156-157)
Kita akan memperhatikan metode hubungan antara masa sekarang dan masa
yang lalu dalam ayat tersebut. Allah SWT melampaui waktu dialog bersama
rasul dalam ayat-ayat tersebut pada dua waktu yang dahulu, yaitu
turunnya Taurat dan turunnya Injil untuk menetapkan bahwa Allah SWT
membawa berita gembira dengan kedatangan Nabi Muhammad saw dalam dua
kitab yang mulia itu. Kami kira bahwa berita gembira ini datang pada
hari di mana Musa mendatangkan tujuh puluh orang dari kaumnya, yaitu
para ulama Bani Israil dan orang-orang yang mulia di antara mereka untuk
menemui Tuhannya. Pada hari yang penting ini —disertai dengan
mukjizat-mukjizatnya yang besar— ditetapkanlah suatu kabar gembira
dengan datangnya Nabi yang terakhir.
Ibnu Katsir dalam kitabnya Qishashul Anbiya' berkata (menukil riwayat
dari Qatadah): "Musa berkata kepada Tuhannya, 'ya Tuhanku, aku mendapati
dalam papan-papan Taurat suatu umat yang lebih baik dari umat yang
lain; mereka menyeru kepada hal yang makruf dan mencegah hal yang
mungkar. Ya Allah, jadikanlah mereka umatku." Allah SWT berkata: "Itu
adalah umat Muhammad saw."
Musa berkata: "Ya Tuhanku, aku mendapati dalam papan Taurat suatu umat
yang aku adalah generasi mereka di mana mereka mampu menghafal sedangkan
umat-umat sebelum mereka membaca dengan melihat buku sehingga ketika
buku itu disingkirkan dari mereka, mereka tidak lagi mampu menghafalnya
dan tidak lagi mengetahuinya."
Allah SWT memberi mereka suatu kemampuan menghafal yang belum pernah
diberikan-Nya kepada seseorang pun dari umat-umat sebelumnya. "Ya Allah,
jadikanlah mereka umatku. "
Allah SWT berkata: "Itu adalah umat Muhammad saw."
Musa berkata: "Tuhanku, aku mendapati di papan Taurat suatu umat yang
beriman kepada kitab yang pertama dan yang terakhir dan mereka memerangi
pasukan kesesatan. Jadikanlah mereka umatku."
Allah SWT berkata: "Itu adalah umat Muhammad saw."
Musa berkata: "Tuhanku, aku mendapati dalam papan Taurat suatu umat di
mana mereka dapat memakan sedekah dalam perut-perut mereka dan mereka
mendapatkan pahala darinya, sedangkan umat-umat sebelum mereka jika
salah seorang mereka bersedekah dengan suatu sedekah lalu diterimanya,
maka Allah SWT akan mengirim api dan membakarnya dan jika dikembalikan
padanya maka ia akan dimakan oleh binatang buas dan burung. Dan Allah
SWT mengambil sedekah orang-orang yang kaya di antara mereka untuk
diberikan kepada orang-orang yang fakir dari mereka. Wahai Tuhanku,
jadikanlah mereka umatku."
Allah SWT berkata: "Itu adalah umat Muhammad saw."
Musa berkata: "Tuhanku, aku mendapati dalam papan Taurat suatu umat jika
salah seorang mereka berhasrat untuk melakukan suatu kebaikan kemudian
ia melakukannya maka ditulis baginya sepuluh kali lipat kebaikan dari
kebaikannya itu sampai tujuh puluh ratus lipat. Jadikanlah mereka
umatku."
Allah SWT berkata: "Itu adalah umat Muhammad saw."
Musa senantiasa mendoakan kaumnya kepada Allah SWT. Tampak bahwa jiwa
mereka dipenuhi dengan sikap pembangkangan dan keras kepala. Sifat itu
semakin nyata ketika kita mengetahui cerita tentang anak sapi atau kasus
tentang sapi.
Dalam peristiwa itu, kita disodorkan dengan berbagai perundingan yang tidak perlu antara mereka dan Nabi Musa As. Semua itu berasal dari sikap keras kepala.
Asal-muasal kisah sapi itu adalah, pada suatu hari ditemukan seorang
kaya terbunuh di tengah-tengah Bani Israil. Kemudian terjadilah
percekcokan di antara keluarganya karena mereka tidak mengetahui siapa
pembunuhnya. Kasus ini cukup memusingkan mereka sehingga mereka menemui
Musa. Tampaknya lelaki yang terbunuh ini memiliki tempat yang istimewa
di kalangan Bani Israil. Misteri pembunuhannya akan mendatangkan fitnah
di tengah-tengah mereka. Oleh karena itu, Bani Israil mendatangi Musa
dan memohon kepada Musa untuk meminta petunjuk kepada Tuhannya.
Musa pun meminta petunjuk kepada Tuhannya, lalu Allah SWT
memerintahkannya agar menyuruh kaumnya untuk menyembelih sapi. Semula
ditetapkan bahwa kaum Nabi Musa As diperintahkan untuk
menyembelih sapi yang pertama kali mereka temui, tetapi karena sikap
keras kepala mereka, mereka mulai melakukan tawar-menawar dan berunding
dengan Musa.
Mereka menuduh bahwa Musa mengejek mereka dan tidak serius dengan
masalah yang mereka hadapi. Musa berlindung kepada Allah SWT dan memohon
kepada-Nya agar jangan sampai digolongkan bersama orang-orang yang
bodoh, apalagi bermaksud mengejek mereka.
Musa berusaha memberikan pengertian kepada mereka bahwa kunci dari
masalah itu dapat diselesaikan dengan penyembelihan sapi. Masalahnya di
sini adalah masalah mukjizat yang tidak berhubungan dengan sesuatu yang
biasa terjadi dalam kehidupan atau sesuatu yang biasa dilakukan oleh
manusia. Tidak ada hubungan antara penyembelihan sapi dan usaha
mengetahui pembunuh.
Tetapi, kapankah sebab-sebab rasional mampu menundukkan Bani Israil?
Mukjizat yang luar biasa merupakan kunci dan senjata yang biasa berlaku
dalam kehidupan Bani Israil. Oleh karena itu, penyelesaian kasus
tersebut dengan cara menyembelih sapi seharusnya tidak menimbulkan
gejolak dan kegelisahan. Tapi, Bani Israil adalah Bani Israil.
Seringkali pergaulan dan hubungan dengan mereka berakhir dengan sikap
pembangkangan. baik berkenaan dengan masalah kehidupan biasa
sehari-sehari maupun yang terkait dengan masalah akidah yang penting.
Musa menghadapi berbagai bentuk ujian dan tuduhan dari Bani Israil. Musa
berusaha memberi pengertian kepada mereka bahwa beliau serius untuk
menyelesaikan kasus mereka dan tidak bermaksud mempermainkan mereka.
Musa kembali menegaskan bahwa untuk menyelesaikan hal itu mereka harus
menyembelih sapi. Karakter khas Bani Israil muncul kepermukaan.
Mereka bertanya, apakah itu sapi yang biasa sebagaimana yang mereka
temui ataukah ia ciptaan yang lain yang memiliki keistimewaan. Mereka
mengharap Musa agar meminta petunjuk kepada Tuhannya sehingga hal
tersebut menjadi jelas bagi mereka.
Musa berdoa kepada Tuhannya. Kemudian mereka mendapatkan kesulitan di
mana sapi yang seharusnya mudah mereka dapati, kini mereka mendapatkan
kriteria sapi yang sangat rumit, yaitu sapi yang tidak tua dan tidak
muda, yakni yang sedang-sedang saja. Demikianlah ketetapan Ilahi itu.
Tetapi lagi-lagi perundingan masih berlangsung.
Lalu mereka mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang aneh: apa warna sapi
ini, mengapa Musa tidak berdoa kepada Tuhannya dan menjelaskan warna
sapi ini. Beginilah, mereka tidak menunjukkan sikap sopan dan hormat
kepada Allah SWT dan kepada nabi-Nya yang mulia. Seharusnya mereka patuh
terhadap perintah itu dan tidak bertanya yang macam-macam, namun mereka
justru mempersoalkan masalah yang sederhana ini dengan sikap
penentangan dan keras kepala.
Lagi-lagi Musa bertanya kepada Tuhannya dan memberitahu tentang warna
sapi yang dimaksud. Musa mengatakan bahwa sapi itu berwarna kuning yang
warnanya mengundang kekaguman orang yang melihatnya.
Demikianlah sifat sapi itu ditentukan di mana ia berwarna kuning yang
warnanya agak kemerah-merahan. Meskipun masalah ini sudah sangat jelas,
mereka kembali menunjukkan sikap pembangkangan dan keras kepala.
Maka Allah SWT pun memperketat syarat sapi itu sebagaimana mereka berusaha untuk menyakiti hati Nabi Musa As. Mereka kembali bertanya kepada Nabi Musa As
dan meminta kepadanya agar berdoa kepada Tuhannya dan meminta
penjelasan tentang hakikat sapi itu, karena bagi mereka sapi itu masih
samar. Musa memberitahu mereka bahwa sapi itu tidak disiapkan untuk
membajak sawah atau untuk memberi minum; ia sapi yang sehat dan tidak
cacat; dan sapi itu benar-benar berwarna kuning.
Berakhirlah sikap pembangkangan mereka. Mereka mulai mencari sapi yang
dimaksud yang memiliki sifat yang khusus ini. Akhirnya, mereka menemukan
sapi itu yang dimiliki oleh seorang anak yatim. Lalu mereka membelinya
dan menyembelihnya.
Musa memegang ekor sapi itu lalu memukulkannya kepada orang yang terbunuh.
Tiba-tiba, orang itu bangkit dari kematiannya. Musa bertanya padanya
tentang siapa yang membunuhnya. Lalu ia pun menceritakan siapa yang
membunuhnya dan ia mati lagi.
Bani Israil menyaksikan mukjizat penghidupan orang yang mati itu. Mereka
mendengarkan dengan telinga mereka sendiri nama si pembunuh. Akhirnya,
misteri pembunuhan itu tersingkap.
Allah SWT berfirman:
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata hepada kaumnya: 'Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.' Mereka berkata:
'Apakah hamu hendak menjadikan kami buah ejekan?' Musa menjawab: Aku
berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari
orang-orang yangjahil.' Mereka menjawab: 'Mohonkanlah kepada Tuhanmu
untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu?'
Musa menjawab: 'Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu
adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara
itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.' Mereka berkata:
'Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami
apa warnanya.' Alusa menjawab: 'Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi
betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya,
lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya.' Mereka berkata:
'Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami
bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih)
samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk
(untuk memperoleh sapi itu). Musa berkata: 'Sesungguhnya Allah
berfirman bakwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah
dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman,
tidak bercacat, tidak ada belangnya.' Mereka berkata: 'Sekarang barulah
kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya.' Kemudian mereka
menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.
Dan (ingatlah) ketika kamu membunuh seorang manu-sia lalu kamu saling
tuduh-menuduh tentang itu. Dan Allah menyingkirkan apa yang selama ini
kamu sembunyikan. Lalu Kami berfirman: 'Pukullah mayat itu dengan
sebagian anggota sapi betina itu!' Demikianlah Allah menghidupkan
kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan padamu
tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti." (QS. al-Baqarah: 67-73)
Kami ingin menarik perhatian pembaca kepada sikap kurang ajarnya kaum itu kepada nabi mereka dan Tuhan mereka.
Dan barangkali konteks Al-Qur'an menyinggung hal itu dengan cara
menunjukkan pengulangan kata rabbuka (Tuhanmu) yang mereka gunakan saat
berbicara dengan Musa.
Seharusnya ketika mereka berbicara dengan Musa—sebagai bentuk sopan
santun—mereka mengatakan: Mohonkanlah untuk kami kepada Tuhan kami, atau
mereka berkata kepadanya: Berdoalah bagi kami kepada Tuhanmu. Dengan
kata tersebut, seakan-akan keyakinan kepada ketuhanan hanya dipercaya
oleh Musa sedangkan mereka keluar dari kemuliaan penghambaan kepada
Allah SWT.
Perhatikanlah ayat-ayat tersebut, bagaimana ia mengisyaratkan hal ini.
Kemudian renungkanlah ejekan mereka ketika mereka mengatakan: "Sekarang
barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya. "
Setelah mereka menyulitkan dan membuat Nabi mereka letih saat
mondar-mandir antara menemui mereka dan menemui Allah SWT, setelah
mereka membuat Nabi mereka jengkel dengan pertanyaan seputar sifat sapi,
warnanya, usianya, dan tanda-tanda khususnya; setelah sikap keras
kepala mereka dan pembangkangan mereka terhadap perintah Allah SWT,
mereka berkata kepada Nabi mereka—ketika beliau membawa kepada mereka
sesuatu yang jarang sekali ditemukan, "Sekarang barulah kamu menerangkan
hakikat sapi betina yang sebenarnya. "
Seakan-akan Nabi Musa As sebelumnya bermain-main dengan
mereka dan tidak serius, dan seolah-olah apa yang beliau katakan
sebelumnya tidak menunjukkan kebenaran sedikit pun. Kemudian lihatlah
konteks ayat tersebut yang menunjukkan kelaliman mereka: "Kemudian
mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah
itu."
Tidakkah ayat tersebut menunjukkan kepada Anda akan sikap keras kepala
mereka dan usaha mereka memperlambat atau menunda perintah Allah SWT
Demikianlah sikap Bani Israil di atas meja perundingan; demikianlah cara
mereka berunding dengan Nabi mereka yang mulia, yaitu Musa. Musa
mendapatkan perlakuan yang keras dan perlakuan tidak sopan dari kaumnya.
Nabi Musa As menahan beban penderitaan yang berat saat beliau berdakwah di jalan Tuhannya.
Barangkali problem utama yang dialami Nabi Musa As
adalah, bahwa beliau diutus di tengah-tengah kaum yang cukup lama
merasakan dan menikmati kehinaan; cukup lama mereka hidup di bawah
pengekangan dan belenggu kebodohan. Mereka belum pernah merasakan aroma
kebebasan. Mereka cukup lama menyembah berhala. Bani Israil telah
menyiksa Musa dengan siksaan yang berat, di mana siksaan itu tidak hanya
berkisar pada penentangan dan sikap kebodohan serta penyembahan
berhala, bahkan mereka pun tidak segan-segan menyakiti pribadi Musa.
Allah SWT berfirman dalam surah al-Ahzab:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti
orang-orang yang menyakiti Musa; maka Allah membersihkannya dari
tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. Dan adalah dia seorang yang
mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah." (QS. al-Ahzab: 69)
Kami tidak mengetahui hakikat atau bentuk usaha menyakiti Nabi Musa As
ini. Kami tidak setuju dengan riwayat ulama yang mengatakan bahwa Musa
adalah seorang lelaki yang sangat pemalu dan ia sangat tertutup di mana
ia tidak ingin seorang pun melihat tubuhnya. Kemudian orang-orang Yahudi
menuduh bahwa beliau mempunyai penyakit kulit atau belang lalu Allah
SWT ingin menyembuhkannya dan berusaha menepis apa yang mereka katakan.
Diceritakan bahwa pada suatu hari Nabi Musa As pergi
untuk mandi. Ia meletakkan bajunya di atas batu, kemudian beliau keluar.
Tiba-tiba, batu itu terbang dan membawa bajunya. Musa berlari di
belakang batu dalam keadaan telanjang sehingga Bani Israil
menyaksikannya dalam keadaan telanjang. Ternyata tidak ada tanda belang
pada kulitnya. Kami sangat menentang kisah seperti itu, karena di
samping ia hanya khurafat, juga sangat bertentangan dengan kehormatan
Musa sebagai seorang Nabi dan kemaksumannya.
Barangkali penderitaan terbesar yang dialami oleh Musa adalah, saat Bani
Israil enggan untuk berperang dalam rangka menyebarkan akidah tauhid di
bumi, atau paling tidak membiarkan akidah ini menetap di bumi. Bani
Israil menentang usaha Musa untuk berperang dengan mengatakan kepada
Musa suatu kalimat yang terkenal, yaitu:
"Pergilah Kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua,
sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja." (QS. al-Maidah: 24)
Demikianlah keadaan Bani Israil sehingga Allah SWT menyiksa mereka
dengan cara menyesatkan mereka. Mereka mengalami kesesatan selama empat
puluh tahun penuh. Kemudian satu generasi musnah; generasi yang kalah
dari dalam.
Lalu lahirlah di tengah-tengah kesesatan itu generasi yang baru;
generasi yang belum pernah tunduk kepada penyembahan berhala; generasi
yang tidak pernah lumpuh rohnya karena kehilangan kebebasan; generasi
yang rohnya sehat; generasi yang belum memahami, mengapa orang-orang
tuanya berkeliling tanpa tujuan di tengah-tengah kesesatan; generasi
yang siap untuk membela harga dirinya dan kemuliaannya; generasi yang
tidak berkata kepada Musa, pergilah engkau bersama Tuhanmu untuk
berperang, sedangkan aku hanya duduk-duduk di sini; generasi yang
menegakkan nilai-nilai kebenaran sebagai wujud pembelaan terhadap agama
tauhid.
Akhirnya, generasi ini lahir di tengah-tengah empat puluh tahun masa kesesatan, namun Musa harus menjalani suatu takdir Nabi Musa As meninggal secara damai dan mulia. Nabi Musa As rindu untuk melihat "wajah" Allah SWT.
Di masa hidupnya, cinta telah mendorongnya untuk diperkenankan melihat
Allah SWT, dan dorongan itu semakin menguat saat kematiannya. Nabi yang
diajak bicara oleh Allah SWT itu kini bertemu dengan-Nya dengan jiwa
yang diridhai dan hati yang tenang.
0 comments:
Post a Comment